Sudah berjalan lima bulan usia kandungan Jennie saat ini. Dia tak banyak melakukan aktivitas, hanya berdiam diri di rumah. Dia masih sering melamun sesekali.
Hari ini, sama seperti biasanya. Dia hanya berdiam diri di dalam kamar sembari menikmati siaran TV kesukaannya. Mengabaikan ponselnya yang dari tadi berdering pertanda ada yang menghubunginya.
Karena sangat menganggu, Jennie mengambilnya dan mengangkat pangilan telepon yang sedari tadi terus berbunyi menggangu aktivitas sorenya itu dengan malas.
"Jennie" Kata pertama yang terucap oleh penelepon disebrang sana
"Kenapa? Kau menganggu aktivitas sore bersantaiku"
"Yak, kau ini. Memangnya kau tak rindu padaku? Sudah setengah tahun kita tak bertemu"
"Kau sulit sekali sih sekarang jika diajak jalan, biasanya kau yang paling bersemangat jika kita ingin berkumpul""Aku sibuk, tak seperti kalian"
"Sok sibuk sekali, padahal baru saja tadi kau bilang sedang bersantai"
"Ya itu juga sibuk. Aku perlu memakan waktu untuk bersantai"
"Terserah kau, besok kita harus ketemuan. Jika kau tak datang, akan ku seret kau sampai keluar"
"Maaf Jis, aku gak bisa. Urusanku banyak, kalian bertiga saja yang bertemu. Aku lain kali saja"
"Gak asik banget sih, harus berempat dong biar seru. Udah lama lho Jen, kamu gak kangen sama kita apa? Setiap kali diajak ketemu pasti ada aja alasannya"
"Lain kali aja ya? Mungkin empat atau lima bulan kedepan aku bakalan sibuk banget"
"Ya sudah kalo tidak mau, kita main ke rumahmu saja besok"
"Ehh, aku gak bisa. Aku gak ada di rumah. Sudah dulu ya, sampaikan maafku kepada Chae juga Lisa"
Sambungan telepon terputus, Jennie menghela nafasnya. Maafkan aku telah membohongi kalian, suatu saat nanti pasti aku bakal jujur sama kalian. Ucap Jennie dalam hati.
Pandangannya tertuju pada perutnya yang sudah membuncit. Entahlah Jennie juga tidak tau kenapa dia mempertahankannya. Mungkin karena dia tidak mau membuat orang tuanya kecewa? Terkadang dia merasa ada kebahagiaan tersendiri saat merasakan tendangan di perutnya. Terkadang dia juga menangis saat melihatnya, pernah juga dia memukulnya. Hanya memukul, tak ada niatan mengonsumsi obat penggugur kandungan ataupun menggugurkan nya langsung ke rumah sakit.
Tak terasa hari sudah mulai malam, Jennie perlahan menuruni tempat tidurnya untuk mengambil minum di dapur. Dia perlahan berjalan menuruni satu persatu anak tangga menuju lantai satu. Jalannya melambat saat melihat kedua orang tuanya sedang duduk di meja makan sambil sesekali mengobrol.
"Sudah jam makan malam ternyata" Gumamnya
Pandangan kedua orang tuanya tertuju padanya, mereka tersenyum. Memintanya duduk bergabung dengan mereka.
"Sini sayang, waktunya kau makan malam. Setelah itu minum susu dan vitaminmu lalu segeralah tidur" Ucap sang ibu
Jennie sudah sampai lalu duduk ditempatnya.
"Iya ma, aku belum mengantuk. Lagipula aku juga baru bangun"
"Bagaimana Jen, apakah ada keluhan? Papa liat kamu gak ada minta sesuatu dimasa kehamilanmu ini"
Tatapan mata Jennie tertuju pada ayahnya. Dia mengangguk pertanda tak ada keluhan semasa dia mengandung
"Kamu tidak ada niatan ingin mengecek kandunganmu? Setau papa kamu belum pernah memeriksakannya"
