||16|| Pakai hati

6 2 0
                                    


Derap langkah dari dua orang yang saling mengejar, terdengar memburu disepanjang koridor.

Sudah cukup semuanya. Ia tidak mau dipermainkan layaknya boneka yang sesaat untuk menghibur--agar orang itu merasa puas dengan permainannya.

"Tunggu dulu Putih!"

Langkah Abu berhasil menghalangi langkah gadis itu. Berdiri tepat didepannya, dengan sebelah tangan yang mencekal lengan Putih agar tidak pergi darinya.

"Lo terima gue apa adanya, walau lo tahu gue banyak kekurangan. Emang gak sesulit itu buat dapetin lo, tapi gue gak akan semudah itu lepasin lo." Ucap Abu dengan sungguh-sungguh, menatap tepat kedua mata gadis didepannya.

"Kenapa?" Putih mulai mengangkat wajahnya, mendongak untuk membalas menatap cowok didepannya. "Karna kamu belum merasa puas buat mainin aku, itu sebabnya kamu gak mau lepasin aku--"

"Bukan. Percaya sama gue. Gue ngerasa beruntung bisa jadi pemilik hati lo, walau sebenarnya ada Biru yang selalu deketin lo. Tapi lo masih milih gue. Gue sayang sama lo. Gue janji gak bakal permainin lo. Tetep sama gue ya?"

Putih terdiam.

Pandangan kedua terkunci untuk sesaat, sebelum akhirnya Putih memilih pergi, dan melepaskan cekalan tangan Abu pada tangannya.

Abu berbalik. "Putih." Ia memanggilnya, dan memandangi kepergian gadis itu yang terus berjalan dengan cepat--untuk pergi darinya.

🗑️

Abu merasa kosong. Ada yang aneh pada dirinya. Jantungnya mendadak berdegup gelisah dan tidak menentu. Pikirannya hanya terpusat pada gadis yang belum lama ini menjadi pacarnya--walau hanya bohongan.

Kepulan asap rokok, seperti belum bisa menyamarkan rasa aneh yang dirasa. Abu masih menyesap barang itu, walau sudah hampir menghabiskan setengah dari bungkusnya.

"Nyesel lo, sekarang?"

Abu masih menyesap rokoknya dengan tenang. Menghembuskan asap dari dalam mulut dan hidungnya, lalu asap putih mengepul itu memenuhi sekeliling atap sekolah. Mungkin hanya Kenan--orang yang bisa diajak untuk berdiam seperti ini--yang tentunya masih waras untuk diajak bicara.

"Mungkin awalnya cuma iseng. Tapi mencintai seseorang, itu gak peduli awalnya kaya gimana. Lo masih mau sia-siain dia?"

Abu tetap diam.

"Lo masih mau permainin hati dia? Disaat kita gak tahu masih ada kesempatan kedua untuk kita, sebelum akhirnya gak ada. Lo mau hargai dan jaga hati dia?"

Untuk kali ini, Abu mau untuk menoleh pada Kenan--yang tengah duduk diatas meja yang bertumpuk disudut rooftop, dengan pandangan lurus kedepan--pastinya tanpa kepulan asap rokok seperti Abu.

"Maksud lo gue suka sama dia?" Tanya Abu, menatap sipit pada temannya itu.

"Jangan tanya sama gue. Tanya sama hati lo sendiri." Dan sepertinya, Kenan adalah sosok yang sangat ahli untuk diajak konsultasi tentang perasaan.

🗑️

Diam ku bersuara.
Hanya saja kau yang tidak bisa mendengarnya.
Kau tak mau, dan aku tak mau berharap. Membuatku seakan baik-baik saja.
Kau tak melihat, namun tak hilang.
Hanya ku sembunyikan disudut paling dalam.

Aku mencintai, namun tak ingin ku ungkapkan.
Karna dengan diam, ku tak dapat penolakan.

Seharunya dari awal, Putih memang tidak usah mengungkapkan perasaannya. Seharusnya dari awal, ia tetap diam, agar ia tidak mendapatkan penolakan--yang ternyata tidak lebih sakit dari sebuah perasaan yang di permainkan.

Antara Abu Putih BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang