(Ravi) Orang Yang Sama

4 1 0
                                    

       Kakinya berjalan lunglai setelah ia kembali mengingat kenangan yang sudah sangat lama sekali. Bahkan ia pikir tak akan lagi bertemu dengannya. Apakah gadis itu menyadari hubungan itu. Apa dia juga mengingatnya. Ravi sedikit gusar hatinya. Seharusnya mereka saling mengingat, walaupun itu hanya janji yang terlontar tanpa perasaan seperti orang dewasa.

Tepat 15 tahun silam...

       Ravi terduduk memegangi lututnya yang berdarah karena sandal baru yang kini telah ia benci sebelum 1 jam yang lalu ia menyukainya. Sandal yang terlalu licin ternyata. Ia bodoh sudah menyukainya dari awal karena gambar spiderman keren dipunggung sandal itu. Ternyata spiderman itu tak mampu melindunginya dari batu yang tadi ia sandung secara tidak sengaja.

       Ia merasakan sakit yang belum pernah ia rasa sebelumnya. Matanya hampir berkaca kaca, walaupun sebenarnya ia lebih kesulitan berusaha menahan tangis yang hampir tumpah dari mata beningnya daripada menahan sakit yang ia rasakan sekarang. Menurutnya lelaki sejati tidak akan menangis kesakitan dan ia bukan lelaki lemah.

       Seorang anak sebaya dengannya menghampiri dengan wajah datar, seperti penasaran dengan luka di lutut Ravi. Namun dia hanya tersenyum sembari duduk

"Kakak kenapa ? Habis jatuh ya ?"

       Ravi tak menjawab, ia hanya tetap memegangi lututnya tanpa memerdulikan gadis kecil didepannya

"Cuman berdarah dikit, cengeng kalo sampe nangis" ejeknya

       Siapa anak ini dalam hati Ravi. Apa yang dia tau soal sakit ini. Bukan kakinya yang terluka. Mengapa dia berlagak kuat menyombongkan diri padahal kakinya baik baik saja. Sebelum Ravi ingin memakinya, gadis itu kembali berbicara.

"Kakiku pernah luka sampe dijahit, luka dilututmu bentar lagi juga sembuh"

"Dijahit ? Kenapa ?"

"Gara gara jatuh dari lantai 2"

"Kukira cuma baju aja yang bisa dijahit"

"Tau nggak ? Rasanya sakiiiiittt banget"

"Kamu nangis ?"

"Enggak !"

"Bohong ! Kamu pasti nangis"

"Aku nggak nangis, tapi aku takut"

"Takut apa ?"

"Takut papa aku pergi"

"Kenapa papa kamu pergi ?"

       Namun dia hanya menggelengkan kepalanya.

"Aku punya plester, tapi luka begitu harus dibersihin dulu"

"Oiya ?

"He'em.. Pake air"

"Tapi nanti pasti perih"

"Tapi kata orang orang kalau nggak dibersiin malah parah, nanti lukanya makin lebar"

"Haah !?" Ravi ternganga

       Ravi menatap sayu lukanya. Dia tidak ingin luka itu semakin lebar, tapi ia juga semakin kesal, karena ia dinasehati oleh anak yang sepertinya lebih muda darinya.

"Kamu siapa si? Ngapain kesini ?"

"Eh kata orang tua aku gak boleh kasar ngomongnya sama orang lain"

       Ravi hanya cemberut mendengar nasehat anak itu lagi. Lalu tiba tiba terdengar suara jepretan kamera dari arah lain, itu orang asing lainnya yang datang entah siapa, namun sepertinya mengenali gadis kecil didepannya.

"Eh, Kak Senja ! ini liat deh, kakak ini habis jatuh.. Tolongin yuk !" serunya pada orang itu.

       Orang itu menghampiri Ravi ....

Langit Untuk CahayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang