11:

514 82 3
                                    

Pulang dari kantor Tila tidak langsung pulang ke kediaman Aris Tirtando. Wanita itu langsung menuju bengkel guna mengambil mobilnya yang sudah 1 minggu di sana.

Taksi yang ditumpangi Tila akhirnya tiba di bengkel. Saat memasuki bengkel yang sudah menjadi langganannya, Tila bertemu dengan bang Anton yang sudah menjadi montir langganannya juga.

"Bang!"

Anton menoleh kemudian tersenyum lebar. "Wah, pengantin baru."  Anton menyapa  Tila dengan ramah.

Tila tersenyum santai sebagai balasan sapaannya. Wanita itu kemudian menanyakan keadaan mobilnya.

"Mobil aman, Neng. Tinggal ambil dan bayar. Beres," jelas Anton pada Tila.

"Oh, thank you, Bang. Kalau begitu saya masuk buat bayar dulu."

Tila kemudian melangkah masuk menuju ruang administrasi untuk membayar biaya perbaikan kendaraannya.

Tila tersenyum membalas sapaan gadis administrasi yang Tila ketahui bernama Mona.

"Totalnya, tiga juta, empat ratus ribu." Mona menyerahkan kuitansi pada Tila yang langsung dibayar wanita itu secara cash.

Tila kemudian keluar setelah melakukan pembayaran.  Mobil warna putihnya sudah siap dipakai dan sudah keluar dari area perbaikan.

"Terima kasih, Bang. Akhirnya saya bisa memakai mobil kembali," kata Tila tersenyum.

"Kalau mau dandan ke sini lagi ya, Neng. Langganan lama kita."

Tila tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Bengkel ini memang sudah menjadi langganan Tila. Jadi, tidak mungkin ia akan beralih ke bengkel lainnya.

Tila mengendarai mobilnya membelah jalanan ibu kota menuju kediaman Aris, dimana tempatnya tinggal entah untuk sementara atau selamanya. Tila berharap agar ia bisa cepat-cepat pergi dari kediaman itu. Tila tidak akan sanggup hidup satu atap dengan wanita jahat macam ibu mertuanya serta adik ipar kurang ajar yang memiliki sifat iblis.

Tila tersenyum menyapa satpam yang membukakan gerbang untuknya. Setelah pintu memasuki gerbang, mobil Tila terparkir di depan garasi yang masih memiliki tempat kosong untuknya.

Turun dari mobil, Tila langsung menuju pintu utama rumah. Saat melangkah masuk, Tila disambut dengan suara ramai yang terdengar di ruang tamu.

"Eh, Jeng. Ini menantumu?" 

Tila menghentikan langkahnya ketika mendengar suara yang sepertinya ditujukan untuknya.

Di sofa ruang tamu, terdapat 5 orang wanita dengan dandanan ala wanita sosialita kalangan atas. Termasuk, ibu mertuanya.

Kelima wanita tersebut menatap ke arah Tila dengan pandangan tak terbaca. Mereka menatap Tila dari ujung kaki hingga kepala terus menerus berulang kali hingga membuat Tila merasa risih. Seolah-olah ia sedang ditelanjangi oleh mata para wanita itu.

"Huh, sebenarnya saya malas sekali mengakui dia sebagai menantu. Habis bukan tipe saya sekali." Winar berkata sambil menatap jijik ke arah Tila.

"Memangnya tipe jeng Winar seperti apa?"

Teman Winar bernama Lina menatapnya dengan tatapan bertanya. 10 jari tangan wanita itu penuh dengan cincin berlian membuatnya tampak seperti toko berjalan. 

"Tipe menantu idaman saya itu yang pasti cantik, ber-attitude, punya pendidikan tinggi, dan yang pasti selevel dengan keluarga kami." Winar menyahut dengan santai. "Tidak seperti dia. Kami hanya memungut barang rongsokan untuk dimasukkan ke dalam rumah. Betapa memalukan," cibirnya habis-habisan.

TERNYATA JODOHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang