"Abu tunggu, kita mau kemana?"
Gadis dengan sebelah tangan yang masih terus digenggam dan ditariknya untuk mengikuti, bertanya-tanya dengan sesekali melirik pada siswa-siswi yang berlalu lalang memperhatikannya. Dan semua kebingungan gadis itu terjawab sudah tatkala kedua kaki mereka melangkah memasuki area kantin.
Abu menyuruh Putih untuk duduk, sementara dirinya berlalu untuk memesan dua just strawberry, dan kembali dengan membawa dua just berwarna merah muda itu.
"Di minum." Ucapnya begitu saja, tanpa ada raut wajah yang mengenakan untuk dilihat.
Putih sendiri hanya bisa menurut, meminum sedikit just tersebut melalui sedotan, dengan melirik Abu.
Cowok itu terlihat sedikit mengerikan jika sedang seperti ini. Putih bahkan dibuat sedikit takut. Tidak ada lagi raut wajah yang selalu bertingkah konyol ataupun seringai yang membuat wajahnya semakin tampan.
"Bikinin gue puisi dong."
"Hah?"
"Bikinin gue puisi. Bisa?" Ulang Abu, dengan kedua tangan yang bersikap sedari tadi.
Putih mengangguk pelan, dengan sorot mata yang tertuju pada cowok yang duduk didepannya. Abu terlihat merilekskan dirinya, dengan menyandar pada punggung kursi.
"Coba buat sekarang." Titah Abu dengan gampangnya.
"Bukunya? Mau aku tulis atau--"
"--sebentar." Potong Abu, seraya bangkit dari duduknya.
Putih hanya diam. Menunggu cowok itu kembali dengan sebuah kertas putih polos, dan satu pulpen yang baru saja dibelinya di koperasi.
"Ini." Tangan Abu meletakkan kertas beserta pulpen hitam diatas meja. Membuat putih melihatnya. "Buatin gue puisi. Kalo boleh request, gue pengen yang menggambarkan tentang--rasa rindu, tapi gue gak bisa ketemu." Pintanya, membuat kedua mata gadis itu menatapnya lekat, lalu kembali turun untuk melihat kertas putih tersebut.
"Kenapa kamu pengen aku buat puisi?" Tanya Putih begitu terheran.
"Bukanya lo emang suka nulis puisi?" Jawab Abu berbalik bertanya. "Apa lo gak bisa buatin gue satu puisi aja?" Tanyanya lagi--ia meminta bukan tanpa alasan.
"Yaudah."
Tangan Putih meraih pulpen hitam tersebut. Menggeser sedikit kertasnya agar lebih dekat, dan memudahkannya untuk menulis.
Sementara itu, Abu masih memperhatikan setiap gerak atau kening gadis itu--yang seakan berkerut samar, mencoba berpikir--dan dirinya menunggu dengan meminum just strawberry yang ia pesan. Bukan tanpa alasan mengapa ia memesan just strawberry.
Tangan Putih mulai bergerak diatas kertas, seolah sudah mendapatkan rangkaian kata yang akan ia tuangkan.
-Rindu-
Sedikit kata yang ku rangkai.
Aku menyadari arti dari sebuah rindu.
Tapi ku rasa itu mustahil.
Bahwa aku bisa bertahan dari arti sebuah merindu.
Sulit.Baru beberapa rangkaian kata yang Putih tulis, seseorang datang membuat fokus gadis yang sedang menulis puisi itu terhenti, dan mengangkat kepalanya.
Callista.
Gadis itu terlihat menatap Abu dan Putih secara bergantian. Kerutan di keningnya terlihat begitu jelas. Seakan merasa sangat bingung.
"Lo ngapain disini? Kenapa duduk sama Abu--dan apa ini, kalian minum just bareng?" Tanya Callista tertuju pada Putih.
Abu bangkit dari duduknya. Moodnya sedang tidak ingin berurusan dengan gadis lain, kecuali Putih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Abu Putih Biru
Fiksi Remaja"Kamu pergi, kita putus!" "Kamu bercanda, kan? Tarik ucapan kamu." "AKU BILANG KITA PUTUS!" Hening. "Oke. Kita putus!" "Kamu serius? Kamu mau kita putus Abu?" "Itu kan yang kamu mau?" Dan harusnya ketika itu Abu mengerti, bahwa Putih hanya berniat...