.
.
.
Pagi hari yang sibuk.Setelah melewati malam yang penuh dengan hayalan,Caren kembali ke realita kehidupan yang memang selalu tidak seindah ekspetasinya.
Kepalanya pusing,tapi ia harus tetap membantu ibu yang pagi ini kerepotan karena Aidan anak laki-laki satu-satunya di keluarga ini yang susah dibangunkan.
Bicara soal adik,Carena memiliki dua adik kandung dan dua adik tiri.adik kandungannya yaitu Sela kini duduk di bangku kelas 1 SMP di sebuah sekolah swasta di kotanya,sedangkan Aidan usianya sama seperti Jia.Hanya saja Aidan lahir enam bulan sebelum Jia.
Selanjutnya ada Riana,dia adalah anak kedua dari mama,dulu wanita itu sempat keguguran.Seharusnya jika anak itu lahir mungkin umurnya akan sama dengan Sela.Riana kini duduk di bangku kelas 5 sekolah dasar.Dan yang terakhir adalah Jia,yang duduk di bangku kelas 2 SD sama seperti Aidan.
"Ayah semalem gak pulang Bu?"
Tanya Caren sembari mengaduk tumis kangkung di kuali."Ayah mu kan malem ini nginep di sono"
Caren mengangguk paham.Memang kadang seperti itu, ayahnya semalam akan menginap di rumah mereka dan semalam lagi akan menginap di tempat mama."Kamu ada kelasnya agak siang kan,
Nanti tolong anterin Sela Ama Aidan yaa"
Selain menjadi asisten sang Ibu, tugas lain Caren adalah menjadi supir pribadi adik-adiknya.🌑
Setelah kembali dari mengantar adik-adiknya sekolah,Caren kini membersihkan ruangan tengah.Ia mengelap debu-debu yang menempel pada meja juga menyapu bersih lantai.
Kegiatannya terhenti saat melihat foto yang terpajang pada dinding tengah.Foto itu menampilkan keluarga yang bahagia,namun kenyataannya keluarga ini tak sebahagia yang terlihat di foto.
Bunyi alarm pada ponselnya menyadarkan Caren dari angan-angan tentang keluarga bahagia seperti pada foto keluarganya.
Caren harus cepat-cepat menyelesaikan pekerjaannya dan bergegas membersihkan tubuhnya sebelum pergi ke kampus.
🌑
"Kamu gimana sih kak,Riana cuman minta tolong jemput ke tempat bimbelnya doang sebentar.Coba kalau tadi kamu jemput adik kamu gak bakalan kayak gini jadinya."
Caren hanya menunduk menatap lantai,ia menahan tangisnya.Sore tadi,Riana yang pulang sendirian dari tempat bimbel dengan berjalan kaki tanpa sengaja terserempet motor.
Malam ini Ayahnya memarahinya, padahal sore tadi ia sudah memberi tahu mama bahwa ia tidak bisa menjemput Riana karna kepentingan lain.
Ah, seharusnya ia tidak mengiyakan ajakannya Arjuna untuk merayakan ulang tahun Jian yang berujung dengan interogasi pada temannya karena kini Jian tinggal dengan seorang wanita.
"Kamu itu kebanyakan main kan,
Apa salahnya sih tadi itu untuk jemput Riana sebentar?"Carena merenungi kesalahannya,tapi untuk perkataan ayahnya yang KEBANYAKAN MAIN itu salah.Waktu Carena lebih banyak digunakan di kampus dan di rumah.Bahkan dalam satu Minggu dapat dihitung berapa kali ia berkumpul dengan teman-temannya.
"Udah mulai besok pulang dari kampus kamu langsung ke rumah.gak ada kumpul-kumpul sama temen kamu"
Lanjut ayahnya.Carena tidak bisa terus-terusan diam.Ayahnya kini benar-benar kelewat jika harus membatasi kegiatannya.
"Yah gak bisa gitu dong, lagian aku juga udah ngomong mama kalau gak bisa jemput Riana.""Dari tadi aku terima yaa Ayah marahin aku,tapi aku gak terima kalau kegiatan aku di batesin gini"
"CARENA,"
Suara Ayahnya makin meninggi."udah mulai berani ngelawan yaa kamu.
Ayah gak narima argumen kamu untuk sekarang.Masuk ke kamar sekarang besok minta maaf sama Riana"Tanpa membalas perkataan ayahnya lagi,Carena pergi meninggalkan ayahnya di ruang tengah dan menutup pintu kamar dengan kasar.
Ia tidak perduli jika perilakunya dapat membuat sang ayah makin marah.Yang ia butuhkan adalah sesuatu yang dapat melampiaskan keadaannya.
.
.
.
Jangan lupa votenya kakak
KAMU SEDANG MEMBACA
Can we be happy?
Hayran Kurgu"Kalau ada masalah tu cerita, bukannya malah nyayat tangan lu sendiri"Yogi menutup kembali lengan wanita itu dengan sweater yang ia kenakan "Percuma gue cerita,lu gak bakalan ngerti"Lagi Carena menepis lengan sahabatnya itu. "Sebagai sesama anak bro...