06-Awal Menjadi Kisatsutai

146 25 2
                                    

Beberapa hari kemudian.

Seorang penempa pedang mendatangiku. Ia memakai kimono dan haori berwarna gelap, membawa bungkusan yang sepertinya merupakan nichirin. Dia juga memakai topeng hyottoko, seperti para penempa lainnya.

Rei dan Sousuke menyambutnya dengan super ramah. Bahkan menghidangkan ocha serta makanan ringan, mereka sudah menyiapkannya dari kemarin sore.

"Saya Akiyama," Ia memperkenalkan diri sambil meletakkan bungkusan itu di meja rendah yang memisahkan kami. "Saya yang menempa pedang untuk (f/n) (y/n)-san. Saya menggunakan desain nichirin standar dan saya modifikasi sedikit di bagian gagangnya."

Ketika kain yang membungkus nichirin itu terlepas, aku kagum melihatnya. Saya*-nya diberi warna putih dan mengkilap, dihiasi gradasi ungu gelap di ujungnya. Gagangnya standar dengan warna putih dengan aksen ungu yang lebih muda.

Ketika aku menarik bilahnya keluar, warna ungu gelap nyaris hitam pun tersebar di bilahnya. Semakin mendekat ke ujung yang tajam warnanya semakin gelap hingga nyaris benar-benar hitam.

"Oh... Aku belum pernah melihat warna seperti itu," komentar Akiyama. "Warnanya begitu cantik, ya. Saya pikir sangat cocok untukmu, (f/n)-san."

"Benarkah? Nichirin ini juga nyaman kugenggam, Akiyama-san. Terima kasih sudah membuatnya dengan sangat baik."

Setelahnya, Akiyama terjebak dalam percakapan basa-basi dengan Rei dan Sousuke. Ketika matahari sudah tinggi, barulah ia pulang. Aku mengucapkan terima kasih untuk sekali lagi dan Akiyama pun pergi.

"Semoga nichirin itu dapat berguna untukmu, (f/n)-san." kata Akiyama ketika ia beranjak menjauh.

"Terima kasih, Akiyama-san."

***

Keesokan harinya.

Pagi buta. Aku terbangun oleh Rei yang menyuruhku untuk sarapan. Kupenuhi dengan senang hati, menyantap sarapan bersama itu menyenangkan. Meskipun kala sarapan jauh lebih sepi dibanding makan siang atau makan malam, mungkin karena Sousuke selalu membaca koran dan Rei sibuk membersikan rumah.

Sambil menahan kantuk, aku menyantap nasi dan sup miso. Aku lupa mencuci muka dulu, terlalu lapar untuk menunda sarapan meski hanya beberapa menit.

Ketenangan pagi itu dihancurkan oleh suara nyaring yang menyebalkan dari Kuro. Burung gagak yang satu itu dengan santainya hinggap di jendela dan berkaok-kaok nyaring, menyebalkan.

"KAAK! (F/N) (Y/N)! MISI PERTAMAMU ADA DI BARAT LAUT! KOTA TSUKIHIME! KAAK!"

Aku tersedak karena kaget. Sousuke pun terbatuk-batuk, tersedak ocha-nya dan menyumpahi gagak yang sudah terbang keluar dengan santainya.

"DASAR GAGAK SIALAN! DI MANA-MANA KASUGAI TIDAK ADA YANG SOPAN APA YA?! ARGH! SURAT KABARKU BASAH!"

"(Y/n), habiskan makananmu, lalu segera mandilah... Aku akan menyiapkan bekal untukmu." Rei mengabaikan suaminya yang masih mencak-mencak.

"Terima kasih, Rei-san."

Secepat mungkin, aku menghabiskan sisa makanan. Bangkit dan melesat ke kamar mandi, mandi secepat dan sebersih mungkin sebelum memakai seragam kisatsutai. Aku memakai haori yang baru Rei selesaikan kemarin, lebih nyaman dari haori yang kupakai ketika seleksi akhir.

Setelah memastikan nichirin terselip aman di ikat pinggang, aku keluar. Melihat bahwa Rei sudah menyiapkan sekotak onigiri dan dompet kain kecil.

"Ini ada onigiri, minuman dan sedikit uang. Semoga dapat membantumu." ucap Rei.

Aku menerima semuanya dengan senang hati. "Tentu! Saya sangat berterima kasih, Rei-san."

"Lalu, aku membelikanmu sepatu gaya barat itu. Dengar-dengar, lagi mulai populer." Sousuke menunjuk ke sepatu bot di jajaran geta, tampak mencolok sendiri.

The Girl of SadnessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang