[ 100DWTD - 07 ]

86.8K 7.3K 394
                                    

DON'T FORGET TO CLICK BUTTON VOTE


[ Perintah - 07 ]

100Days With The Doctor

"...Jejak kaki membekas direlung hati..."

AUTHOR POV

Beberapa detik setelah Nesa keluar dari ruangan, fokus Raden kembami pada kertas berisi analasis dan diagnosis penyakit yang diderita salah satu pasiennya.

Dalam benaknya, terpikir apakah operasi bedah perlu dilakukan atau tidak. Raden mengetuk-ngetuk polpen ke permukaan meja kayu kerjanya. Ingin rasanya mengusahakan pasiennya agar tak dibedah.

Brugh.

Konsentrasi Raden buyar, ia mendongkak dan menatap malas pada seorang Dokter yang masuk keruangannya. Teman seangkatan sekaligus sahabatnya.

"Kenapa?" tanya Raden malas.

"Anjir, itu tadi pasien lo? Sexy banget. Sakit apa? Boleh nggak gue, aja, yang nanganin?"

Pandy, Si Dokter bergerak semangat ia bahkan menggeser letak meja Raden.

"Keluar, gih," balas Raden.

Barusan ia pikir Pandy ingin membahas salah satu kondisi pasien pria itu.

"Yaudah, gini, aja. Kalau dia dateng bilang ke gue ya. Mau gue ajak pacaran sekalian," lanjut Pandy.

Polpen di genggaman tangan Raden patah akibat perbuatan dirinya sendiri. Entahlah, memikirkan Nesa menggunakan pakaian tak layak pakai pasti begitu mengundang syahwat lelaki.

"Dia calon istri gue. Puas?"

Rahang Pandy jatuh. Ia menganga dan menunjukkan betapa dirinya terkejut akan fakta tersebut.

Tatkala ia kembali sadar, dirinya menghela napas kecewa. Sudahlah jika saingannya sehebat keturunan Rajarendra lebih baik langsung menyerah dari medan perang. Berjuang sampe nyawanya hilang pun takkan membuahkan hasil.

Terlebih, Pandy sangat mengenal Raden. Pria itu tak pernah suka kala miliknya di rebut. Jangankan direbut, disentuh saja maka tak ada kata maaf dalam kamus Raden.

- oOo -


Nesa menunggu di salah satu tiang penyangga koridor, disini merupakan bagian kedokteran terkhusus bagi penderita jantung dan apapun yang berhubungan dengan peredaran darah.

Gadis seksi itu menyenderkan punggung, baru begini, ia sudah merasa lelah. Padahal dirinya masih sangat muda tetapi tak punya semangat dalam menjalankan hidup yang monoton. Bukan hidup, tapi kegiatan monoton seperti disuruh menunggu orang lain, seolah tulangnya diremukkan bersamaan.

Coba kalau bermain bersama sahabatnya, bahkan 7 hari 7 malam takkan membuat Nesa lemah, letih atau lesu.

"Ngapain ke sini? Mau ketemu gue, ya?"

Nesa yang menunduk kini menatap objek seseorang di hadapannya. Ia menelan saliva, menyadari bahwa posisi mereka terlalu dekat dan intim. Kenan, si dokter ahli tersebut mengunci dirinya dalam kukungan.

Sendi Nesa melemas, dirinya terpaku dan untuk bergerak seinchi pun tak mampu ia lakukan. Berengsek! Aroma maskulin Kenan menyeruak ke indra pembaunya.

Aroma coklat berpadu mint yang menyegarkan. Kuat nan menggiurkan.

Kenan tertawa kecil. Ia meraih pergelangan tangan Nesa. Meletakkan dua jarinya di pembuluh nadi gadis itu.

"Lo lagi kepikiran sesuatu, ya? Sini gue bantu tenangin detak jantung lo," pungkas Kenan.

100DAYS WITH THE DOCTOR [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang