Foto

3 2 0
                                        


Hari ini Tasya tidak hadir, dan Mentari memaklumi hal itu. Kalau dia jadi Tasya, mungkin dia tidak mau bersekolah lagi.

Tapi, karena tidak ada Tasya dan Dean—yang sudah hilang dari kelas ketika bel istirahat berbunyi. Membuat Mentari harus membawa semua buku cetak yang masih baru, ke perpustakaan sendirian.

Sebenarnya semua ini salahnya. Mentari tertidur ketika pelajaran Kimia, dia ketahuan guru, lalu dilempari penghapus. Awalnya hanya diberi ceramah, tapi rasanya dia dipermalukan oleh guru Kimia yang punya tompel di dekat hidung itu—para kakak kelas banyak yang tidak suka dengan guru itu. Ditambah lagi dengan hukuman membawa buku.

Katanya bukunya sedikit, tapi buku sedikit itu sekarang menutupi wajahnya. Menyebalkan, sepanjang jalan ke perpustakaan Mentari tidak berhenti untuk memaki. Guru Kimia yang menyebalkan itu, melarang anak-anak di kelas untuk membantunya. Mentari tidak ingat nama gurunya itu, dan tidak berniat untuk menghafal nama guru menyebalkan.

Perpustakaan lumayan jauh dari kelasnya, tangan Mentari sudah sakit. Ia berpikir untuk istirahat sebentar, tapi ketika ia mulai berjalan di depan kelas tiga, Mentari merinding. Kelas kosong dan sunyi, ia paksa untuk berjalan lebih cepat. Setengah berlari, lalu akhirnya berhenti.

Mentari terbelalak, ia membeku di tempat, menahan nafas. Astaga, seharusnya Mentari tidak perlu melewati kelas ini.  Habisnya, tidak jauh dari tempatnya berdiri, ia melihat Kak Angga sedang berciuman dengan cewek bernama Rani—yang Mentari tahu Kak Rani itu seorang wakil ketua osis.

Mentari masih terdiam, apa ia berjalan melewati mereka saja dan pura-pura tidak lihat? Mentari sangat malu, ini pertama kalinya ia melihat adegan ciuman secara langsung. Angga dan Rani masih tidak menyadari kehadiran Mentari, maka Mentari menggunakan kesempatan itu untuk berjalan kabur.

Sayangnya Mentari berbuat ceroboh, dengan berjalan terlalu cepat—dan karena lantai yang licin membuat Mentari tergelincir. Ia berteriak kesakitan, ketika pantatnya mengenai lantai. Sakit sekali. Buku-buku berhamburan dan otomatis Angga dan Rani menghentikan kegiatan mereka.

Rani menatap tajam Mentari—yang malah menunduk, berharap Rani tidak menghafal wajahnya dan berniat balas dendam, karena mengganggu kegiatan privasi.

"Huh, ganggu aja," ketus Rani, lalu berjalan melewati Mentari, dan menendang buku-buku yang menghalangi jalannya.

Astaga... Padahal buku baru

Mentari jadi sedikit emosi, apalagi ketika Angga malah melewatinya dan mengejar Rani. Walaupun Mentari tidak suka membaca—kecuali novel, tapi ia sedih melihat buku baru yang di tendang. Buku kan dibeli pakai uang, sama juga Kakak kelas sok itu menendang uang.

Arghh sial banget

Mentari memungut buku dengan kesal, hingga ia menyadari seseorang sedang membantunya. Lalu Mentari berdiri, membiarkan Dean memungut buku sendirian.

Dean sebenarnya tidak sengaja melihat Mentari yang sibuk membersihkan buku, mengetahui gadis itu dalam kesulitan, ia langsung berlari membantu Mentari memungut buku.

Perasaan Mentari masih sama saat Dean memberikan payung kepadanya, saat itu Mentari tidak bisa melupakan Dean. Dan sekarang cowok itu malah semakin tampan, dengan rambut cepak yang tidak terlalu pendek.

Mentari mencoba untuk bersikap biasa saja, hingga ia tersenyum ketika Dean berdiri dan mengambil semua buku yang ia pegang.

"Biar aku saja, " katanya, membuat Mentari kembali berdebar-debar.

Ketika Dean sudah berjalan melewatinya, Mentari cepat-cepat berlari menahan tangan Dean, membuat cowok itu menoleh ke arah Mentari dengan wajah polos dan bingung.

Selamat Pagi, MentariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang