.
.
.
Beberapa hari sebelum Olivia di kunci di dalam gudang, dan hari dimana Yang Mulia Raja mengajaknya untuk minum teh bersama.
Dua pelayan yang disuruh untuk membuang teh itu masih sangat penasaran, kenapa Olivia menyuruh mereka untuk melakukannya? Lalu kenapa dia bersikap seakan-akan teh itu mengandung racun?
"Ella, apa kau tidak penasaran kenapa Nona Olivia menyuruh kita untuk membuang teh ini?" tanya salah satu pelayan berambut pirang.
"Hmm.. aku juga penasaran, tapi kita harus menuruti perintahnya kan?"
"Apa kau yakin tidak mau mencari tahu sesuatu tentang teh ini? Sepertinya teh ini beracun!"
Ella terlihat kaget dengan ucapan temannya itu, "shuuttt.. kau jangan bicara terlalu keras.. bagaimana kalau ada orang yang mendengar nya?" ucapnya sambil melihat ke sekitar dengan waspada.
"Ouh.. maaf.. aku terlalu bersemangat. Jadi bagaimana? Apa kau mau mencari tahunya atau tidak?" tanya temannya itu.
"Memang bagaimana caranya kita bisa mencari tahu? Bukankah kau sendiri bilang teh ini beracun, jadi untuk mengujinya tidak mungkin salah satu dari kita yang meminumnya kan?"
"Tentu saja bukan kita bodoh! Tapi aku punya tikus untuk dipakai uji coba."
Mereka berdua berjalan berdampingan masih sambil berbisik, "Memang kau dapat tikus itu darimana Niamh?"
"Kemarin aku baru saja menangkapnya, tikus itu berkeliaran di dapur kerajaan. Uhh.. kalau sampai kepala koki tahu akan hal ini, dia pasti akan marah besar."
"Baiklah kalau begitu, dimana tikusnya?"
"Aku kurung dia di kurungan besi, dan menyimpan nya di belakang istana."
Akhirnya mereka berdua pergi kesana dengan membawa poci kecil yang berisi teh beracun itu, tanpa mereka sadari, ada seseorang yang mengikuti mereka dari belakang.
Setelah sampai di belakang istana, Niamh langsung mengambil kurungan tikus di balik semak-semak.
"Kenapa kau menyembunyikannya?" tanya Ella.
"Aku hanya takut ada orang yang menemukannya, jadi aku sembunyikan."
"Kau berkata seakan kau ingin memelihara tikus itu saja."
Niamh memandang Ella dengan datar, "kenapa aku mau memelihara tikus hitam menjijikan ini? Kalau tikus ini kecil dan berbulu putih mungkin aku mau."
"Kau ini dasar aneh, mana ada tikus seperti itu di istana?"
"Ya kan bisa saja ada."
Niamh memegang badan tikus itu dengan kuat dan mengarahkannya ke Ella, "Cepat kau berikan dia teh itu!"
Ella dengan segera langsung menuangkan isi cangkir ke mulut tikus, meskipun tidak benar-benar masuk kedalam mulutnya, tikus itu terlihat mulai menggeliat dengan agresif, dan beberapa detik kemudian tikus itu berhenti bergerak, membuat Ella dan Niamh terpaku melihatnya.
"Apa tikus itu.. sudah mati?" tanya Ella.
"Aku.. tidak tahu.."
Mereka berdua menunggu dengan sabar, apakah tikus itu akan bergerak lagi atau tidak, namun yang mereka tunggu tidak kunjung terlihat. Tikus itu sudah tak bergerak lagi, dan bahkan Niamh bisa merasakan bahwa tikus ini sudah tidak bernafas.
"Tikus tidak mungkin langsung mati dengan air teh biasa kan?" tanya lagi Ella dengan mimik muka yang terlihat ngeri.
"Tidak, tikus tidak mungkin langsung mati oleh air teh biasa."
KAMU SEDANG MEMBACA
I am Not a Girl
FantasyKayden Allen, pemuda bersurai pirang dengan warna mata biru muda cerah itu tidak pernah menyangka kehidupannya akan berubah 180° hanya karena membaca sebuah buku tua. Buku itu mengisahkan tentang seorang wanita berparas buruk rupa dan sangat miskin...