PROBLEM. 8

226 26 0
                                    

๑) Cuman mau ngasih peringatan, tolong vote komen dek adek. Di episode ini full pertanyaan Mark kepada sang Ayah dan Ibunda tercintah, jadi banyak adegan rada menusuk hati walopun aing tau bakal engga seberapa menusuk ke hati kalian alias engga bakal nge-fell tapi kita bisa coba lah. Leggo bacaa guys !

Pukul 12 dini hari keluarga Lee masih mengobrol, membicarakan bagaimana keadaan Mark saat tertabrak dan apa yang dipikirkan oleh Mark saat itu hingga tergeletak di aspal jalanan. Disinilah sedikitnya ada rasa sakit hati pada Ten sang Ibu

"Dad, Mark ingin kebenaran" Tanya Mark tegas

"Apa yang ingin kamu tanyakan boy?" Taeyong sesekali menyeruput teh panas buatan sang Istri, Ten. Sedangkan Ten sedang mengelus lembut kepala Mark sambil sesekali menatap wajah indah milik sang anak, bohong jika Ten tidak tertarik, wajah Mark mengingatkan dirinya saat Taeyong muda— alis elang, mata tajam dan rahang yang tegas.

"Aku bukan anak kalian kan?" Ten sontak terkejut mendengar penuturan sang anak, apa yang dimaksud oleh Mark? Apa dia sudah tidak menganggap dirinya Ibu? Padahal dirinya sudah bersusah payah mengandung 9 bulan dan melahirkan Mark tidak lupa dengan cemoohan dari orang

Taeyong yang mendengar pertanyaan Mark langsung memukul meja yang terdapat minuman teh miliknya, teh panas itu tumpah, karpet coklat dengan bulu-bulu halus itu kotor dan basah. Taeyong terkejut dengan apa yang anaknya katakan. Taeyong berusaha sabar dan tidak mengeluarkan bahasa kasar dan bentakan kepada anaknya itu, tapi Mark harus di bentak dan di kasari karena dengan beraninya sudah berkata demekian

"Mark Lee, ucapkan kembali apa yang kamu tanyakan"
"It's okay Dad, apa aku bukan anak kandung kalian?" Mark menatap mata sang Ayah dengan tajam, memperhatikan setiap gerak gerik sang Ayah

"Bangs—" Ten menepuk paha kepemilikan Taeyong, tidak baik mengumpat kepada sang anak, ia tau Taeyong sedang marah— terlihat dari telinganya yang memerah serta tangannya yang bergetar hebat

"Siapa yang mengatakan itu kepadamu Lee?" Taeyong menarik nafasnya panjang. Mark yang mendengar pertanyaan dari sang Ayah hanya mendengus kasar dan mulai membuka mulut.

"Ayah ingin tau? Maka jawab pertanyaan ku dulu" Tatapan remeh diperlihatkan Mark kepada sang Ayah

PLAK

Pukulan itu bukan berasal dari Taeyong namun dari pemuda cantik di sebelah Taeyong itu, Ten. Air mata mulai keluar dari sudut mata cantik Ten, air mata yang sudah ia bendung kurang lebih 5 menit yang lalu dan sekarang sudah banjir membasahi pipi hingga menetes ke paha yang di balut kain miliknya

Naeun yang mendengar suara ribut dan suara tamparan beranjak turun ke ruang bawah, melihat ada apa yang terjadi. Saat dirinya sudah berdiri di anak tangga terakhir mata bulat miliknya menatap sepantulan Ten yang sedang menangis tersedu-sedu dan pipi Kakak laki-lakinya itu yang terdapat bekas berwarna merah dengan cap tangan, matanya terpejam mencoba memahami apa yang terjadi. Badannya mulai berlari memeluk tubuh sang Ibu yang hampir roboh, untung saja Naeun secepat kilat mendatangi tubuh indah itu.

Naeun membawa sang Ibu ke kasur yang berada di kamar tamu, setelah selesai meletakkan sang Ibu dirinya kembali berjalan melihat apa yang terjadi— dia butuh penjelasan lengkap dari sang Kakak dan Ayahnya, Taeyong.

"Dadd, apa yang terjadi?" Naeun melihat wajah tegas milik sang Ayahnya mulai terlihat kusam dan murung, tidak mungkin ini hanya masalah biasa pasti masalah ini sangat fatal hingga Taeyong memperlihatkan raut wajah tak suka dan intimidasi.

"Kakakmu berkata dia anak pungut" Setelah mengatakan itu Taeyong berjalan meninggalkan kakak adik yang saling adu tatap.

PLAK—— DUG—— PLAK—— DUG—— DUG

"Bangsat, bangsat Mark Lee. Naeun ga habis pikir"
"Lo kenapa sih Mark Lee? Lo pingin gua manggil lo kakak? Gua turutin, lo pingin gua ga ganggu lo lagi gua turutin Mark. Tapi jangan bikin Mommy nangis sampai pingsan kayak gitu Mark Lee" Pukulan kembali terdengar, Naeun tidak main-main dengan pukulannya. Lebam terlihat dari muka tampan milik Mark, pukulan sang adik memang luar biasa

"Lo yang apa Naeun?! Lo itu lahir dari rahim laki-laki tulen yang nikah sama laki-laki juga, lo ga malu punya keluarga non-normal kayak keluarga kita?"
"Lo itu harus mikir Lee Naeun. Ga seharusnya lo percaya kalau kita lahir dari rahim Ten, lo harus sadar"

Tamparan keras bersarang indah di pipi kiri milik Mark, Naeun sungguh tidak habis pikir dengan apa yang kakaknya pikirkan. Sangat gila bahkan dirinya dengan santai mengucapkan nama sang Ibu dengan mata merah dan bergetar, ingin rasanya Naeun membawa sang kakak untuk melihat masa saat dia masih bayi, mulai dari kehamilan sang Ibu hingga dirinya lahir. Tapi itu semua hanya terdapat pada dunia khayalan.

"Terserah lo Mark, mulai saat ini jangan anggap gua adik lo!" Naeun meninggalkan Mark di ruang tamu, dirinya bisa lepas kendali jika berada di depan kakak kandungnya itu.

Rambut hitam legam itu teracak-acak oleh sang empu, Mark. Dirinya hanya bertanya tapi kenapa respon dari orangtuanya sangat melebihi batas? Dia hanya ingin tau apa yang dikatakan Sehun benar?! Dari kejadian ini dirinya bisa menyimpulkan bahwasannya dia memang benar anak pungut. Badan tegap itu berjalan menaiki lantai dua tepat kamarnya berada, membuka pintu kayu dengan foto dirinya–Ten–Taeyong di dalamnya. Mencabut paksa foto itu lalu merobeknya dalam satu robekan di tengah.

Pukul 6 pagi Ten sudah terlihat bugar, terlihat dari lengkungan manis di mulutnya. Ten sudah percaya bahwasanya setelah ini Mark akan meminta maaf kepadanya, dia tau jika Mark mesti banyak fikiran hingga berkata seperti itu.

Langkah kaki mulai terdengar, Ten membalik tubuhnya melihat siapa yang datang. Dan gatcha! Itu sang anak laki-lakinya, senyuman tulus masih terukir di mulut manis itu

"Ten, aku tidak perlu makan. Masakan orang gay tidak ada yang enak, aku takut tertular penyakit itu" Mark berlalu meninggalkan dapur dan pergi meninggalkan Ten yang terpatung mendengar penuturan sang anak, air matanya kembali menetes. Anak laki-lakinya sudah berani berbicara dengannya tanpa embel-embel Mommy, namun langsung nama yang dirinya ucapkan. Air mata itu kembali jatuh dari kelopak mata indah Ten, biasanya Mark akan mencium pipi kening dan tangannya sebelum berangkat ke sekolah. Membangunkan sang Ayah. Mengoceh dan sesekali membalas ejekan sang Adik. Berkata bahwasanya masakan Ten adalah masakan paling enak dari banyaknya Chef di dunia. Sekarang itu semua sudah hilang, ia harus mulai terbiasa dengan itu semua, tapi tugasnya sebagai Ibu akan tetap ia lakukan walaupun sang anak tidak menganggap dirinya Ibu sekalipun

Ten menyeka air matanya, mematikan kompor lalu berjalan pelan ke arah kamar Mark. Matanya melirik sekilas pintu Mark, terdapat yang berbeda— setelah melihat intens pintu itu ia sadar, foto masa kecil Mark yang terdapat Ten dan Taeyong tidak ada, hanya tersisa Taeyong dan Mark tidak ada dirinya. Senyuman itu terukir, mengelus foto Mark lalu beralih membuka pintu kamar Mark. Mengambil baju kotor milik Mark lalu dia letakkan di luar kamar, kembali lagi melihat kamar sang anak laki-lakinya itu. Menutup pintu itu dan berlalu membawa cucian baju ke ruang bawah tanah tempat mesin cuci.

PROBLEMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang