aku gatau kenapa gabisa nulis pendek, maaf. pelan-pelan aja bacanya, semoga tidak membosankan.
-----
Tak banyak yang Haechan lakukan di dalam ruang sepetak yang hanya berisi meja dan kursi di bagian tengahnya itu. Jangankan untuk berbicara, menatap Jaehyun saja Haechan enggan.
Pria itu duduk didepannya sekarang. Pertanyaannya masih -bahkan selalu- berputar pada titik yang sama. Jaehyun terlalu mencurigainya.
Sepanjang perjalanan dari rumah atap menuju kantor polisi, Haechan sama sekali tak jengah mengatakan bahwa bukan ia pelakunya. Berharap akan mendapat sedikit kepedulian dari Jaehyun. Tapi nyatanya, Jaehyun sama sekali tak acuh. Ia benar-benar tidak menggubris seluruh pembelaan yang Haechan berikan.
Lantas mau apalagi sekarang? Semua yang Haechan tau sudah ia katakan, pun seluruh argumen yang ia punya sudah seluruhnya dikeluarkan. Mau Jaehyun menyelidikinya sampai ribuan kali pun Haechan tetap tidak punya jawaban yang berbeda. Bukan dia pelakunya.
Pergelangan tangan kanan Haechan masih dilingkari oleh borgol, di kaitkan pada sandaran kursi di belakang punggung. Sementara tangan kirinya dibiarkan bebas. Entah apa maksud Jaehyun menguncinya dengan cara seperti ini.
"Aku butuh tanda tanganmu." Satu lembar kertas penuh akan tulisan Jaehyun dorong di atas meja, disertai satu pena diatasnya.
Surat persetujuan. Berisi pernyataan bahwa Haechan akan kooperatif dalam penyelidikan. Dan jika memang dinyatakan tidak bersalah, maka ia akan dibebaskan.
Haechan mengangkat alisnya, membaca keseluruhan isi surat itu dengan saksama. Sudah ada tanda tangan Jaehyun di bagian ujung kanan bawah selaku penanggung jawab kasus yang berjalan. Tinggal milik Haechan di sebelah kiri.
Tanpa berniat basa-basi, Haechan meraih pena dengan tangan kirinya. Lihai tangan Haechan bergerak menorehkan tanda tangan miliknya disana.
Jaehyun tersenyum tipis, sudut matanya melirik kamera pengawas yang berada di sudut ruang tanpa Haechan sadari. Satu bukti bahwa Haechan pintar menggunakan tangan kiri telah ia kantongi.
Jaehyun lantas berdeham, berniat memulai pertanyaan sebelum kemudian lebih dulu di sela oleh Haechan.
"Paman Jung-" Haechan memanggil, namun tak kuasa melanjutkan kata-katanya. Ia hanya memejam, menahan segala gejolak emosi yang bercampur aduk didalam diri. Batin Haechan kacau. Amarah dan kebenciannya atas tindakan Jaehyun bercampur sempurna dengan kegelisahaannya tentang Haera.
"Kau terus-menerus mengelak sejak tadi. Apa kau punya sesuatu yang bisa membuktikan kalau kau memang tidak bersalah dalam perkara ini?" Jaehyun bertanya dengan tenang, tapi Haechan justru bersumpah serapah dalam hati. "Banyak alasan kenapa aku mencurigaimu Haechan. Jangan kau pikir aku membawamu kesini tanpa dasar apapun."
Haechan hanya menatap tajam, seakan mengisyaratkan Jaehyun untuk menjelaskan apa alasan yang dimaksud.
"Pertama... mungkin akan ku mulai dari pakaian?" ucap Jaehyun. "Kau sembunyikan dimana celana panjang yang kau kenakan malam itu?"
Haechan semakin intens, lalu mendengus remeh. Pertanyaan bodoh macam apa ini. "Menurutmu bagaimana cara aku menyembunyikannya kalau benda itu ada di tanganmu?"
"Kau yakin celana itu ada padaku?" Jaehyun bertanya balik. Sukses membuat Haechan semakin jengkel. "Aku baru saja mendapat laporan. Hasil penggeledahan ulang rumahmu hari ini, anak buahku berhasil menemukan celana lain dengan model dan warna yang sama dengan yang ada padaku."
Haechan tertegun.
"Celana itu ada di dalam tong besi di atap rumahmu dalam kondisi yang hangus terbakar."
KAMU SEDANG MEMBACA
ARCANE
Fanfiction"Haera, lari..." "Tolong, biarkan dia pergi dari sini." [trilogi bagian kedua] ©-retrojae2020