08-Kibutsuji Muzan

110 22 1
                                    

"Kisatsutai, rupanya..."

Ya tuhan... Kenapa angin harus berhembus di saat yang tidak tepat, sih? Dengan pasrah, aku menghunuskan nichirin. Aku tahu kalau aku dapat mati kapan saja mengingat dihadapanku adalah si Marjan yang merupakan iblis terkuat saat ini. Tapi, aku tidak mau mati dalam keadaan pasrah, setidaknya aku ingin bertarung sekuat tenaga agar mati dengan keren. Walaupun aku lebih suka tetap hidup, sih...

"Kamu ingin melawanku?" tanya Muzan.

Aku menelan ludah. "Tidak, sebenarnya."

"Kamu jujur, ya..."

"Bohong tidak ada untungnya bagiku." jawabku singkat.

Muzan memandangi rumah iblis lowermoon yang kubunuh tadi. Dia sepertinya tahu bahwa lowermoon satu itu sudah kubunuh.

Aku masih marah... Bisa-bisanya aku yang seorang pemula ini dikirim untuk lowermoon. Yang ngasih misi enggak ada otak apa gimana, ya?! Lalu, malah ketemu sama Muzan lagi! Sepertinya mereka ingin sekali aku mati, ya?!

"Kamu membunuh lowermoon itu? Meski bukan pilar?" tanya Muzan. "Menarik juga."

"Keberuntungan." jawabku singkat.

Muzan mengangkat bahu. "Entahlah. Tapi lowermoon yang satu itu cukup merepotkan. Mau menjadi iblis? Aku lebih ahli mengembangkan bakat ketimbang si Kagaya."

"Aku tidak mau menjadi pengecut yang bersembunyi dari matahari."

Oh, sial! Kenapa pula aku bersikap kasar? Seharusnya aku tadi menolak dengan semua kesopanan yang ada. Tapi karena masih tersulut oleh emosi karena aku yang dikirim untik membunuh lowermoon, aku tidak sempat berpikir dua kali. Jadilah, yang keluar jawaban penuh ejekan itu.

"Dilihat dari gerak-gerikmu, kamu pasti tahu aku kan?" tanya Muzan.

Mencoba untuk tidak menarik perhatian, aku pun pura-pura tidak tahu. "Entahlah. Iblis biasa, kupikir."

"Kata manusia yang gemetaran kepada iblis biasa padahal beberapa menit lalu baru membunuh lowermoon."

Perkataan sinis Muzan membuatku menduduk. Memelototi kakiku yang tampak gemetaran. Terkutuklah kakiku yang tidak bisa diajak kompromi.

"Ya... Aku tahu kamu, Kibutsuji Muzan." gerutuku, mengakuinya karena tidak mau membuat iblis didepanku ini semakin marah.

"Menarik... Bukan pilar tapi kami tahu tentangku. Seberapa banyak kamu tahu?"

"Entahlah, bagaimana menurutmu?" tanyaku. "Coba kuingat... Mungkin aku tahu tentang ketakutanmu terhadap Yoriichi. Atau... keinginanmu menemukan blue spider lily? Lalu, bagaimana kamu bisa berubah menjadi iblis. Hm, apa lagi yang kuketahui ya?"

Sudah terlanjur, jadi aku memutuskan untuk membiarkan Muzan tertarik. Kalau dipikir-pikir setidaknya itu akan membuatnya tidak membunuhku. Palingan aku dikejar untuk dijadikan iblis. Tapi, lebih baik dari mati kan?

Mungkin aku akan menyesali keputusan ini suatu hari nanti, tapi saat ini... kupikir ini yang terbaik. Tujuanku hanya selamat sampai matahari terbit, untuk itu aku membutuhkan si Marjan ini tertarik padaku hingga tidak akan membunuhku di sini.

"Oh... Kamu tahu banyak..." gumam Muzan.

"Begitukah menurutmu?"

Kilat mata tertarik di mata Muzan pun membuatku menelan ludah. Sepertinya penyesalan itu datang lebih cepat dari yang kuduga. Aku sudah menyesali keputusan yang kupilih beberapa detik yang lalu.

Ternyata, diminati oleh Muzan bukanlah hal yang menyenangkan. Lihatlah wajah yang mirip psikopat itu! Membuatku ingin aku meninju diriku sendiri di beberapa detik lalu yang memilih diminati Muzan ketimbang mati. Kalau seperti ini, mending aku mati saja tadi setidaknya lebih tenang.

The Girl of SadnessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang