Prolog

336 36 7
                                    

"(Y/N)! BANGUN! ATAU KOMIKMU MAMA SITA SEMUA!"

Alarm seperti itu adalah alarm tiap pagiku. Aku tersentak bangun, melompat dari tidur dan merapikannya asal sebelum melesat ke kamar mandi. Mengambil handuk dan seragam sekolah yang untungnya sudah kusiapkan kemarin malam.

Setelah mandi bebek dan berpakaian, aku duduk di meja rias. Menyisir rambut (h/c) yang kusut, maklum aku tidurnya kayak orang lagi senam. Gak bisa diem.

Tidak lupa, kusemprotkan parfum anak-anak dan bergegas turun setelah memakai kaus kaki. Sudah ada Mama, Papa, dan si Seli adikku di ruang makan. Aku buru-buru duduk di samping adikku dan menyantap nasi goreng sebagai menu sarapan hari ini.

Setelah makan, aku melangkah keluar setelah berpamitan dan adu mulut dengan Seli mengenai poster oppa-oppa koreanya yang raib entah kemana. Paling dijadiin alas piring sama Mama. Aku memakai sepatu dan melihat kedua temen lucknut-ku yang sudah menunggu.

"Lama beut! Cepetan, telat nanti!" Leta, si anak bersepeda merah, mengomel.

"Bonceng, yak? Ban sepedaku bocor, euy! Sialan emang tuh anak tetangga, nyebarin paku di jalanan." gerutuku.

Hana, si pemilik sepeda putih, terkekeh. "Mending, tetanggaku buang permen karet. Ih... jyjyc deh aku tuh!"

Setelah diperbolehkan, aku naik di boncengan sepeda Leta. Menyesali keputusan karena memilih Leta. Aku lupa kalau Leta suka banget ngebut, sok-sokan jadi berandal yang suka kebut-kebutan liar. Bikin sport jantung tau gak sih!

"Eh, bego! Itu depan tiang listrik!" seruku.

"LETA! ADA AYAM LEWAT!"

"ITU ENTOG-NYA BIARIN LEWAT DULU! ENTAR ENGKONG SUPRI NGAMOK!"

"ITU KUCINGNYA JANGAN DILINDES!"

"EH... ITU BOCIL NAPA MAU DITABRAK SIH?!"

"LET! TIKUNGAN ITU!"

"SABAR DULU NAPA! LAMPU MERAH!"

"LETAAAA! KALO MAU MATI JANGAN NGAJAK-NGAJAK!"

Seperti itulah teriakan yang kukeluarkan sepanjang perjalanan menuju sekolah. Aku harus menanggung malu, karena dari tadi diliatin sama pengguna jalan lain. Tapi, ya mau bagaimana lagi... emang kalo aku kaget ya refleksnya teriak.

Sungguh pagi yang tidak tenang...

***

"Serius? Gak mau nebeng?"

Aku menggeleng, menolak tawaran si Leta. Kami baru pulang dari les musik, sedangkan Hana sudah pulang dari tadi. Dia tidak ada les tari hari ini, jadi sepulang sekolah dia langsung balik ke rumah.

"Serius, gak apa! Cuma jalan satu blok doang, kok. Deket..."

Leta memandangiku, khawatir. "Kalo ada apa-apa gimana?"

"Santai! Semprotan ekstrak cabe selalu siap sedia. Udah, ya, aku cabut duluan! Bye, Let!"

Setelah acara melambai, aku beranjak pergi. Berjalan menuju area yang ramai. Ya, blok itu banyak karaoke yang jelas ramainya di malam hari. Aku sedang melewati gang belakang deretan karaoke, kalau lewat depan terlalu ramai kendaraan bermotor yang ugal-ugalan.

Berjalan sendirian membuatku memikirkan banyak hal. Membuatku mengharapkan hal yang aneh-aneh. Isekai, contohnya.

Langkahku terhenti kala mendengar suara keras dari atas. Aku menoleh, melihat sekantong besar penuh kaleng minuman. Hanya itu yang kulihat, sebelum semuanya menjadi gelap.

Entah kenapa, sebelum semuanya gelap, mulutku bergerak sendiri. Mengucapkan kalimat tanpa kusadari.

"Ah... kuharap aku bisa isekai..."

to be continued

The Girl of SadnessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang