8: Suami istri

576 85 1
                                        

Bab 8: Suami istri

Tila melangkah keluar dari kamar mandi dengan piyama polos bahan satin warna putih yang ia bawa dari rumahnya.

Tidak ada drama membuka sleting gaun yang tersangkut dan tidak ada drama memerah hanya karena melihat seorang pria dewasa keluar kamar mandi hanya mengenakan selembar handuk.

Tila mengeringkan rambutnya dengan handuk. Tak lama, ponselnya bergetar menandakan ada sebuah pesan masuk.

"Mbak Tila, selamat malam pertama."

Tila memutar bola matanya ketika mendapat pesan dari istri Sam--Lula--yang kata Sam sedang berada di rumah sakit. Ini sudah jam 11 malam dan wanita cantik itu belum tertidur.

Tila kemudian membalas, "anak kecil diam aja."

"Aku bukan anak kecil. Aku sudah pernah melahirkan bayi lucu."

Balasan terakhir dari Lula tidak lagi Tila tanggapi. Meladeni Lula tidak akan ada akhir yang bagus.

"Sibuk mengirim pesan dengan kekasihmu, eh?"

Tila segera melirik ke arah tempat tidur dimana sesosok manusia berwujud laki-laki dan memiliki sifat iblis tengah duduk di tempat tidur. Pria ini adalah pria berhati iblis yang pernah ia temui dan Tila membenci fakta jika pria itu sudah menjadi suaminya.

"Enggak ada urusannya dengan kamu 'kan?"

Tila menyahut ringan sambil mendekati tempat tidur. Tila mengambil posisi di sebelah kiri sementara Adam di sebelah kanan.

Tidak akan ada drama di mana pengantin yang menikah karena  perjodohan memilih tidur berpisah atau tidur di lantai. Tila menyungging senyum sinis. Jika Adam keberatan maka Tila tidak akan repot-repot untuk menahan Adam tidur di lantai.

"Tentu. Aku juga terlalu malas berurusan dengan perempuan seperti kamu." Adam menyeringai jijik. Kemudian ia memposisikan dirinya berbaring dengan nyaman. Sementara Tila sendiri mengambil guling dan memposisikan benda bulat serta panjang itu berbaring di tengah menjadi pembatas antara dirinya dan Adam.

Tila membaringkan tubuhnya setelah itu. Matanya menatap langit kamar sambil memikirkan nasibnya yang mungkin semakin buruk setelah menikah dengan Adam Tirtando, masalalunya.

Tila memejamkan matanya dan langsung terlelap. Gadis itu tidak lagi memikirkan hal lain. Baginya, tidak ada yang lebih penting di dunia ini selain kebahagiaannya dan orang-orang yang ia sayangi. Tila bukan lagi remaja belasan tahun yang mudah untuk di intimidasi. Dia adalah wanita dewasa yang tidak akan pernah bisa diintimidasi oleh siapa pun lagi. Kesakitan masalalu membuat sosok lemah Tila kini sekokoh batu karang.

Keesokan paginya.

Tila turun ke lantai dasar tepat sarapan akan segera di mulai. Tila hanya tersenyum kecil sebagai  sapaan hormatnya pada Aris Tirtando. Selebihnya ia hanya menampilkan ekspresi datar pada Adam yang lebih dulu turun, Eddel,  dan Winar. Baginya, menyapa  ketiga orang yang membuatnya sakit mata hanyalah buang-buang waktu.

"Kamu ada acara apa hari ini?  Mau angkut barang-barang di rumah lamamu?" Aris menatap Tila yang terlihat segar dengan dress lengan pendek sebatas lutut yang dikenakannya. Warna kuning cukup cocok untuk Tila yang berkulit kuning langsat.

"Aku ada urusan, Pa, di luar,"  sahut Tila.

"Oh, urusan. Kalau begitu kamu bisa pakai mobil apa yang kamu suka. Bisa lihat di garasi."

"Enggak perlu, Pa. Aku naik taksi saja. Lagi pula, aku juga mau ambil mobil di bengkel,"  tolak Tila halus. Tila tidak akan sudi menggunakan fasilitas dari rumah ini. Harga dirinya akan semakin terkoyak oleh tiga orang di depannya.

"Huh, pasti mau ketemu selingkuhannya. Biasanya perempuan tukang selingkuh itu enggak cukup dengan satu--"

"Eddel, cukup," sela Aris menatap Eddel tajam. "Ini di meja makan. Jangan ada pertikaian,"  lanjutnya.

Eddel bukannya berhenti, ia justru membalas, "kenapa papa bela dia?   Jelas-jelas dia mau pergi cari selingkuhannya."

"Kamu--"

"Pa, sudahlah. Enggak usah dimarah Eddel. Siapa tahu apa yang dia bilang benar."  Winar melirik Tila yang tetap tenang menikmati sarapan nasi gorengnya.  "Lagi pula, dia juga sepertinya enggak suka dengan Adam. Kenapa pula, dia mau-mau aja menerima perjodohan ini,"  tandasnya tajam. Lidahnya tidak akan berhenti mencibir wanita menjijikkan seperti Tila. Sangat bukan tipe menantu ideal.

"Cukup. Lanjutkan sarapan kalian. Jangan ada yang bersuara lagi,"  tegas Aris. Wajahnya sudah memerah menahan amarah yang bergejolak di dalam hatinya akibat perkataan istri dan putrinya sendiri.

Keheningan mulai terjadi dan acara sarapan lebih dulu di selesaikan oleh Tila. Wanita itu segera bangkit dari duduknya dan berjalan menuju kamar yang terletak di lantai dua. Tujuannya apalagi jika bukan untuk mengambil tasnya yang ketinggalan.

Setelah mengambil tasnya, Tila berbalik dan menemukan sosok Adam berdiri di dekat pintu.

"Kalau kamu mau menemui selingkuhanmu, setidaknya tidak hari ini. Jangan membuat keluargaku malu." Adam menutup pintu kamar dan menguncinya rapat. Setelah itu, ia menarik kunci dan menyimpan di sakunya. Adam yakin Tila tidak akan berani menyentuh tubuhnya.

"Apa maksud kamu mengunci pintu?  Kamu enggak punya niat untuk mengunci saya di kamar ini 'kan?" Tila melipat tangannya di dada menatap malas ke arah Adam yang kini melangkah mendekat ke arahnya.

"Kalau aku jawab iya, apa yang akan kamu lakukan?" Adam menunduk kepalanya sedikit dan menatap tajam tepat pada manik mata Tila yang terlihat tenang dalam membalas tatapannya.

Tila menyungging senyum sinis. Kemudian ia melemparkan tas tangannya ke atas tempat tidur dan mundur selangkah menjaga jarak dengan Adam.
"Maka saya enggak akan keluar. Cukup tahu saja karena ternyata sifat egois masih melekat pada darah dan dagingmu."

Setelah itu, Tila menjauh dari posisi Adam. Wanita itu mendudukkan dirinya di sofa dalam kamar dan tidak peduli dengan tatapan Adam yang menghunus tajam punggungnya.

Tila duduk diam menatap layar televisi yang tidak sedang menyala. Sementara Adam sendiri kini sudah memangku laptopnya dan mulai mengerjakan pekerjaan kantornya. Bagi seorang Adam Tirtando tidak ada hari libur meski saat ini ia sedang cuti menikah.

TERNYATA JODOHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang