Seorang gadis melepas apron yang semula melekat di tubuhnya. Helaan napas terdengar berat setiap kali gadis itu menghembuskan napasnya. Perlahan dia membereskan kembali peralatannya dan menyimpannya di dalam locker.
"Ah aku lelah sekali," ucapnya. Gadis itu pergi untuk berpamitan pada orang yang menggantikan shift-nya.
"Gina, aku pulang dulu ya," ucapnya. Gina yang memang tak sedang melayani pengunjung mengangguk.
"Iya, hati-hati di jalan."
Gadis itu keluar dari coffee shop dan melihat ke kiri dan ke kanan. Dia mencari seseorang yang menjanjikan akan menemuinya di sini.
"Nadia!" seru seseorang. Gadis yang dipanggil itu menolehkan pandangannya ke asal suara. Di sanalah berdiri orang yang baru saja dia cari keberadaannya.
"Oh Naya." Nadia melambaikan tangannya meminta Naya untuk mendekat ke arahnya. Naya berlari kecil mendekati nadia
"Pulang dulu ke rumahku ya. Kayanya aku mau mandi dulu," ucap Nadia.
"Oke gak masalah." Naya mengedipkan sebelah matanya dan mengacungkan jempolnya tanda menyetujui perkataan Nadia.
Rumah Nadia tak terlalu jauh dari sana, mereka hanya perlu berjalan kaki sekitar lima menit. Menuju ke rumah Nadia, mereka berbincang kecil untuk menghilangkan rasa jenuh.
"Kamu membawa apa yang aku minta?" tanya Nadia.
"Ya. Sesuai dengan yang kamu katakan. Aku tak akan lagi mengabaikan perkataanmu, aku takut nilaiku merah seperti tahun lalu." Naya memberitahukan bagaimana perasaannya.
Nadia terkekeh. Temannya itu memang sedikit pelupa dan juga sering bersikap bodo amat pada apapun.
Tahun lalu, Nadia pernah meminta Naya untuk membawa tomat ke sekolah. Bukan untuk dia makan ataupun jual, tapi tomat itu akan digunakan untuk praktek.
Ketika semuanya membawa buah itu, Naya hanya melamun dan diam karena dia tak membawanya. Itu sebabnya nilainya di rapot merah. Semenjak itu Naya akan selalu patuh dengan apa yang dikatakan Nadia, bahkan gadis itu mencatat hal-hal penting yang yang dikatakan temannya itu.
"Masuklah, aku tak akan lama." Nadia mempersilahkan Naya masuk setelah mereka sampai di rumah kontrakan Nadia.
Naya mengangguk. Tanpa dipersilahkan dudukpun, Naya duduk di ruang tamu yang disediakan. Mereka berteman sudah lama dan sekarang mereka terasa begitu dekat.
***
Saat ini mereka ada di sebuak cafe yang memiliki koleksi buku yang bisa dikatakan lengkap. Entah di kota lain akan ada yang seperti ini atau tidak.
Tapi, mereka yang ke sini akan diperislahkan membeli makanan atau minuman dan membaca buku yang mereka inginkan dengan gratis.
Kebanyakan yang datang ke tempat ini adalah siswa dan siswi SMA, karena buku dari tingkat lain masih terbatas jumlahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEATH GLARE
Teen FictionVOTE AND COMMENT!!! FOLLOW AND READ!!!! Gue Arga Adyatama, putra sulung keluarga Adiatama. Diana Adyatama adik perempuan gue yang sekarang masih sekolah di kelas 3 SMP. Saat ini harusnya gue udah jadi tulang punggung keluarga karena kepergian bokap...