Plakk
Tamparan keras itu mendarat di pipi seorang anak yang menginjak usia 14 tahun itu, ia memegang pipinya yang terasa terbakar akibat tamparan dari sang ayah.
"Yah..." Lirihnya.
"Diam kamu!" Bentak pria yang memiliki postur tubuh kekar itu.
"Anak macam apa kamu ha? Apa saya pernah mengajarkan kamu untuk bersikap kasar kepada saudaramu sendiri" lanjutnya."JAWAB" suara pria itu semakin meninggi.
"Yah aku ngak ngelakuin itu, dia bohong yah" bela anak itu karena tak terima ia yang disalahkan karena ia memang tidak salah.
"Ooo masih mau berbohong kamu ha"
"Alhhh" teriak anak itu "yah sakit yah,lepasin akut yah" ucap anak itu berusaha untuk melepaskan tangan sang ayah yang menarik rambutnya. Rasanya sangat sakit seolah olah kulit kepalanya bisa terbuka akibat jambakan ayahnya sendiri.
"Masih mau bohong kamu, jawab yang jujur" perintah pria itu dengan tangan yang masih menjambak rambut anaknya.
"Enggak yah, sumpah aku ngak bohong"
"Bunda tolong, El enggak ngelakuin itu" pinta anak itu meminta tolong pada sang bunda yang hanya memperhatikan kejadian di depannya dimana sang suami yang sedang terbakar amarah itu memarahi anaknya, oh tidak mungkin yang lebih tepat memukuli anaknya.
Amora tetap diam walaupun sudah melihat tatapan memelas dari anaknya untuk menolong dirinya, namun bukannya menolong wanita itu hanya diam dan memilih pergi dari sana.
"Bunda jangan pergi tolongin adek bunda" teriak anak itu berusaha memanggil sang bunda berharap wanita itu berbalik dan menyelamatkan dirinya, namun harapan itu sirna ketika sang bunda tetap pergi dan menghilang dari pandangannya.
Anak itu menatap sang ayah meminta belas kasihan untuk percaya dan tidak memukul dirinya lagi, namun naas entah setan apa yang merasuki sang ayah hingga pria itu menampar dirinya berulang kali.
Plak
Plak
Plak
Plak
Tamparan dan pukulan ia terima, bahkan tubuh itu tak sanggup untuk berdiri lagi saat ini.
Wajah lebam, bibir robek dan mungkin tubuhnya sudah memar sekarang."Bagaimana masih tidak mengaku juga" kekeh pria itu.
Anak itu emosi mengepalkan tangannya berusaha bangun dengan tenaga yang tersisa.
"Apa yang harus saya akui jika saya sendiri tidak melakukannya"
Ucap anak itu dengan berani menatap mata sang ayah."Ouh sudah berani melawan kamu ya, ajaran dari mana itu? Ajaran dari mana itu ha?! Saya tidak pernah mengajarkan anak saya untuk melawan kepada orang tuanya"
"Oh ya, begitukah? Apakah anda pernah mengajarkan saya? Apakah anda pernah membela saya? Apakah anda pernah berlaku baik kepada saya? Tidak kan anda selalu menuduh saya mengakui tindakan dan kesalahan yang tidak pernah saya lakukan, anda hanya percaya dengan anak pungut itu sedangkan saya sendiri anak kandung anda yang harus anda percayai" teriak anak itu.
Bugh
Tanpa di sangka sangka tamparan yang biasa saja ia dapat kini berubah dengan pukulan tepat pada perutnya, anak itu terjatuh meringis kesakitan.
"Anak sialan, kamu tidak bisa menghormati orang tuamu"
"Untuk apa saya menghormati orang tua seperti anda" ucap anak itu masih menjawab perkataan sang ayah.
Bugh
Lagi lagi dan lagi pukulan mendarat pada dirinya kali ini mengenai kepalanya, hingga anak itu jatuh tidak sadarkan diri kepalanya mengeluarkan darah, ia tidak tahu dengan apa pria itu memukulnya yang jelas rasanya sangat sangat menyakitkan.
Ia berharap keluarganya datang membantu dirinya, sungguh ia tidak kuat.
Tanpa ia sadari sama sekali keluarganya ada disana ya menyaksikan itu, namun mereka hanya diam tidak berkutik tak merasa kasihan sama sekali.
Seolah olah dirinya memang pantas mendapatkan itu."Maaf dek" lirih seseorang yang berada di balik tembok.
Hay guyssss Mimin rasa ini awal yang bagus untuk pembukaan.
Gimana penasaran ngak gimana alurnya nanti.Yuk ikutin.
Dan ya Mimin suka dengan ini, berasa udah jadi diri sendiri lagi
Jangan lupa ya vote,komennya.
Ditunggu kelanjutannya okeyyy
Pay pay
KAMU SEDANG MEMBACA
Elgara Bramasta (END)
Teen FictionDia Elgara Bramasta, seseorang yang pergi karena ke egoisan keluarganya. Menyiksa dirinya yang tak tahu apa apa, dan lebih percaya dengan seseorang yang bisa di sebut penghancur.