||13|| Biru yang mengantar, Abu yang menjemput.

4 2 5
                                    

Putih baru separuh menaiki anak tangga, saat Kean--abangnya--baru saja keluar dari kamarnya.

"Bang Kean abis dari kamar aku?" Tanyanya, saat Kean baru saja menutup pintu kamarnya. "Ngapain?"

Kean menoleh sekilas pada pintu kamar adiknya, lalu kembali melihat pada sang adik. "Kamu lagi deket sama cowok?" Tanyanya, dengan wajah yang dimajukan.

"Apa?--enggak." Jawabnya spontan.

"Yakin?" Tanya Kean sungguh menyelidik.

"Iya. Yakin." Jawabnya, namun Kean masih memperhatikan adik perempuannya itu.

"Oke." Kean kembali memundurkan wajahnya, tak lagi memperhatikan sang adik dengan tatapan menyelidik. "Tapi barusan ada cowok yang nelpon. Kayanya gila. Masa ngatain abang anjing." Jelasnya memberitahu, berhasil membuat Putih terkejut bukan main.

"Ah, iya. Kayanya orang gila. Mungkin salah sambung." Ucap Putih, berusaha bersikap biasa.

"Tapi kayaknya dia kenal sama kamu. Tadi sempet nyebut sekolah--"

"--iya mungkin. Tapi yaudah lah. Aku mau ke kamar dulu. Mau istirahat. Bang Kean cepet tidur, selamat malam." Potongnya, dengan langsung masuk kedalam kamarnya, meninggalkan Kean disana.

Putih segera menutup pintu kamarnya. Berjalan dengan cepat, menghampiri Handphonenya yang berada diatas meja belajar.

"Tuh kan. Abu yang telpon. Pantes aja disebut orang gila sama bang Kean."

Setelah melihat nama panggilan yang masuk tadi, Putih sedikit mendecak dan melakukan sambungan kembali padanya. "Tadi Abu bicara apa aja ke bang Kean. Semoga gak bicara macem-macem." Gumamnya, saat menunggu deringan tersambung.

"Hallo? Ini siapa ya? Maaf salah sambung--"

"--hallo Abu. Ini aku, Putih." Sahut gadis itu mendahului, sebelum panggilannya terputus.

Terdengar suara helaan napas dari sebrang sana.

"Putih? Ya ampun. Lo kenapa biarin Abang lo yang terima telpon, gue sampe ngumpet kasar saking kaget."

"Tapi tadi gak bicara macem-macem, kan? Gak bilang soal kasus yang disekolah." Ucap Putih dengan khawatir.

"Enggak. Tenang aja. Gue langsung matiin telponnya tadi, waktu Abang lo yang jawab."

Putih menghembuskan napasnya dengan lega. "Syukurlah. Ouhya, tadi kenapa telpon?" Tanyanya.

"Gak papa. Cuma mau bilang kalo gue mau ke Jepang. Mau jemput Ibu di Korea."

"Apa?"

"Bercanda."

Putih hampir saja kehilangan detak jantungnya, yang seakan berhenti ketika mendengar bercandaan yang Abu lontarkan.

"Oh ya. Mau kebab atau bakso? Biar gue bawain kacang rebus dirumah."

Putih nyaris tertawa atas ucapan konyol yang lagi-lagi Abu lontarkan padanya, sebagai candaan. Cowok ini, ada-ada saja. Lucu.

"Gak usah. Gak mau apa-apa." Jawab Putih membalasnya, dengan masih terkekeh kecil. Gadis itu bergerak untuk menggeser kursi belajarnya, lalu duduk disana.

"Cuaca lagi gak stabil ya."

Alis gadis itu terangkat sebelah dengan samar. Keningnya sedikit berkerut--lelucon apalagi yang akan cowok itu katakan padanya sekarang.

"Kadang panas. Kadang dingin. Kadang kangen sama lo."

Suara tawa dari Putih membuat kekehan dari sebrang sana terdengar. Gadis itu menggeleng dengan beralih memandang jendela kamarnya yang terbuka.

Antara Abu Putih BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang