Hanya Ilusi

133 10 0
                                    

Pagi telah menjelang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi telah menjelang. Lorong panjang bernuansa putih yang semalam sepi kini kian mulai hidup kembali ditemani sinar mentari masuk ke setiap sudut ruang rumah sakit. Para pasien dengan riwayat rawat jalan maupun inap pun sibuk dengan keperluannya masing - masing. Seperti halnya pada pria berkacamata dengan julukan 'dokter galak', ikut menyibukkan diri melahap sarapan pagi di kantin karena hari kemarin perut ratanya belum dimasukkan beberapa butir nasi juga lauk pauk.

Haruto tersenyum kecil seraya menyuapi makanan kedalam mulut. "Uaahh... Daebak. Kenapa makanan ini sangat lezat? Walau hanya seolleongtang dan kimchi, rasa-rasanya diriku mendapatkan energi kembali"

Dibalik keceriaan Haruto terhadap makanan yang dicicipinya, ada tiga pria muda di depannya tengah memasang muka masam seraya menatap sang pemimpin melahap sup tulang iga sapi tanpa rasa ragu sekalipun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dibalik keceriaan Haruto terhadap makanan yang dicicipinya, ada tiga pria muda di depannya tengah memasang muka masam seraya menatap sang pemimpin melahap sup tulang iga sapi tanpa rasa ragu sekalipun. Sadar bahwa sedang diamati, pria berseragam biru itu lekas mengangkat wajah dan memandang sinis kepada ketiga anak laki - laki itu.

"Hei, kenapa kalian mengamatiku seperti itu? Apa ada yang aneh? Jika tidak, segera habiskan sarapan kalian. Aku tidak bisa menunggu. Ada pekerjaan serius yang harus ditangani setelah ini." ujarnya dan tiba - tiba ia teringat sesuatu. "Aahhhh.... Apa alasannya karena kejadian semalam kalian tidak bisa makan? Ck, ck, ck, seperti Park Jeong Woo saja saat pertama kali memulai"

Mendengar sebuah kilas balik dari seorang pria bermarga Park yang dimana adalah sahabat karib dari Haruto, ketiga anak koas itu lekas saling bertatap muka dan kembali menghadap sang dokter senior yang tengah menyeringai meledek.

Yedam memasang wajah tanya. "Songsae-nim, apa beliau juga mengalami hal yang sama seperti kita?"

"Hm. Bahkan ia menahan lapar sampai satu minggu. Bayangkan jika kalian melakukan hal yang sama sepertinya, aku tidak akan menanggung resiko apabila pingsan" ejek Haruto.

Sebuah pernyataan yang begitu mencenangkan bahwa sang dokter senior tidak akan menolongnya ketika terjadi sesuatu, dengan berat hati Junghwan, Yedam dan Yoshi lekas mengambil peralatan makan mereka dan mulai menyantap makanan yang sedari tadi sudah tersaji di atas meja walau rasa mual timbul.

Lo...STTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang