Pengakuan

6K 513 53
                                    

Hana POV

"Tadaima" suara Ayah yang baru pulang. "O-kaeri, gimana Yah hasil raport adek?" sahut gue yang mulai penasaran. Ayah bawa plakat dan piagam penghargaan juga raport Mada.

"Waaauuu sugoi sugoi,,,,,,," gue langsung menyahut plakat, piagam dan raport Mada.

Piagam Penghargaan ini diberikan kepada Mada Satria Wicaksana atas prestasinya sebagai Peringkat 1 Paralel Kelas X.

"Adek memang pinter banget ya Yah" komentar gue yang dibalas anggukan pelan Ayah.

"Mbak tolong taruh berkas sama plakatnya di kamar adek ya" pinta Ayah. Gue pun langsung bergegas masuk ke kamar Mada. "Taruh mana ya enaknya? hhhmmmm" pikir gue sambil mencari view yang pas.

"Kayaknya ada bingkai di laci Mada deh" inget gue karena waktu itu pernah beres beres kamar Mada. "Nah ini dia bingkainya" kata gue saat berhasil menemukan yang gue cari. Lalu gue buka laci atasnya mencari gunting kuku untuk membuka paku di belakang bingkai.

"Damar Narendra Prawira" judul buku yang ditulis Mada dalam Aksara Jawa. Gue mulai baca isinya.

Tresno niku sampun wonten titi wancine, mboten saget dibegah nggih mboten saget dipekso. Senajan ingkang ngelakoni podo rupo, nggih mboten saget nyalahne tresno.

(Cinta itu sudah ada waktunya, tidak bisa dicegah juga tidak dapat dipaksa. Meskipun yang menjalani cinta itu 'memiliki rupa yang sama', tetap saja tidak bisa menyalahkan cinta).

"Adek gue memang pandai dalam segala hal, termasuk menyembunyikan perasaannya" komentar gue setelah baca buku catatan itu.

Semua isinya tentang anak cowok bernama Damar yang belakangan ini dekat dengannya. Yang bikin gue gak habis pikir semua isi catatannya ditulis dalam Aksara Jawa yang rapi. Mungkin maksudnya agar tidak ada yang bisa baca catatan itu.

Di rumah ini hanya ada 3 orang yang mengerti tulisan Aksara Jawa, gue, dek Mada dan Ayah. Tapi yang bisa nulis dengan baik cuma dek Mada sama Ayah.

"Gue harus tanya ke dek Mada kalau adek udah pulang nanti" lirih gue.

Jam 4 sore Mada baru pulang yang jelas diantar oleh pacarnya, gue rasa sih gitu.

"Tadaima" kata Mada. Gue langsung lari ke arah dek Mada "O-kaeri, ccciiiieeee adek Mbak juara 1 di sekolah". "Hah, serius Mbak?" komentar Mada yang kaget. Gue langsung tarik dia ke kamarnya biar lihat hasil kerja Mbaknya yang udah bingkai piagamnya.

"Tuh, piagamnya adek" tunjuk gue ke pigora yang udah tergantung di dinding kamarnya. "Waaaaahhhh, Alhamdulillah ya Mbak" Mada tersenyum dan langsung meluk gue.

Setelah Mada lepas pelukannya,gue pun mulai ngomong serius. "Dek, Mbak boleh tanya sesuatu gak?" tanya gue sambil nutup pintu kamar agar gak ada yang tau apa yang nanti kita bicarakan. "Tanya apa Mbak? Kenapa pintunya ditutup?" jawab Mada curiga.

"Sebelumnya Mbak minta maaf karena tadi Mbak gak sengaja nemuin buku catatan di laci adek saat Mbak lagi cari gunting kuku" kata gue pelan-pelan biar adek gue gak langsung marah.

"Iya Mbak, Mada tau Mbak pasti tau semuanya. Mada cinta sama Damar" jawab Mada pelan,"Mbak jangan marah ya sama Mada".

Gue sebenarnya udah gak kaget kalau Mada cinta sama Damar. Soalnya waktu Damar jemput Mada, sorot mata Mada ke Damar udah bisa gue baca. Cara ngomongnya Mada ke Damar dan sebaliknya, semua terasa beda kalau di antara mereka cuma ada hubungan teman biasa.

"Mbak nggak marah kok dek, malah Mbak seneng akhirnya Mbak punya adek yang Yaoi. Kyyyyaaaaaaaaaa, kawaiiiiiiiii ne" jawab gue yang bikin Mada kaget sekaget kagetnya kaget.

Aksara Cinta, MadaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang