03-Seleksi Akhir

219 38 2
                                    

Beberapa hari kemudian, aku pun sudah bersiap pergi. Memakai haori yang dijahit oleh Rei sendiri dan membawa nichirin milik Rei yang sudah diasah oleh Sousuke. Entah kenapa, dua benda itu membuatku merasa bahwa mereka masih menemaniku. Itu membuatku tidak merasa kesepian banget.

Lokasi ujiannya di gunung fujikasane. Bunga-bunga wisteria yang bermekaran tampak seperti tirai-tirai ungu yang cantik. Aku tiba di garis start-nya dengan mudah, memandangi sekeliling dan menyadari bahwa itu bukanlah tahun di mana Tanjiro ikut karena tidak ada satupun yang kukenali.

Diam-diam, aku melihat orang di sekitarku. Melihat mereka sangat percaya diri. Membuatku merasa kurang pede. Rasanya tuh seperti ikut lomba cerdas cermat karena disuruh, sedangkan lawannya adalah murid pinter bergelimang prestasi.

Si anak Oyakata-sama yang 11-12 dengan robot itu datang. Mengumumkan soal seleksi akhir dan segera memulai seleksi ini.

Kala malam tiba, aku menghela nafas. Bangkit dan mempersiapkan diri untuk berbagai macam iblis yang muncul. Semoga ada iblis cogan di sini, bisa buat hiburan sesaat.

Aah... Sepertinya dalam 7 hari ini, aku harus menjadi kembaran kelelawar.

Suara jeritan kesakitan, ketakutan, kepiluan terdengar menembus keheningan malam. Aku juga dapat mendengar suara menjijikan dari iblis yang sedang makan. Bagi para iblis, sepertinya seleksi akhir ini seperti prasmanan.

"Aah... Sepertinya 7 hari terlalu lama," gumamku. "Kalau begini, satu hari saja sudah cukup untuk membantai setengah dari jumlah awal."

Aku memanjat naik ke pohon. Berdiri tegak dan bersenandung senang kala aku dapat melihat area sekitar dengan jelas. Aku mengerutkan kening kala melihat seorang iblis tengah menghabiskan daging manusia di depannya, menjijikan. Rasanya membuat isi perutku dapat keluar kapan saja.

"Gadis kecil, turunlah... Jadilah makanan pembukaku..."

Suara serak itu membuatku menunduk. Aku memandangi iblis yang memanggilku dari bawah. Jelas bukan cogan, malah kayak jamet di pasar.

Diskriminasi sekali para iblis ini. Iblis rendahannya muka macem jamet ato preman pasar. Tapi, iblis 12 bulannya cakep-cakep semua. Bahkan banyak juga yang ngehusbuin terutama si engkong-engkong itu, si dedek laba-laba juga sih.

"Heh, Jamet! Jangan merusak mood, deh. Syuh! Syuh! Datenglah kalo udah operasi plastik atau udah glow up. Muka jametmu itu pingin sekali kutimpuk pake sandal curian." usirku.

"JANGAN MEMBUATKU MARAH, J*L*NG!"

"KAMU MENGATAIKU APA, JAMET?! KE SINI KAMU SIALAN... KURACUNI KAMU DENGAN RACUNNYA MBAK ARA-ARA!"

"KAMU YANG KE SINI! AKU TIDAK BISA MANJAT POHON!"

"DIH! KOK NYURUH!"

Ok, abaikan adu mulut itu. Pada akhirnya aku melompat turun setelah mengeluarkan nichirin. Aku menjejak dengan kokoh, sudah dalam posisi kuda-kuda dasar.

Sebelum iblis itu dapat menyerang, aku mengambil ancang-ancang. Melesat pada iblis itu, melompat dan berputar di udara untuk menghindari cakaran iblis ini. Aku menguatkan genggaman pada gagang nichirin.

"Pernapasan kesedihan, bentuk kesatu: Tebasan Menangis."

Aku memberikan satu sabetan melingkar. Mengenai lehernya dengan telak. Memenggal kepalanya, memisahkannya dari tubuhnya. Aku mendarat di tanah dengan aman, menyarungkan kembali nichirin dan memandang penuh ejekan kepada kepala iblis yang masih meraung-raung tidak terima.

"Tidak jadi menyantapku, eh, Jamet?" ejekku.

Iblis itu menatapku dengan nyalang. "Aku akan membunuhmu, J*l*ng! Kemari kamu! Akan kukoyak dagingmu!"

The Girl of SadnessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang