13-Penerimaan

119 17 1
                                    

Pada akhirnya, orang-orang yang tadi protes menerima setelah aku memukul perut mereka dengan pedang kayu kala si kang codet meminta untuk adu kekuatan. Aku berakhir dengan melawan si pilar angin, titisan orochimaru, dan si tukang poligami.

Sementara Hana yang dilarang Shinobu untuk bertarung pun akhirnya adu shogi. Anak itu pun memenangkan pertandingan itu dalam sekali coba dan membutuhkan 5 menit.

Setelah puas, akhirnya mereka mengakui dan menerima kami. Kecuali si codetan beruban yang terus-terusan meneriakiku dan meminta tanding ulang, kuabaikan tentu saja.

"Untuk pesta penyambutan, ayo kita makan bersama! Aku tahu kedai ramen enak di kota! Lalu, ada kios manisan di dekatnya!" ajak Mitsuri bersemangat.

Shinobu mengangguk. "Tidak buruk. Kita bisa lebih dekat juga. Lalu, sudah waktunya makan malam."

Pada akhirnya, para pilar menyetujui saja. Kami pun berjalan ke kota. Hana masih merapat padaku, berjalan di belakang.

"Aku ingin makan di kediaman kupu-kupu saja..." rengeknya.

"Bukankah kemarin kamu bilang mau makan diluar?"

Hana memelototiku. "Tidak, jika bersama mereka. Makan siang hari ini pasti tidak tenang, deh."

"Ahaha... aku sependapat denganmu."

Dan benar saja, aku tidak bisa makan dengan tenang. Mitsuri, Rengoku, Uzui, dan Shinobu mengajukan pertanyaan basa-basi. Seperti umur, nama lengkap, ilmu pernafasan, misi, keluarga, dan sebagainya.

"Heeh?! Kamu tinggal di distrik hiburan Yoshiwara?" Uzui tampak tertarik kala Hana menjawab pertanyaan Mitsuri tentang tempat tinggal. "Apa kamu bekerja sebagai- AW!"

Alisku terangkat kala melihat pilar suara yang satu itu bangkit dari duduknya. Melompat-lompat sambil memegangi kakinya yang tampak memerah. Bagaimana bisa sampai semerah itu? Dia seperti habis diinjak pake sepatu hak atau digigit semut satu ton.

"Siapa yang menginjakku?!"

Hening.

Aku melirik ke sisi lain meja, tempat para pendiam duduk. Mereka tampak meneruskan makan, sesekali melihat bingung ke arah Uzui yang masih mengomel.

"Kamu yakin ada yang menginjakmu, Uzui-san?" tanya Shinobu.

"Tentu saja! Kalau tidak, bagaimana bisa kakiku semerah ini?"

"Mau kusembuhkan?" tawar Hana. "Aku punya salep herbal. Lumayan manjur untuk luka seperti itu."

"Tentu saja! Suatu kehormatan dapat diobati oleh gadis seflamboyan dirimu!"

Kerusuhan kembali terdengar dari sisi lain meja. Aku menoleh dan melihat si pawang uler berdiri, mangkuk ramennya terguling di meja. Si tapioka yang duduk di sebelahnya berdiri, mengibaskan haorinya yang tampak agak basah.

"Apa yang terjadi?" tanya Mitsuri.

"Sepertinya Iguro-san menumpahkan ramennya," jawab Shinobu. "Fujiwara-san, sepertinya kamu punya tambahan pasien."

Aku mengerutkan kening, bingung karena Hana tiba-tiba menegang. Dia menoleh ke arah pawang uler yang sedang menenangkan si kaburamaru yang tadi mencekiknya karena kaget. Temanku satu ini segera mengalihkan pandangannya ke arah Uzui.

"Tolong basuh dengan air dingin dulu, seharusnya itu membantu."

Aku memandang kasihan titisan orochimaru yang diseret ke arah dapur kedai itu setelah meminta izin. Sepertinya dia malah akan mati tercekik, karena yang kulihat dia diseret di kerah haorinya.

Bahkan hari pertama menjadi hashira saja sudah tidak tenang. Apalagi hari-hari selanjutnya. Memikirkannya membuatku lelah.

Seketika, aku menyesal menjadi pilar.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 06, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Girl of SadnessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang