Chapter 6 : Date?

825 132 2
                                    

Sarapan telah selesai, Dolores bertugas mencuci semua piring, aku bermaksud untuk membantunya walau hanya dengan mengelap piring dan yah.. Disinilah aku sekarang.

Tempat cuci piring bersama Dolores dan kecanggungan. Jujur saja, aku sangat amat benci dengan yang namanya ' canggung '

Aku berusaha menciptakan sebuah percakapan namun Dolores selalu menjawab seadanya. Apa suasana hati nya kurang bagus?

Semenjak pertengahan sarapan tadi dia selalu murung.

Ah, sudahlah. Aku kembali berusaha menciptakan topik dan pada akhirnya aku memutuskan untuk berbicara tentang Karunia nya yang luar biasa itu, “Apa kau sering kerepotan dengan Karuniamu?” Dia sontak berhenti membasuh piringnya sebentar dan kembali membasuh beberapa detik kemudian.

“Yah, dulu aku cukup kerepotan dengan Karuniaku. Tapi, kurasa sekarang aku sudah bisa mengendalikan nya. Kenapa kau menanyakan hal itu?” Jawab dan tanya Dolores tanpa melihat kearah ku.

“Aku hanya merasa kalau kekuatan mu itu keren.” -(Name)

“Keren darimananya?” -Dolores

“Kau bisa mendengar semua informasi yang kau mau. Seperti, jika ada suatu kelompok yang ingin menyerang Encanto, kau mendengar nya duluan dan bisa segera mengevakuasi warga sebelum kelompok itu datang menyerang Encanto.” -(Name)

“Bahkan kau bisa mendengar rahasia orang—” Belum sempat menyelesaikan perkataanku, Dolores lebih dulu berucap, “Semakin sedikit yang kau tau, maka itu semakin bagus.” Huh? Apa maksudnya? Dolores meniriskan piring terakhir nya dan mengelap tangannya lalu pergi meninggalkan ku yang masih kebingungan dengan perkataannya barusan.

Hey, tunggu.. Apa aku membuatnya marah?

Aku melamun beberapa saat dengan rasa bersalah pada Dolores karena aku (mungkin) telah membuatnya marah.

Sampai-sampai aku tak menyadari ada suara langkah kaki mendekati ku.

Dengan keadaan masih melamun sembari mengelap piring yang sudah kering, aku masih belum menyadari kalau suara langkah kaki itu semakin mendekati ku.

“Hey, Hermosa!” Camilo menepuk kedua pundak ku secara tiba-tiba, aku pun kaget, kembang api muncul diatas kepalaku, dan secara tidak sengaja, piring itu lepas dari pegangan ku.

Aku segera menangkap nya, bersamaan dengan Camilo yang berusaha untuk menangkap nya juga karena ikut panik.

Aku melirik Camilo dari ujung mataku. Begitu pula Camilo. Kami bertatapan beberapa detik kemudian Camilo melepaskan tangannya dari piring yang kami pegang.

Perempatan imajiner muncul di pelipisku, aku segera menendang perut Camilo dengan kekuatan penuh dan itu sukses membuatnya mengerang kesakitan.

“Jangan usil.” Aku menjauh, meninggalkan Camilo yang sedang memegang perutnya.

Aku menaruh piring itu pada rak piring dan pergi meninggalkan tempat cuci piring tanpa menghiraukan panggilan Camilo.

Tak lama kemudian, ia mengejarku dan menyamakan langkahnya.

“Kakimu kuat.” Entah Camilo mencoba memuji atau menyindirku, aku hanya diam mengacuhkannya.

Aku keluar dari Casita dan bermaksud untuk membantu para warga.

Baru saja aku keluar, aku samar-samar langsung melihat ada 2 orang gadis yang terus memandangi sebuah gaun dengan tatapan bingung.

“Apa ada yang salah dengan gaun ini?” Aku mendatanginya dan segera mengeluarkan kilauanku, “Sepertinya kau memerlukan ini.”

“Oh! Kilauan emas! Terimakasih, nona muda!” Aku berjalan menjauh sembari tersenyum dan melambai ke arah mereka.

Dan kegiatan seperti itu terus berlanjut sampai beberapa jam kedepan.

Tapi, ada satu hal yang terus mengganggu ku sedari tadi. Itu adalah, Camilo yang sedari tadi mengikutiku tanpa melakukan apapun selain berjalan di belakangku.

Aku menarik nafas panjang dan menghembuskan nya pelan, “Katakan. Apa maumu?” Aku membalikkan tubuhku dan berhadapan dengan Camilo.

“Berkencan denganmu” Ucapnya enteng sembari mengeluarkan senyum andalannya.

Aku memutar kedua bola mataku malas, dan kembali berjalan ke depan sekaligus mengelilingi kota.

“Kenapa kau malah mengelilingi kota?” -Camilo

“Agar kau mendapatkan pekerjaan dan lepas dariku." -(Name)

“Kau bosan?” -Camilo

.....

Terlalu peka, sialan.

“Mau coba ke taman?” Camilo memajukan langkahnya, yang tadinya berada di belakang ku menjadi di depanku.

Ia mengulurkan tangannya padaku. Dengan wajah kusut, aku terpaksa menerima uluran tangannya karena aku benar-benar bosan sekarang.

☆★☆

“Woah, aku baru tau ada tempat seperti ini di Encanto! Anginnya kencang!” Aku menahan rambutku dengan satu tangan agar tak berterbangan. Sedangkan tanganku yang satunya lagi masih bertautan dengan Camilo.

Aku melepaskan tautan itu lalu berjalan dan berjongkok mendekati bunga-bunga yang tumbuh berhamburan ditanah.

“Bunganya indah..” Gumamku pelan, aku mendekatkan wajahku pada bunga itu.

“Sama seperti dirimu” Camilo menyelipkan helaian rambut depan ku ke belakang telinga sambil tersenyum lembut.

“Pfft, bola api mu muncul lagi!” Camilo terkikik pelan setelah menyadari bola api ku muncul.

Sesaat aku ingin memukul wajahnya, ia terlebih dahulu bertanya, “Hey, bisa kau beritahu aku tentang Karunia mu? Aku masih bingung, kenapa dari kilauan bisa berubah menjadi bola api?” Ku urungkan niatku untuk memukulnya dan lebih memilih untuk menjawab pertanyaannya.

“Entahlah. Aku tak tahu pasti. Tapi aku biasanya menyimpulkan, dari kilauan berubah menjadi percikan api lalu menjadi api seutuhnya.” -(Name)

“Apa kelemahan mu?” -Camilo

“Air. Kilauanku akan luntur seketika jika terkena air.” -(Name)

Aku memutar kepalaku ke kiri dan memandang wajah Camilo dari samping.

“Kau banyak tanya.” -(Name)

Camilo melirikku, dia memutar kepalanya ke kanan, berhadapan denganku. Dia tersenyum miring dan menumpu dagunya pada tangan kiri.

“Aku ingin mengetahui semua tentang calon istriku.” -Camilo

“Diamlah atau ku pukul kau.” Camilo hanya tertawa pelan mendengar perkataan ku.

Samar-samar aku mendengar suara Abuela memanggil Camilo, aku segera berdiri. Camilo menatapku heran, “Kenapa?”

“Kau tak mendengarnya? Abuela memanggilmu. Pergilah, aku sudah cukup puas dengan kencan singkat ini.” Aku mengulurkan tanganku padanya, ia mengedipkan matanya beberapa kali lalu meraih tanganku.

“Sampai nanti, Hermosa!” Camilo berlari keluar dari taman, meninggalkan ku yang sedang melambaikan tangan. Ia membalas dengan lambaian tangan juga tentunya.

Camilo kini telah hilang dari pandanganku, aku memandangi taman bunga itu sekali lagi lalu ikut pergi meninggalkannya. Aku bermaksud kembali ke Casita.

My New Home【 Camilo X Reader 】Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang