10 | Perjalanan Menuju Ikhlas

10 0 0
                                    

Dua hari telah berlalu dengan malas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dua hari telah berlalu dengan malas. Aku berdiri dengan lemas melihat keluar jendela menampilkan situasi toko di jam yang sibuk. Pandanganku menangkap dengan jelas gadis cantik Si Kopi Manis itu berdiri di depan pintu dengan membawa buku. Pandangannya sibuk mengikuti arah-arah karungan beras yang dibawa diatas punggung pekerja yang menurunkannya dari dalam truk. Dia tidak menangkapku sedang mengangguminya sekarang 'kan?

Selama hari yang aku habiskan dengan makan dan tidur tanpa apa 'pun, pikiranku terjebak dalam ketidakjelasan hubunganku dengan Arini. Tembok yang Arini bagun begitu tinggi dengan bahan yang digunakan berkualitas terbaik sehingga itu terlihat kokoh bahkan terihat tidak bisa dilewati. Sama sepertiku yang berdiri dihadapannya sambil mendongak dan berpikir, apa aku bisa merobohkannya? Hatiku merasa tidak aman jika ada pria lain yang berhasil menembusnya.

"Akh!! Aku benar-benar dibuat gila!!"

Aku mengambil tas perjalananku dan membereskan segera baju-bajuku untuk kembali ke asrama kerja, aku benar-benar lemah. Jika terjebak disetiap pagi bersama Arini seperti ini, kewarasanku tentang menjalin kasih dengan Arini hanya menggerogoti kesadaranku yang hanya setengah.

"Mas Arya sudah mau balik kerja?"

"Huh?" aku menoleh kebelakang dan melihat Ida telah berdiri diambang pintu kamarku. "Seharusnya besok pagi."

"Oh, jadi kemas-kemas barangnya sekarang gitu ya?" Ida masuk ke kamarku dengan antusias di wajahnya yang berseri. "Kalau gitu Ida bantuin, ya Mas?"

Belum sempat ku jawab, Ida sudah berlanjut mengoceh. "Tumben barang bawaan Mas Arya banyak. Biasanya cuma bawa dua baju."

Aku melihat lipatan baju diluar lemari. Ida bahkan bisa menilai ini dalam sekali pandang jika aku seperti akan lari begitu jauh. Aku menghembuskan nafas merasa frustasi dengan semua yang dilakukan seakan lari dari kenyataan. Merasakan Arini yang benar-benar sulit didapatkan.

"Ida mau jalan-jalan sama Mas nggak?"

Tidak butuh waktu lama Ida melepas perhatiannya dari tumpukan baju menatap kearahku dan langsung bertanya, "kemana?!"

"Pantai, taman, restoran, kemana Ida mau."

"Yeyy! Sayang banget sama sama Mas Arya!"

Kenyataan yang ada di dalam hidupku hanya kasih sayang yang terpancar dari pelukan hangat ini. Tidak seperti aku mendambakan Arini, dengan kasih sayang ini aku masih bisa berdiri. Jika itu takdir dalam proses mendapatkan hati ini Arini memang seperti ini, akan aku hadapi.

Bagaimana Sang Dalang? Lakon ini siap mengikuti skenariomu sampai akhir menjemput untuk datang.

"Mas, Ida mau tanya. Kata Mas Aryo, Mas suka sama perempuan di desa itu, ya?"

Pertanyaan itu datang menyela di dalam perjalananku menuju destinasi yang sudah kesekian dengan barang bawaan penuh dibelakang. Ida menginginkan boneka beruang, beberapa potong pakaian dan bungkusan makanan ringan. Aku menatapnya yang duduk dengan tenang disebelahku menatap keluar. "Iya." Jawabku dengan penuh keyakinan.

Mereka Semua Tidak TahuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang