.
.
.
Olivia masih menatap sekelilingnya dengan ngeri, dia seperti sedang berada di tengah-tengah pemakaman manusia yang dibantai. Bagaimana ceritanya orang-orang ini bisa mati?
Dia tidak tahu, tapi yang jelas sekarang dirinya harus secepatnya menjauh dari sini.
Kabut di hutan ini membatasi penglihatannya, semakin dalam dia masuk kedalam hutan semakin tebal juga kabutnya. Olivia bahkan sampai tidak bisa melihat kakinya sendiri, batu dan akar pohon yang muncul kepermukaan tanah pun menjadi musuhnya, tidak jarang dia akan tersandung sampai membuat jempol kakinya terasa sakit.
Waktu terasa berputar begitu cepat karena langit sudah mulai menggelap, dan ini akan menjadi malam keduanya berada di dalam hutan sendirian, Olivia tidak tahu apakah dirinya bisa bertemu kembali dengan rombongannya atau tidak.
Tapi kalau dipikir baik-baik rasanya dia melakukan hal yang seharusnya tidak dia lakukan di dalam cerita, apa itu akan mempengaruhi ending dari ceritanya?
Kalaupun memang seperti itu apa yang akan dia lakukan nantinya? Mungkinkah dia tidak akan bertemu Raja lagi setelah ini? Bisa saja dirinya terbunuh di dalam hutan, bahkan dia sendiri saja sudah berkali-kali hampir mati tadi.
Olivia menghela nafasnya, dia sudah lelah untuk terus berjalan, akhirnya dia duduk dibawah pohon raksasa ke lima yang telah dia lewati, akar pohon ini bahkan bisa ia pakai untuk bersandar, dia berfikir sepertinya sedikit aman kalau bermalam disini.
Kelopak matanya terasa memberat dan tanpa sadar dia mulai menutupnya, nafasnya terdengar mulai teratur, seluruh otot tubuhnya rileks. Olivia sudah benar-benar lelah setelah mengalami banyak hal hari ini, jadi dia mencoba balas dendam dengan tertidur pulas.
Sebuah tangan yang terlihat pucat mengelus rambut Olivia dengan lembut, siluet mata merahnya menatap tajam kearahnya, dia tidak tahu asal muasal gadis didepannya, tapi yang pasti dia bisa merasakan kalau gadis ini bukanlah gadis biasa.
Tubuh Olivia yang terkulai lemas dengan pelan di gendong olehnya, untungnya gadis itu tidak terbangun dari tidurnya, kalau tidak dia pasti sudah menjerit ketakutan sekarang.
"Apa mungkin kau adalah takdirku yang sudah diramal kan?" gumamnya dengan suara berat yang terdengar serak.
.
.
.
"Yang Mulia berhenti!" teriak Aiden yang langsung menarik baju Luke dari belakang.
Langkah kakinya berhenti tepat di depan seutas tali jebakan, semua orang disana memperlihatkan mimik muka yang tegang, mereka takut mendapatkan jebakan lagi. Mungkin ada lebih dari tiga jebakan yang telah dilalui, menyebabkan beberapa orang terluka dan harus kembali ke kemah.
"Hampir saja.." gumam Samuel sambil mengusap dadanya.
Luke melangkah mundur dengan perlahan, untungnya Aiden menarik bajunya tepat waktu, kalau tidak jebakan baru akan muncul menerjang mereka.
"Ternyata yang di katakan Alexander benar, banyak jebakan para pemburu di hutan ini," ucap Oliver.
"Bukan, ini bukan jebakan para pemburu, ini jebakan yang di buat oleh suku Skrasnax," sahut seorang pria paruh baya.
Semua orang menatap kearahnya, mereka memiliki pertanyaan yang sama di otak mereka masing-masing, kira-kira suku apa itu?
Namun berbeda halnya dengan Luke yang terlihat kaget, dia sangat tahu betul suku apa itu, dan seperti apa mereka, hanya saja dia masih tidak percaya bahwa suku Skrasnax masih ada sampai sekarang.
"Suku apa itu? Apa kau bisa menjelaskannya?" tanya Aiden dengan serius.
Pria itu menghela nafasnya kasar, lalu kembali menjelaskan apa yang bisa dia jelaskan sebisanya, "suku Skrasnax adalah suku kuno yang tinggal di lembah Zivlis pada zaman dahulu, mereka membuat semua jebakan ini untuk melindungi desa mereka dari serangan orang luar, makanya banyak sekali jebakan di pinggiran lembah Zivlis."
"Apakah mereka masih hidup?" tanya Samuel.
Pria itu menggelengkan kepalanya, "ada banyak tragedi yang menimpa mereka semua. Pertama, ada penyihir hitam yang mengutuk sebagian orang-orang di suku itu menjadi batu, tidak ada yang tahu kenapa dia melakukannya. Kedua, karena suku Skrasnax memiliki kemampuan untuk memanggil roh yang sudah meninggal, akhirnya mereka semua dianggap sebagai penyihir hitam oleh warga di Desa Orwitch, pembantaian pun terjadi dan membuat mereka semua terbunuh tanpa tersisa sedikitpun."
Beberapa orang ketakutan dan memilih kembali ke kemah, cerita itu terdengar seperti sebuah kutukan, akhirnya hanya segelintir orang yang masih bertahan untuk terus ikut mencari Olivia.
Oliver menelan ludahnya, dia tidak pernah tahu soal suku Skrasnax sebelumnya, dan saat pria paruh baya itu menjelaskannya, dia punya firasat buruk menyangkut tentang mereka, tapi dia tidak tahu apa itu.
"Ayo kita kembali melanjutkan perjalanan!" perintah Luke.
Mereka akhirnya kembali melanjutkan pencarian dengan tingkat kewaspadaan lebih tinggi dari pada sebelumnya, setelah cukup lama berjalan memasuki hutan mereka kembali tercengang dengan sebuah pemandangan yang sangat mengerikan.
Mereka melihat puluhan patung manusia dengan berbagai ekspresi ketakutan tampak jelas terukir di wajahnya.
"Apakah ini semua adalah suku Skrasnax yang dikutuk oleh penyihir?" tanya seorang pemuda yang berhasil memecahkan keheningan disana.
"Iya, ini adalah suku Skrasnax, ternyata yang diceritakan oleh Nenekku memang benar adanya," ucap pria paruh baya yang sebelumnya menjelaskan tentang suku Skrasnax.
"Yang Mulia apa kita tidak sebaiknya menjauh dari tempat ini? Mungkin saja penyihir itu masih hidup," ucap Aiden dengan khawatir.
"Itu benar," ucap orang-orang yang setuju dengan usul Aiden, mereka sudah terlalu ketakutan melihat semua patung ini, ditambah atmosfer di sekeliling mereka terasa lebih dingin dan mencekam, membuat bulu kuduk mereka berdiri semua.
Luke menatap kearah para bawahannya dengan tajam, "aku tidak pernah memaksa kalian untuk ikut, jadi untuk kalian yang sudah tak sanggup melanjutkan perjalanan kembalilah ke kemah!" ucapnya dengan tegas.
Semua orang kaget mendengarnya, itu artinya Luke akan tetap melanjutkan perjalanan meskipun yang akan dia tempuh didepan sana lebih mengerikan dan berbahaya dari pada sebuah jebakan.
Orang-orang yang mencari Olivia kembali terkikis lagi, dan yang tersisa hanya tujuh orang saja, yaitu Samuel, Aiden, Oliver, pria paruh baya yang tadi, dua orang pemuda dan ditambah Luke sendiri. Semua totalnya menjadi tujuh orang.
Sementara itu tidak jauh dari sana, muncul sebuah portal sihir pada salah satu pohon raksasa, dari portal itu keluar seseorang bersurai coklat, mata emerald nya menatap sekelilingnya dengan teliti. Dia tidak pernah menyangka akan kembali lagi ketempat terkutuk ini, banyak luka yang dia dapatkan saat berada disini.
Mulai dari terkena jebakan, dikejar serigala hutan, dan terakhir dia harus bertarung dengan penyihir yang tinggal dihutan ini. Semua itu terasa sangat melelahkan untuknya.
"Kalau saja anak itu tidak mengacaukan jalan ceritanya, aku tidak akan berada disini lagi," gumamnya terdengar sangat kesal.
.
.
.
To Be Continued
Belum Revisi
KAMU SEDANG MEMBACA
I am Not a Girl
FantasyKayden Allen, pemuda bersurai pirang dengan warna mata biru muda cerah itu tidak pernah menyangka kehidupannya akan berubah 180° hanya karena membaca sebuah buku tua. Buku itu mengisahkan tentang seorang wanita berparas buruk rupa dan sangat miskin...