Mentari menghela napas lega setelah keluar dari kamar mandi, ia lalu menjatuhkan dirinya di sofa empuk dan mengambil majalah Yess! di meja. Mentari menatap Agnes Monica yang terlihat cantik menjadi cover majalah. Mentari berpikir, mungkin ia bisa mencoba gaya rambut Agnes Monica. Mentari mengingat bahwa terakhir kali ia potong poni adalah saat kelas tiga SD, sudah saatnya ia mengubah penampilan, siapa tau .... ia bisa punya pacar?"Kenapa lo senyam-senyum?"
Rahel datang sambil membawa dua gelas jus jeruk di tangannya, ia ikut duduk di hadapan Mentari.
Mentari langsung menujukan majalah di depan Rahel. "Menurut lo, kalo gue ponian, cantik ngga?"
Rahel menatap foto agnes monica yang ditunjuk Mentari, Rahel meminum jusnya lalu mengambil majalah itu.
"Menurut gue .... ngga," jawab Rahel sambil membaca majalah itu. Mentari langsung menatapnya datar dan menyandarkan diri di sofa.
"Benar sih, seandainya wajah gue mirip Dian Sastro ...."
Rahel menatap Mentari bingung, apa Mentari kesurupan? Kenapa tiba-tiba gadis itu ingin mengubah penampilannya? Rahel tersenyum lebar, ia hampir lupa dengan kejadian di rumah sakit tadi.
"Rahel ...." Mentari memanggil Rahel dengan lirih.
"Apa?"
"Kenalin gue sama tetangga lo."
Senyum Rahel langsung pudar diganti dengan ekspresi datar. "Tetangga yang mana?"
"Tetangga yang lo bilang mau kenalin kek gue." Mentari mengingat tawaran Rahel yang mau mengenalkannya dengan adik kelas. "Dia .... sekolah di sekolah kita kan?"
"Bukannya lo ngga mau?"
"Gue mau kok!"
Rahel memutar matanya. "Lo kan, naksir sama Dean, makanya tawaran gue yang waktu itu langsung lo tolak!"
Rahel puas mengatakan itu, sementara Mentari langsung duduk tegak menatap tajam Rahel.
"Ngga usah sok tau, gue udah ngga naksir sama Dean!"
"Lo pikir gue buta?" balas Rahel tidak mau kalah. "Lo pikir, gue ngga liat seharian ini hanya Dean yang lo tatap?"
Mentari menghela napas, lalu ia mencoba menjelaskan dengan tenang. "Itu cuma perasaan khawatir, Rahel .... gue cuma khawatir karena luka-lukanya ternyata parah banget."
"Halah, lo pikir gue nggak tau, gimana paniknya elo saat dengar Dean ada di rumah sakit?" sindir Rahel.
Mentari terdiam, ia lalu kembali menyandarkan badannya di kursi dan menatap langit-langit rumah Rahel. Apa dia terlalu mudah ditebak, ya? Sampai Rahel pun tau perasaannya, apa jangan-jangan semua teman sekelasnya sudah tau?
"Tari, dari pada lo cari cowok lain, coba deh, lo ungkapin perasaan lo ke Dean."
Mentari langsung melotot terkejut, ia kembali duduk tegak menatap Rahel tajam.
"Lo udah gila?"
Seperti yang Rahel duga, pasti begitu respon Mentari. Rahel akan sangat kesulitan menghadapi Mentari dengan tingkat gengsi yang tinggi.
"Lo .... belum pernah nembak cowok, ya?"
"Nggak pernah, lah!" ketus Mentari, selama hidupnya, ia banyak menyukai cowok tapi tidak pernah menembak cowok yang dia sukai.

KAMU SEDANG MEMBACA
Selamat Pagi, Mentari
Teen FictionCerita tentang Mentari, Adilla, Tasya dan Dean yang melewati masa remaja di awal tahun 2000-an Cerita ini terinspirasi dari drama korea populer, Repply 1988