11 | Suatu Yang Berharga Mati

7 0 0
                                    

Tidak mungkin dua gadis itu memiliki nama yang sama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tidak mungkin dua gadis itu memiliki nama yang sama. Apa ini kebetulan saja? Apa yang Ibu pikirkan! Perkataan Aryo membuatku frustasi setengah mati. Dia mengatakan meyakiniku jika kedua nama itu benar-benar sama bahkan Aryo bersumpah jika yang dikatakan itu dia ketahui dengan pasti.

"Untuk apa aku menipumu dengan mengatakan jika mereka berdua memiliki nama yang sama!" ujar Aryo dengan lantang.

Aku menarik dan membawa kerah baju Aryo dalam cengkraman. Emosi merasukiku meluap ke permukaan seperti orang kesetanan. Cekalanku mengetat, membuat garis ketegasan di buku-buku jariku mengeras. "Apa ini lelucon?!"

Suaraku meninggi. Jika Aryo melemparkan candaan, itu sangat konyol.

"Dengar. Ini murni kebetulan dan pada saat itu aku ingin membantumu saja."

"Apa?"

"Aku mengatakan jika kau menyukai Arini dan secara kebetulan Pak Didin datang mengatakan kisahnya ke hadapan Ibu juga menyebut nama yang sama."

"Apa?!" aku mencengkram erat kerah Aryo yang tercekik. "Apa kau pikir aku perlu bantuan?!!"

Aku kehabisan akal. Semakin melihat wajah Aryo yang membiru, amarah di dalam diriku semakin meluap-luap tidak menentu. "Kau--!!" aku melepas cengkramanku dan tubuh Aryo terjatuh dibawah kakiku.

"Maafkan aku-uhuk, uhuk! Aku merasa kasihan melihatmu memandangi Arini dari kejauhan. Aku hanya ingin membantu-"

"Aku tidak butuh rasa kasihan itu!! Bangsat!"

Aku menyisir rambutku dengan jemari tangan yang telah melakukan tindakan kasar. "Aku menikmati setiap bagian dalam pendekatanku dengan Arini. Aku tidak ingin dia menerimaku dengan terburu-buru." Ucapku lirih. Melihat langit-langit teras terasa lebih baik ketimbang melihat wajah Aryo yang bersimpuh dibawahku.

"Tapi barusan kau mengatakan ingin menikahinya. Apa itu hanya lelucon?"

Wajah Aryo penuh dengan keringat dan sorot matanya sayu menatapku. "Aku menginginkan tanggung jawabnya."

"Dengan cara menikahinya? Apa kau pikir menikah hanya sebatas mengambil tanggung jawab istrimu saja?!"

Kali ini Aryo 'lah yang mencengkram bajuku dengan tatapan nyalang. "Kau hanya ingin mengambil Arini saja. Bagaimana dengan keluarganya? Adiknya-adiknya? Kau pikir itu bukan tanggunganmu, ya?!"

Aku terdiam. Perkataan Aryo memang benar. Ku akui jika aku menginginkan Arini dan membawanya bersama. Dengan tanggung jawab beserta beban yang dia derita, aku ingin membawa Arini ke duniaku dan hidup bahagia.

"Apa yang bisa kau buktikan untuk membawa Arini didepan orang tuanya? Kau tahu, aku sudah mempertaruhkan segalanya agar Ibu Rahayu mengizinkanku datang ke rumahnya tapi aku tidak mendengar tentang lamaranku diterima atau tidak dari mulutnya!"

"Apa yang kau lakukan?" tanyaku. Aku menangkap tatapannya lesu menurunkan pandangannya. "Apa yang kau pertaruhkan, jawab Aryo!!"

"Aku telah membalik nama sertifikat toko atas namanya."

Mereka Semua Tidak TahuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang