Shaka dan Keano sekarang berada di kamar. Mata Keano yang tadinya mengantuk seketika segar kembali saat melihat TV.
Berakhirlah begini, Shaka bersandar pada sofa memangku Keano yang fokus pada kartun yang ditontonnya.
Dipelukan anak itu ada toples berisi cookies. Mungkin buatan Delfa, soalnya Shaka asal ambil tadi.
"Tidur ya, sayang?" bujuk Shaka entah yang keberapa.
"Engga mau!" tolak Keano.
Bagaimana bisa Keano menolak ajakannya saat anak itu terus mengusap matanya yang memerah. Walaupun posisi Keano membelakangi nya, Shaka tau jika Keano mengantuk.
Tanpa adanya bujuk membujuk lagi, Shaka mematikan TV itu yang mana membuat Keano kesal.
"Ihh kenapa dimatiin sih?!" tanya Keano kesal.
"Padahal tadi Kancil nya udah mau dimakan sama Harimau!" gerutu Keano.
Shaka tak mempedulikannya, ia malah menggendong Keano membawa anak itu ke kasur.
"Sekarang tidur. Liat nih mata kamu merah." ucap Shaka sembari membaringkan Keano, ia juga ikut berbaring sambil memeluk Keano.
Mau tak mau Keano harus tidur. Bagaimanapun ia tak bisa melepaskan pelukan Shaka yang sangat erat.
Karena Keano yang sebenarnya sudah mengantuk sedari tadi, jadilah tak perlu waktu lama untuk anak itu tertidur.
Shaka mengendurkan pelukannya saat merasa Keano sudah tertidur pulas. Ia mengamati wajah Keano.
Entah mengapa, semakin hari pipi Keano semakin chubby, tubuhnya pun menjadi lebih berisi. Mungkin perut kotak-kotak milik Keano sudah tergantikan oleh perut bayi yang sangat menggemaskan.
Shaka mengelus pelan pipi Keano menggunakan jempolnya. Ia terkekeh saat Keano menggeliat karena sentuhannya.
Tak ingin mengganggu tidur nyenyak bayinya, Shaka mengecup pipi Keano bergantian dan tak lupa mengecup bibir berisi itu juga.
“Sweet dream, Bayinya Kaisar.”
Setelah itu Shaka menyamankan posisinya lalu tertidur dengan tangan yang memeluk mesra pinggang Keano.
Tinggalkan dua bucin yang sedang tertidur itu.
Kini di bawah, tepatnya di depan rumah, Shanta dan Darrel sedang berdebat kecil.
“Ini rumah siapa?” tanya Darrel takjub melihat rumah yang sangat mewah itu.
“Rumah aku, ah engga lebih tepatnya punya Papa.”
Darrel memelototkan matanya, dengan cepat menoleh ke arah Shanta.
“Maksud kamu?” tanya Darrel cepat.
“Papa minta aku bawa kamu ke rumah.” jelas Shanta menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal.
“Kenapa kamu gak bilang?! Harusnya kan aku pakai baju yang lebih sopan!” ujar Darrel ngegas.
Posisi mereka masih berada di dalam mobil.
“Gak perlu, sayang.”
“Gak perlu gimana?! Mikirlah, waktu di apartemen Shaka aja Papa kamu keliatan galak gitu.” sewot Darrel.
“Itu kan cuma kelihatannya, sayang. Percaya deh sama aku kalau Papa gak kayak gitu.”
“Itukan kalo sama kamu yang notabene-nya anaknya.”
“Kalau Papa gak suka sama kamu, gak mungkin kan aku disuruh bawa kamu kesini?”
“Kaishan, coba pikir deh. Aku sama kamu itu sama-sama cowok, kalau Papa kamu mikirnya pacar kamu cewek gimana? Aku kan gak mau buat Papa kamu kecewa.” jelas Darrel menundukkan kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
From Enemy To Best(boy)Friend
Acak"Gak capek apa, musuhan mulu kita?" tanya seorang remaja bernama Kaishakar Jeananta Leonard pada laki-laki disebelahnya. "Enggaklah, kan musuhannya kalo diluar doang." jawab kulkas berjalan bernama Keano Nadestha Washington. --- WARNING-!! CERITA...