Setelah malam itu, aku tidak bertemu lagi dengan Arini. Padahal aku sudah di desa itu selama dua hari satu malam dan keinginan untuk segera mengetuk pintu rumahnya masih tidak terwujudkan. Aku takut bercampur enggan. Arini seakan tenggelam dalam kenangan dan aku memilih menghabiskan waktu dengan berdiri terdiam tepat di depan pekarangan rumahnya.
Entah angin apa yang membawaku untuk berdiri disana seperti orang gila, aku seolah menjadi patung pekarangan rumah arini yang hampa. Rahul sudah membujukku untuk ikut dengannya bertamu, tapi ketakutanku mengekangku dengan rantai baja abu. Karena itu, hari kedua disore hari aku harus cepat pergi.
Panggilan datang mendesak dari kantor yang mengatakan terjadi kebakaran ketika cutiku akan berakhir lusa. Bangunan besar berisikan pasokan bahan pabrik yang menjadi tanggung jawabku rata menjadi tanah dengan sisa bau gosong dan arang kayu. Aku menganga melihat itu. Dua rekan kerjaku tersungkur diatas tanah melihat hasil kerja mereka selama sepekan penuh terasa sia-sia. Penyelidikan besar-besaran diperintahkan pihak atas untuk mengusut perkara kerugian ratusan juta. Aku tenggelam dalam kesibukkan menata ulang jadwal dan rekontruksi gudang baru. Menghitung sisa mesin berat yang bisa terpakai atau sibuk kesana-kemari untuk ikut meneliti sisa bangunan yang masih berdiri.
Atas panggilan itu, aku harus pergi dengan mobil Aryo dan meminta izin dengan ibu dalam perjalanan. Aku memasrahkan Jimmy kesayanganku pada Aryo yang kuharapkan tiga bulan lalu untuk aman tanpa kecelakaan. Setelah bangunan gedung yang mulai berdiri dengan kontraktor yang ditanggung jawabkan, kami para pekerja menerima liburan akhir pekan setelah menolak untuk pulang.
Apa semua yang hadir dalam hidupku adalah kejutan?
Aku melihat paras Arini dalam siluet dipantulan lemari kaca pertokoan ketika kakiku turun dari mobil. Keyakinanku menolak salah ketika aku memastikan melihat teras rumah disana itu benar-benar rumahku, aku takut dengan imajinasiku melihat Arini di toko sebelah rumahku yang penuh dengan wajah-wajah pegawai baru. Aku mungkin mulai tidak waras karena tidak melihat Arini sejak malam itu. Apakah jatuh cinta tidak bisa membedakan antara kenyataan dan ilusi seperti ini? Oh tidak! Aku bahkan melihat dengan nyata kulit gelap manis Arini terlihat nyata di mataku ketika dia berdiri di ambang pintu toko.
Arini terdiam dengan wajah cantik yang terukir kaget begitu pula aku. Ini gila. Aku benar-benar merasa setan merasuki pikiranku dan mulai membayangkan Arini di depanku setelah aku mulai memimpikkannya dengan pakaian kebaya putih pernikahan kami suatu saat nanti.
"Baru sampai, Ya?!"
Aku tersentak ketika tepukan dipundakku mulai membawa jiwa ini ke raganya. Aryo berdiri disebelahku menatap dengan penuh kegembiraan dan pandanganku kembali pada posisi dimana Arini berdiri tadi. Dia tidak ada disana. Apa tadi itu benar-benar ilusi?
"Kau masih waras 'kan? Kau terlihat linglung sekarang. Apa kebakaran disana terjadi sangat buruk?"
"Em, y-ya." Sadarlah Arya jika yang bertanya padamu sekarang adalah Aryo, tapi kepalamu itu penuh dengan bayang-bayang Arini!
KAMU SEDANG MEMBACA
Mereka Semua Tidak Tahu
RomansaMereka semua hanya tahu aku bahagia Mereka semua hanya tahu aku mencintainya Mereka semua harus tahu jika perasaanku bisa hancur karena cintanya ----- Pertemuan Arya yang mengajaknya mengenal sosok Arini dalam pertemuan singkat ketika dia berkunjung...