Ujung sepatu pantofel hitam itu menjadi satu-satunya sumber suara di tengah lorong sepi gedung tiga lantai yang Jaehyun kunjungi. Jaehyun terus berjalan sambil sesekali merespon satu dua orang yang menyapa atau sekedar membungkuk saat berpapasan.
Aroma sanitasi pekat memenuhi indera penciuman. Khas bau obat-obatan serta bahan kimia bercampur dengan wangi pengharum ruangan. Jaehyun masih menyusuri lorong hingga kedua kakinya berakhir tepat pada satu ruang yang memiliki ruangan lain di dalamnya.
Pintu tunggal itu Jaehyun dorong. Ruang dibatasi kaca yang persis dengan ruang investigasi di kantornya menjadi yang pertama menyambut mata. Bedanya, disini diisi dengan orang-orang berjas putih yang tengah berdiri meneliti objek mereka yang terbujur kaku diatas meja besi.
Ruang otopsi.
Jaehyun berada di gedung forensik kepolisian. Niat hati ingin melihat jalannya proses otopsi lanjutan, tapi nyatanya ia terlambat datang. Tepat saat Jaehyun sampai, tubuh itu sudah kembali diiring masuk ke dalam lemari pendingin, tempat dimana jasad-jasad yang belum selesai diperiksa disimpan.
Berdiri jaehyun disana, menunggu Winwin yang masih sibuk berbincang dengan rekannya dibalik kaca. Jaehyun butuh keterangan lebih lengkap dari ahli forensik itu, setidaknya untuk hasil dari proses otopsi sebelumnya.
Pintu kayu di sebelah kaca besar itu akhirnya terbuka, Winwin muncul disana bersama satu layar pipih berukuran 11 inci ditangan. "Aku bawakan yang kau minta."
Tablet berwarna silver itu kemudian Winwin serahkan. Jaehyun sigap menerima. Tidak membuang waktu dengan langsung membaca keterangan yang tertera di layar pertama, disertai penjelasan dari Winwin yang terdengar setelahnya.
"Itu hasil otopsi dua hari lalu." terang Winwin. "Aku menemukan kejanggalan, Detektif Jung."
Jemari yang awalnya sibuk menggulir layar lantas terhenti. Atensinya dengan segera berpindah, serius menatap pria berkacamata di depannya. "Kumpulan barang bukti yang kau berikan mengeluarkan hasil yang bermacam-macam. Aku belum menemukan korelasi yang sempurna antara satu dan yang lain."
"Yang pertama, baju Jeon Somi, baju Na Haechan, dan sebilah pisau yang diduga menjadi senjata utama pembunuhan memang memiliki DNA yang sama, milik Jeon Somi. Tapi..."
Atensi Jaehyun fokus menunggu Winwin lanjut bicara. Pria yang sebenarnya begitu gelisah sejak kemarin itu lantas menaruh harapan besar akan penjelasan yang ingin Winwin berikan. Tak seperti sebelum-sebelumnya, kali ini harapan Jaehyun sedikit berbeda.
Entahlah, Jaehyun ragu.
"Pola darah yang ada di kaus hitam yang Haechan kenakan malam itu tidak berbentuk seperti cipratan seperti bagaimana seharusnya jika ia memang pelaku pembunuhan."
Dahi Jaehyun mengerut, pun ia menggulir layar tabnya, tepat menampilkan potret dari baju yang kini tengah menjadi objek pembicaraan mereka.
"Aku tau pakaian Haechan yang kau serahkan padaku memang sudah di cuci. Tapi bekas noda darah tidak semudah itu hilang apalagi jika sudah dibiarkan selama berjam-jam."
Jaehyun mengangguk paham. Warna kaus itu hitam, tentu tidak semudah melihat noda di pakaian berwarna terang. Satu persatu asumsi mulai muncul di benak Jaehyun. Dari yang terbaik hingga terburuk. Tapi, Jaehyun harus pintar-pintar menahan itu, setidaknya sampai ada penjelasan lanjutan.
"Terlebih pada celana, sama sekali tidak ditemukan darah disana."
Winwin kemudian menatap Jaehyun intens, diam-diam berusaha menelisik ekspresi janggal dari detektif di depannya. Tidak tau kenapa, Winwin merasa Jaehyun jauh dari kata tenang siang ini.
"Awalnya aku heran. Melihat kedalaman dari tusukan, seharusnya darah yang terciprat saat pisau ditarik keluar bisa menyebar jauh lebih luas. Kau sendiri lihat tempat kejadian. Darah itu ada di dinding, lantai, dan beberapa barang. Mustahil kalau celana yang Haechan kenakan justru bersih dari bercak sedikitpun." jelasnya dengan dahi yang sedikit mengerut. "Tapi aku sudah memeriksanya berulang kali, dan hasilnya tetap sama. Tidak ada darah disana."
KAMU SEDANG MEMBACA
ARCANE
Fanfiction"Haera, lari..." "Tolong, biarkan dia pergi dari sini." [trilogi bagian kedua] ©-retrojae2020