🍁 Tujuh 🍁

7.3K 823 103
                                    

Selamat malam sayangku 💕💕

Friska hadir lagi 🥳🥳💕💕

Emak ngetik ini dalam keadaan ngantuk wkwkwk

Semoga aja typonya nggak banyak 😁

Ya udah siap-siap nonjok Herlan bareng-bareng yuk...

Selamat membaca 🤗🤗🤗

Herlan keluar rumah dengan perasaan yang sangat kesal. Pagi ini lelaki itu sudah dua kali berganti pakaian karena ulah Friska yang menumpahkan susu coklatnya di atas kemeja putih yang dikenakan Herlan. Padahal pagi ini dia ada rapat dengan beberapa petinggi perusahaan mengenai laporan adanya penyalahgunaan uang di kantor. Namun semua kacau karena Friska, perempuan sialan itu membuat paginya berantakan.

Padahal belum habis rasa kesal Herlan karena semalam dan kali ini Friska kembali berulah dan membuatnya emosi. Entah kenapa Herlan merasa bahwa apa yang dilakukan Friska itu salah di matanya dan Herlan benar-benar ingin menyingkirkan perempuan itu dari kehidupannya. Namun bagaimana caranya? Sementara Herlan sangat tahu betapa kedua orang tuanya begitu menyayangi Friska.

“Perempuan bodoh!” umpat Herlan kesal.

Lelaki itu masuk ke dalam mobilnya dengan mulut yang terus mengerutu, meninggalkan Friska yang sudah banjir air mata.

Padahal pagi-pagi sekali Friska sudah bangun dan membuatkan lelaki itu sarapan meskipun semalam, lagi-lagi Herlan mengabaikannya. Friska memang tidak sengaja menumpahkan susu coklat karena kakinya tersandung dan menabrak tubuh Herlan yang sudah rapi dengan kemeja putihnya.
Herlan mengatai Friska perempuan sialan dan bodoh.

Perasaan Friska benar-benar terluka, selama hidupnya, tidak pernah ada yang menghinanya seperti itu dan Herlanlah orang pertama yang melakukannya.

“Liana, Mama benar-benar lelah,” gumam perempuan itu dan kemudian menumpahkan tangisannya sendirian di dalam kamar.

Saat-saat seperti ini dia tidak ingin Liana melihatnya. Balita itu juga pasti akan ikut menangis meskipun dia bahkan tidak tahu apa-apa.

***

“Terlambat? Tidak biasanya,” bisik Harun ketika melihat Herlan yang baru saja memasuki ruang rapat yang sudah akan berakhir.

“Hmm, ya macet pagi ini benar-benar tidak dapat diprediksi,”jawab Herlan sekenanya.

Dia tidak mungkin menceritakan pertengkarannya dengan Friska pada Harun, sang ayah kemungkinan tidak akan membelanya dan pasti akan menyalahkannya. Ya, sesayang itu Harun pada Friska bahkan melebih rasa sayangnya pada Herlan.

Padahal Friska hanyalah perempuan asing yang tiba-tiba masuk dalam kehidupan keluarga mereka 3 tahun yang lalu.

“Kusut sekali wajah kamu, sepertinya bukan hanya macet. Apa karena karyawan yang resign itu?”

Herlan langsung menoleh ketika mendengar ucapan Harun. Namun Harun hanya melempar senyum miring dan kemudian berucap, “Kita butuh bicara empat mata setelah ini.”

Beberapa menit kemudian, rapat berakhir. Harun meninggalkan ruang rapat dengan Herlan yang mengekor di belakangnya. Sementara Herlan  memikirkan jawaban yang tepat ketika nanti Harun menanyakan perihal hubungan terlarangnya bersama Hana selama beberapa tahun ini.

“Duduk!” ucap suara bariton itu.

Herlan menelan saliva yang telah mengumpul di dalam mulutnya sebelum mengambil posisi duduk di depan Harun.

“Pa-“

“Biarkan papa yang bicara dulu, banyak hal yang ingin papa sampaikan.”

Herlan terdiam ketika sang ayah memotong ucapannya. Sikap yang ditunjukan Harun sama seperti ketika Herlan ketahuan ikut geng motor semasa kuliah dulu. Harun nampak tenang namun sebenarnya lelaki itu mencoba menahan amarahnya yang sudah akan meledak.

Friska (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang