Sinar Bintang : Jangan Meledak!
Di belakang sekolah, tepatnya di bawah pohon rindang, aku menyandarkan punggung ku di batangnya yang kokoh.
Terkadang aku suka berandai, jika aku memiliki kekuatan yang sama seperti batang pohon ini. Jika aku memiliki daun yang lebat seperti pohon ini, sehingga bisa menjadi tempat beristirahat ternyaman yang pernah ada.
Kali ini aku tidak mengerjakan pekerjaan rumah yang di beri oleh guru ku. Aku lebih memilih memejamkan mata, sekedar menikmati semilir angin di teriknya matahari.
Seperti dejavu, terdengar kembali suara kresek kresek langkah seseorang yang mendekat. Aku membuka mataku, melihat teman sekelas ku melangkahkan kakinya tanpa ragu. Kemudian dia mendudukkan dirinya di sebelah ku.
"Kenapa sendirian di sini?" Tanya Vyra dengan lembut. Dia menatap ku, aku benci tatapan Vyra yang satu ini. Maksud ku, tatapannya memang menyiratkan kasih sayang, tapi tidak sama seperti tatapan Kak Rigel. Bukan tatapan kasih sayang yang itu.
"Sedang mencari udara segar." Jawab ku seadanya
"Gak takut? Kan banyak tuh temen-temen yang bilang kalau tempat ini angker."
"Memang angker."
"Lo pernah liat?!"
Aku tersenyum jahil. "Pernah. Wujudnya cowok. Mau ketemu? Nanti gue panggil."
Vyra sontak merinding. "Gak usah ngawur lo! Lagian gue sering kok lewat sini kalau habis ekstrakurikuler band. Gak ada apa-apa tuh."
"Yah, tadi kan lo nanya. Gue cuman jawab aja."
Aku terkekeh melihat wajah cemberut Vyra. Padahal hantu yang ku maksud itu Kak Rigel. Ya habisnya, suka tiba-tiba muncul. Apalagi munculnya di pikiran. Kayak hantu.
"Gak ada hantu kok, Vyr. Lo tau kan, hantu itu berasal dari pikiran kita. Semacam imajinasi yang menjadi nyata. Hantu versi gue, hantu laki-laki yang sukanya jatuh dari pohon."
"Yeu, itu mah bukan hantu namanya!"
"Terus apaan?"
"Teman halusinasi."
"Ya udah, anggap aja begitu."
Selanjutnya kami berdua terdiam.
"Jangan bengong gitu ah. Gue takut salah satu dari kita kesambet." Ujar Vyra yang berhasil membuat tawa ku pecah.
"Gemintang, jangan ketawa." Lanjutnya
"Kenapa?"
"Daripada kelihatan bahagia, lo justru kelihatan miris."
"Sialan lo."
Gantian Vyra yang ketawa. "Lagian lo ketawanya pelan amat. Makanya kalau istirahat tuh jajan, biar ada tenaga! Ini malah melamun. Mikirin apaan sih emangnya?"
"Bintang."
"Duh, Gemintang, teman-teman lo itu adanya malam-malam. Bukan siang bolong begini!"
Aku tersenyum. "Bintang ada juga kok kalau siang. Cuman gak kelihatan aja. Mungkin karena kalah dengan sinar mentari. Tau sendiri, bintang hanya bisa bersinar di gelapnya malam."
"Tau dari mana lo?"
"Gak tau, gue ngasal."
Vyra berdecak kesal. "Terus lo mau ngapain sama bintang?"
"Mau mendekapnya. Mau bisikin kalau enggak apa-apa sinarnya kalah dengan lampu kota, enggak apa-apa kalau sinarnya mulai rapuh. Tapi tolong tetap bertahan, jangan meledak dulu. Gue belum siap menyaksikannya jadi serpihan."
Vyra mengalihkan atensi sepenuhnya ke arah ku. Rupanya dia paham pembicaraan tentang bintang. "Kalau nantinya bintang tetap memilih untuk pergi?"
"Kenapa harus pergi? Kenapa tidak menatap meski hanya sebentar saja?"
"Barangkali bintang sudah lelah."
"Kan bisa istirahat sejenak. Kenapa mudah sekali menyerah?"
"Kalau ternyata bintang sudah berjuang sekuat yang dia bisa, tapi ternyata tetap tidak bisa bertahan dan harus pergi?"
".... Bintang akan selalu ada. Sekalipun kehadirannya tidak di sadari oleh manusia."
🌌🌌🌌
HAII!! Semoga hari ini Astra bisa menemani hari kalian 💞
KAMU SEDANG MEMBACA
BINTANG DALAM STOPLES
Short Story"Kak, bintang itu butuh jutaan tahun lamanya agar sinarnya sampai ke bumi kan? Maka dari itu, saya bilang bahwa bintang berani berjuang. Namun nanti, ketika bintang mulai rapuh, ia meledak menjadi serpihan. Makanya saya bilang bintang berani melepas...