[ 100DWTD - 44 ]

68.3K 6.9K 4.7K
                                    

HAPPY 1JT+100RB VOTES BESTIE🦋

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

HAPPY 1JT+100RB VOTES BESTIE🦋

Buna UP Spesial Merayakannya Bareng🦋

SPAM RADENESA SEBELUM BACA👉

Jangan lupa pencet bintang guis, sekalian tinggalin jejak di komentar❤❤


BANTU KOREKSI TYPO✔

CHAPTER 44 HIS THIN SMILE
NORMAL POV

HAPPY READING



“Duh! Babi utan!” umpat Nesa.

Nesa serasa mau mati saja. Ia menepuk bibir berulang kali.  Kepalang malu terlanjur mengungkapkan rahasia keluarga besarnya yang ditutup rapat-rapat baik dari media mau
pun khalayak.

Padahal, ia dan Raden belum tentu akan berakhir bersama. Apalagi, seingat Nesa yang kapasitas otaknya cukup memperihatinkan— semalam Raden hanya bungkam tanpa memberikan reaksi sama sekali.

Susah memang punya pasangan perfeksionis ditambah minesnya Raden terlalu dingin bagi Nesa yang seperti cacing kepanasan.

Serius! Menurut Nesa— Raden sudah memasuki tahap cuek kronis. Enakan juga mengobrol dengan dinding. Setidaknya Nesa masih waras untuk tahu ia takkan direspons. Tetapi, kalau sama manusia tak tertebak layaknya Raden?

Untung-untung kalau pria titisan kulkas lima ribu pintu tersebut tidak melontarkan kata pedas yang bikin Nesa kepikiran.

“Gue enggak pengen cerai, cuma gue enggak mau disia-siain. Gue juga takut makin disakitin— mau gue itu sebenernya apa, sih?”

Nesa berharap Raden mempertahankan pernikahan mereka. Ya, Nesa naif memang, percaya bahwa manusia bisa berubah seiring berjalannya waktu. Lihat? Ayahnya pun tak memiliki rasa belas kasihan atau mengingat mama kandung dirinya yang diperlakukan buruk dahulu.

Apa yang Nesa harapkan dari sosok manusia yang baru ia kenal belum genap setahun?

MUSTAHIL!

Mendingan Nesa berharap hujan uang sekalian.

Nesa merasa rela mati-matian mengubah kebiasaan dirinya yang tidak baik. Nesa juga merasa siap menangani rasa traumanya menghadapi Hangga, asalkan didukung secara mental oleh Raden. Ia ingin dibimbing, diarahkan serta diberi bekal kata-kata manis.

Bukan sebatas perkataan kasar yang selalu hadir di bibir Raden yang senantiasa menyerbu Nesa.

Nesa kekanakan, ia sadar.

Coba telaah lagi, apakah Raden menyadari sikapnya yang menyebalkan? Tidak! Raden jelas tidak tahu diri!

“Hari ini saya akan bertemu Hangga,” lapor Raden.

100DAYS WITH THE DOCTOR [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang