11-Masa Penyembuhan

92 18 1
                                    

Sudah dua minggu aku di kediaman kupu-kupu, kuisi dengan beristirahat. Dalam dua hari terakhir, aku sudah mulai berlatih berjalan lagi. Hana juga sudah mulai berlatnih kemarin, hanya saja perkembangannya lebih lambat, mungkin karena lukanya lebih parah dan dia juga tidak sadarkan diri lebih lama hingga kakinya sudah mulai kaku.

Beberapa hari kemudian, aku menunjukkan progres yang baik. Aku sudah bisa berjalan seperti biasa, tidak kaku seperti robot. Lalu, Hana juga sudah bisa berjalan tanpa perlu dituntun, meski jalannya masih kayak zombi mabok.

Hari itu, latihan berjalan diakhiri lebih cepat dari biasanya. Kata si Aoi, di Mbak Ara-Ara mau memeriksa kondisi kami. Jadilah kami diperbolehkan beristirahat sejenak selama pilar serangga itu bersiap-siap.

Aku tidak suka pemeriksaan rutin setiap akhir pekan seperti ini. Karena, obat yang sehari-hari saja sudah menjijikkan. Dan setiap kali pemeriksaan berakhir, aku selalu diberikan obat lain yang rasanya jauh lebih menjijikkan.

Di pemeriksaan pertama aku memuntahkannya ke kaki pilar satu itu. Sampai sekarang aku tidak bisa melupakannya dan masih menahan malu kala berpapasan dengannya.

Sambil menunggu, aku dan Hana duduk berdampingan sambil memandang halaman yang luas. Hana sedang merangkai bunga yang entah ia dapat dari mana, sedangkan aku memutuskan melipat origami dengan bentuk abstrak karena tidak tahu mau melakukan apa.

Kupu-kupu aneka warna berterbangan di sekitar kami. Jujur, aku jijik dengan hewan satu ini, karenanya setiap kali ada yang mendekat aku langsung mengibaskan tanganku dengan panik untuk mengusirnya. Berbeda lagi dengan Hana yang dengan senang hati membiarkan tubuhnya dihinggapi kupu-kupu.

"(F/n)-san, waktunya pemeriksaan." kata Aoi.

Aku menoleh, meletakkan hasil karya origami-ku yang luar biasa absurd. "Baik. Duluan, ya, Hana."

Hana mendongak, mengangguk. "Hm! Obatnya diminum, ya, jangan dimuntahkan lagi."

"Kamu juga, Bodoh!"

Meninggalkan Hana yang terkekeh sendiri, aku mengikuti Aoi menuju ruang pemeriksaan. Mendapati pilar serangga itu sudah duduk di tempatnya biasa, memasang senyum yang biasa.

"Ohayo, (f/n)-san. Silakan duduk."

Aku membungkuk singkat sebelum duduk di tempat duduk pasien. "Ohayo, Kocho-san."

Pemeriksaan berlalu dengan cepat. Obrolan juga hanya berputar di sekitar "apa yang dirasakan" atau "apa kamu merasa pusing" atau "bagaimana latihan berjalanmu".

"Sudah selesai! (F/n)-san, aku akan memberikan obat untukmu, nanti diantarkan. Akan kuberikan juga manisan dan teh madu untukmu. Jangan sampai dimuntahkan lagi, ya."

Sambil menahan malu, aku pun mengangguk. Mengumpati pilar di depanku yang malah mengungkit kembali kenangan memalukan yang sangat ingin kulupakan itu.

"Selamat beristirahat, (f/n)-san."

"Terima kasih, Kocho-san."

Setelahnya, aku kembali ke kamar. Menanti kedatangan obat yang harus kuminum dengan sangat terpaksa. Untungnya, si 3 bocah itu benar-benar membawakan manisan dan teh madu.

Kuteguk segelas obat, kutelan secepat mungkin sehingga lidahku tidak keburu untuk mengidentifikasi rasanya. Sayangnya, teknik itu juga tidak berguna karena setelah kutelan pun rasa pahitnya masih menguar dan memenuhi rongga mulutku.

"Naho, Sumi, Kiyo, apa Hana sedang pemeriksaan?" tanyaku sambil menghabiskan tegukan terakhir teh.

Ketika anak itu mengangguk. "Hm! Kami dengar Aoi-san hendak memanggil Hana-san."

The Girl of SadnessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang