Bosan.
Sangat bosan.
Adalah kata yang menggambarkan bagaimana suasana hati seorang Federick De Morton sejak kecil. Semuanya terarah. Mulai dari pagi sampai malam tidak ada kegiatan yang baru.
Pagi dimulai dengan sarapan, dilanjut dengan belajar pendidikan suksesor -karena dia merupakan anak semata wayang Grand Duke terdahulu, hingga jam 2 siang, setelahnya ia akan berlatih pedang dan pengendalian elemen hingga matahari terbenam. Selalu seperti itu setiap hari.
Belum lagi dirinya yang memiliki ingatan super kuat hingga menghapal 1 buku tebal bukanlah hal besar baginya, atau menghapal gerakan pedang, atau bahkan cara memanah dan menunggang kuda. Semua itu terasa sangat mudah hingga sampai pada titik membosankan.
Bahkan hari dimana ia harusnya berbahagia karena telah resmi menjadi seorang suami dari wanita tercantik sekekaisaran ia tetap merasa bosan.
Hingga suatu hari, tepat pada saat dirinya dan Grand Duchess melakukan perjalanan menuju sebuah desa untuk melakukan pemeriksaan tahunan mengalami kecelakaan kecil. Kereta yang mereka naiki terjebak longsor dan serangan bandit di saat yang bersamaan. Meski berhasil selamat, tapi Grand Duchess mengalami perdarahan hingga membuatnya harus melahirkan lebih cepat.
Di sebuah gubuk tak terpakai, persalinan dilakukan karena waktu yang memburu. Federick awalnya biasa saja, ia bahkan tidak begitu peduli pada apapun yang akan terjadi karena semuanya terasa membosankan. Namun, saat dirinya menatap menembus pada pikiran putra pertamanya yang baru lahir di pertengahan musim dingin itu membuatnya merasa penasaran.
Federick yang merupakan seorang Elper tingkat 7 dan memiliki sihir pembaca pikiran yang langka dapat dengan mudah memasuki pikiran seseorang, termasuk putranya. Betapa terkejutnya saat melihat dunia penuh warna dengan banyaknya kebahagiaan dalam benak putranya yang masih polos. Persetan dengan istrinya yang meninggal karena kehabisan darah saat melahirkan si kecil, rasa baru itu tidak boleh cepat hilang.
Kemudian, ia mengangkat beberapa selir. Membuahi mereka dengan benihnya hingga lahirlah anak-anaknya yang memiliki benak yang berwarna nan indah. Ia memperhatikan dan membesarkan putra-putranya dengan kasih sayang yang sepantasnya, tidak ada lagi kata bosan saat melihat anak-anaknya mulai tumbuh dan benak mereka mulai terisi banyak hal.
Sunggu, menjadi seorang ayah ternyata tidak semembosankan dugaannya.
Tapi keanehan terjadi. Saat ia dengan penuh kesabaran menunggu proses persalinan si bungsu Rean, ada satu hal yang membuatnya bertanya-tanya.
Dia memang kecewa karena si bungsu ternyata perempuan, namun ada satu hal yang lebih membuatnya penasaran.
"Dia mati?" Begitu tanyanya pada dokter yang menangani persalinan Selir Keduanya.
Dokter tersebut tentu merasa bingung, padahal si bungsu sangat jelas sedang memangis keras. "Menjawab pertanyaan Anda, Lady Morton masih hidup Grand Duke Morton."
Federick menyeringit bingung. Jelas-jelas benak anak itu kosong, bahkan gelap dan hampa hingga tak bisa ia lihat satu pun titik cahaya.
"Sepertinya dia cacat, awasi dia." Ucapnya saat itu.
Federick terus memperhatikan si bungsu. Lama kelamaan benak si kecil itu mulai terlihat sebuah cahaya, namun kehampaan masih menguasai. Bahkan tingkahnya yang hanya diam dan diam membuat Federick berfikir keras tentang apa yang salah?
Hingga suatu hari, bukan kehampaan yang ia lihat, namun obsesi dan tekanan yang ia temukan. Obsesi yang berbahaya, yang dapat melakukan apapun untuk memenuhinya. Meski ia tidak tahu obsesi itu ditujukan untuk apa karena kekuatannya yang terbatas, tapi ia yakin pada satu hal, obsesi itu dapat membunuh si kecil suatu saat nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Happier: My Lady
FantasyBlurb: "Subrata harus sempurna! Jangan buat kesalahan dan jangan biarkan ada kecacatan!" Kalimat itu yang Mahendra Subatra tanamkan pada Jofindra Subrata, Reananda Subrata dan Winata Subrata yang tak lain adalah anak-anaknya sendiri. Hingga tanpa s...