4. Terlihat Sama

196 18 1
                                    

Ada yang masih nunggu part nyesel??
Yo santai dulu, kita manis-manis dulu ya:)

Sangat mirip. Semua yang dilakuin cewek itu mirip banget sama orang yang pernah gue kenal. Bukan cuma tingkah sama sikapnya, wajahnya juga sangat mirip.

Mungkin itu sebabnya gue bilang dia lucu. Tapi, gak tahu kenapa rasa sakit juga gue rasain saat pandangan kita bertemu.

Bukan cewek itu yang bikin gue sakit, tapi cewek di masa lalu gue. Gue emang suka sama dia tapi rasanya rasa benci gue sekarang menutupinya.

Entah apa yang mesti gue lakuin kalo gue ketemu dia lagi. Akan sangat ketara kalau gue tiba-tiba hindarin dia. Tapi gue juga gak mau semakin dekat dengan dia, gue takuk rasa sakit itu balik.

***

"Ga, lo kenapa dari tadi gue tanya gak nyaut," kesal Raka.

"Hah, lo tanya apa?" Arga bertanya kembali karena sebelumnya dia tak mendengar apa yang Raka ucapkan.

"Kagak ah, udah kadaluwarsa." Raka merajuk karena ucapannya tak didengarkan oleh Arga.

"Lo mikirin apa sih?" tanya Geri. Arga menoleh memandang lekat netra Geri. Apakah Geri bisa dia ajak berdiskusi? Itulah yang saat ini sedang ada dalam pikirannya.

"Bukan apa-apa. Cuma pusing dikit," elak Arga. "Mau pulang aja?" goda Raka. Sebenarnya pria itu sengaja menawarkan pulang agar dia juga bisa pulang dengan alasan mengantar Arga.

"Itu mah maunya lo!!" sentak Arga.

"Dah ah. Kantin aja yo," lanjut Arga. "Kan barusan dari kantin," ucap Raka kebingungan.

"Iya, tapi tadi gue gak beli apa-apa." Tanpa menunggu jawaban teman-temannya Arga segera beranjak pergi dari sana tanpa mempedulikan apakah dua temannya akan mengikutinya atau tidak.

Kedua teman Arga menganga melihat kelakuan temannya. Arga tidak seperti biasanya, dia biasanya adalah orang yang malas bahkan hanya untuk diajak ke kantin. Tapi kali ini malah pria itu yang mengajaknya duluan.

Di lain tempat, Arga menolehkan pandangannya ke belakang untuk memastikan teman-temannya mengikutinya atau tidak. Namun sepertinya tak ada tanda-tanda keduanya akan muncul.

Tak seperti rencana awalnya, Arga malah berbelok ke arah lapangan basket. Kebetulan sekali di sana sedang ada siswa yang berolah raga.

"Ikutan boleh?" tanya Arga sebelum pria itu masuk ke lapangan.

"Iya sini masuk aja Bang," jawab salah satu dari mereka. Akhirnya Arga bermain di sana sangat lama. Bahkan pria itu tak mengikuti kelas selanjutnya dan lebih memilih ke kantin untuk menuntaskan rasa dahaganya.

"Bolos lagi, Den?" tanya Ib kantin yang memang sudah menjadi langganan Arga.

"Iya Bu. Tadi lagi pengen olahraga aja, haus, jadi lanjut ke sini," jelas Arga. Dia meneguk jus jeruk yang sudah dipesannya tadi.

"Tumben sendirian. Ke mana dua orang lagi?"

"Gak ikut. Mungkin mereka lagi tobat," kekeh Arga. Ibu kantin itu lanjut berbenah dan membiarkan Arga meminum jusnya dengan tenang.

***

Semua siswa berhamburan keluar saat bel pulang berbunyi. Siswa siswi yang semula mengantuk kini kembali segar ketika mendengar bel pulang.

"Kenapa gak bunyi dari tadi sih!" keluh salah satu siswa.

"Sumpah, lulus dari sini gue mau kerja di sini jadi tukang pencet bel biar cepet balik!" teriak yang lainnya.

Arga menggendong tasnya menuju parkiran tanpa mempedulikan mereka-mereka yang terus mengeluh karena bel pulang sekolah. Priaitu tak sendirian, seperti biasa dia bersama dengan kedua temannya.

"Ke rumah dulu gak nih?" tanya Arga. Biasanya teman-temannya akan mengikutinya ke rumah dan bermain di sana hingga larut.

"Boleh tuh!" Akhirnya mereka bertiga pergi ke rumah Arga. Sebelum pulang, Arga menjemput adiknya terlebih dahulu. Hal itu memang sudah menjadi rutinitasnya setiap hari.

Jarak sekolah Diana tak terlalu jaauh dari sekolah Arga sehingga tak membutuhkan waktu lama untuk sampai di sana.

"Tumben nunggu di depan?" tanya Arga saat melihat adiknya menunggu di luar gerbang.

"Gak ada orang di dalam. Mereka pada pulang duluan," jawan Diana sambil menaiki motor Arga.

Arga mengangguk dan mulai menarik gasnya.

Suasana rumah terlihat sepi karena memang tak ada siapa-siapa lagi di rumahnnya selain mereka bertiga. Mamanya mungkin belum pulang dari kantor.

"Minta tolong ambilin minum ke ruang tamu ya," ucap Arga.

Diana mengangguk. Gadis itu segera beranjak untuk menyimpan tas sekolahnya sebelum mengambilkan Abang dan kedua temannya minum.

"Gue bantuin!!" teriak Raka sambil berlari ke arah dapur.

Tak banyak yang mereka lakukan, hanya bergurau dan memakan camilan yang sudah disediakan Arga.

"Kok nyokap belum balik ya?" tanya Arga.

"Ya mana gue tau, kan yang anaknya lo bukan gue," jawab Geri.

"Iya gue tau. Tapi maksud gue, biasanya dia balik jam empat loh. Sekarang udah jam enam belum balik juga. Gak ada kabar lagi." Arga terlihat resah. Dia mencoba menghbungi Mamanya namun ponselnya tak aktif.

"Na telpon kantor Mama coba!" teriak Arga pada Diana yang sedang berada di kamarnya.

"Oke!!" teriak Diana.

"Katanya Mama udah pulang Bang," ucap Diana. Akhirnya gadis itu menghampiri Abangnya ke ruang tamu karena ikut panik.

"Gue cari aja deh." Arga beranjak. Pria itu mengambil jaket dan kunci motornya hendak mencari keberadaan Mamanya.

Tangan Arga mengudara hendak membuka pintu sebelum pintu itu terbuka sendiri, lebih tepatnya ada orang yang membukanya dari luar.

Semua mata tertuju ke arah sana. Di luar sana menampilkan sosok wanita paruh baya yang masih terpancar kecantikannya dengan seorang gadis berseragam seperti seragam Arga dan teman-temannya.

"Loh Bang, mau ke mana lagi? Udah malam masih pakai seragam," tanya sang Ibu.

"Mama ke mana aja jam segini baru pulang? Mana gak ada kabar lagi," kesal Arga malah balik bertanya.

"Masuk dulu yu, nanti Mama jelasin di dalam. Ayo masuk, Nak." Mama Arga mengajak gadis itu untuk masuk ke dalam rumahnya.

"Lo??!!" Arga yang sedari tadi perhatiannya tertuju pada Mamanya nampak kaget ketika netranya beradu dengan gadis yang dibawa Mamanya.

"Hai Kak," ucap gadis itu canggung.

"Eh cewek lucu kok ada di sini?" tanya Raka sambil menyindir Arga.

"Diem!" sentak Arga saat sadar kalimat Raka ditujukan untukknya.

Ya, gadis itu adalah Nadia. "Kenapa Mama bisa sama dia?" tanya Arga. Pria itu memperhatikan Dania dari atas hingga bawah dengan tatapan mematikannya.

Dia tak bisa lagi bersikap ramah pada gadis itu karena gadis itu mengingatkannya pada masa lalunya.

"Dia udah nyelamatin Mama," jawab Mama Arga. Arga masih tak merespon, dia menunggu kelanjutan cerita Mamanya.

"Iya, tadi kan pulang dari kantor Mama mampir dulu ke swalayan. Mobil Mama parkir di seberang. Pas mau nyebrang jalan hampir aja Mama ketabrak mobil. Untung Nadia bantuin Mama. Mama utang nyawa sama dia." Mama Arga menjelaskannya sambil mengelus surai Nadia. Nadia hanya tersenyum membalasnya.

"Terus...?"








Vote-nya jangan lupa yaa:))))

DEATH GLARETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang