.
.
.
.
.
Olivia menatap kearah jendela cukup lama, langit terlihat berwarna oranye kemerahan dan tak terlihat satu pun awan disana. Dia yakin bahwa ini adalah pagi hari, jadi kenapa langit berwarna seperti sudah menjelang sore?
Gadis itu mengusap keningnya dengan pelan, tatapannya masih terpaku pada luar jendela. Tidak habis pikir bahwa dia tak menyadari hal ini dari awal, jika dia sadar mungkin akan lebih mudah untuknya mengerti bahwa dia tidak ada di DUNIA asalnya.
Kompas ditangannya ia genggam dengan erat, sekarang dia sedikit mengerti apa yang harus dia lakukan. Tekadnya telah bulat dari semenjak bangun dari tidurnya untuk bisa pergi dari sini. Olivia hanya khawatir pada keadaan Luke, bukan tanpa alasan dia seperti itu. Melainkan pria pemilik mata biru itu selalu muncul di mimpinya akhir-akhir ini.
Hatinya selalu gelisah setiap mengingatnya, jadi dia tak boleh diam saja dan pasrah untuk di jadikan istri oleh Levin.
Tiba-tiba suara Emilia terdengar dari luar kamar, "Nona Olivia, apa anda sudah bangun?"
Olivia beranjak dari duduknya lalu mengikat rambut nya menjadi kuncir kuda, leher mulusnya pun terekspos dengan berani. Siluet matanya menegaskan bahwa gadis itu sudah siap untuk memulai misinya.
"Iya, aku sudah bangun Emi, kau boleh masuk."
Setelah mendapat izin, Emilia membuka pintu dan menatap Olivia yang sudah berdandan rapih. Gadis itu tersenyum manis, akhirnya Tuannya bisa memiliki seorang pendamping yang cantik dan baik seperti di dalam ramalan.
Namun nyatanya, Olivia bukanlah pendamping yang dimaksud dalam ramalan itu, karena dia sudah ditakdirkan untuk bersama dengan Luke apapun yang terjadi, dan jika Olivia sampai menjadi istri Levin, kedua penyihir buku itu akan mendapat hukuman dari Tuan mereka yang menyeramkan.
"Tuan Levin sudah menunggu di ruang makan," ucap Emilia lagi.
"Oke."
Mereka berdua berjalan menuju ruang makan, namun sesampainya disana sosok Levin tidak terlihat.
Olivia berbalik badan dan menatap Emilia dengan bingung, "Kau bilang Levin sedang menunggu disini, tapi kenapa dia tidak ada?"
Emilia yang mendapat pertanyaan itu pun ikut bingung, "Aku tidak tahu Nona, padahal tadi Tuan ada disini beberapa menit yang lalu."
"Apa mungkin dia per-"
"Aku ada disini."
Olivia langsung menatap kearah sumber suara itu berasal, dan merasa sangat kaget ketika melihat wujud seorang anak kecil didepannya.
"Si.. siapa kau?" tanya Olivia sedikit ragu.
Anak itu menatapnya tajam, mata merahnya mirip seperti mata yang dimiliki Levin. Tapi tunggu dulu, kenapa rasanya wujud anak ini sedikit familiar ya?
"Bodoh! Aku Levin."
"Oh Levin.. eh? APA?!!"
( ̄□ ̄;)!!Olivia menatap wujud anak itu dari ujung kaki sampai ujung kepala, dan akhirnya ia sadar bahwa itu benar-benar Levin.
"Aku sudah pernah bilang padamu sebelumnya, aku akan berubah jadi anak kecil dalam keadaan tertentu."
"Ah iya aku lupa."
Olivia hanya masih sedikit tidak percaya pada perubahan sosok pria iblis itu, karena dia tidak pernah menyangka bahwa tubuh kecil Levin lebih menggemaskan dibanding tubuh dewasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I am Not a Girl
FantasyKayden Allen, pemuda bersurai pirang dengan warna mata biru muda cerah itu tidak pernah menyangka kehidupannya akan berubah 180° hanya karena membaca sebuah buku tua. Buku itu mengisahkan tentang seorang wanita berparas buruk rupa dan sangat miskin...