Maaf

5 0 0
                                        


"Gila mirip dari mananya?"

Rio yang sedang membaca komik terbaru One Piece mendengkus dan melirik tajam Andi yang sedang mengobrol bersama Andra.

"Lo berdua bisa diam nggak?!"

Rio yang sedang duduk di bangku kosong di samping Andi sambil mengangkat kakinya di meja, posisi yang nyaman untuk bersantai di saat jam kosong. Tapi terganggu dengan cekikikan Andra dan Andi yang tidak berhenti.

Andi mengaruk rambutnya yang tidak gatal. "Sorry, man. Si Andra tuh pagi-pagi udah melawak."

"Melawak apaan? Gue cuma bilang Pak Budi mirip Piccolo."

Rio berbalik menatap Andra datar. "Piccolo di dragon ball? Yang ijo itu?" tanya Rio sambil mengingat kartun masa kecilnya dulu.

Andra mengangguk dengan semangat sambil menahan tawa. "Mirip kan?"

"Mirip dari mananya sih, bego?" ketus Rio.

Andra jadi gemas dengan kedua temannya. "Mirip tau... ekspresinya itu loh... tinggal suruh Pak Budi pakai sorban terus ubah kulitnya jadi warna ijo. Pasti mirip banget."

Andi sudah tertawa mendengar ocehan Andra, sementara Rio kembali berbalik ke depan lanjut membaca komiknya dengan posisi nyaman. Mendengar ocehan Andra, hanya akan membuang-buang waktu.

"Parah lu, tapi menurut gue, Pak Budi lebih mirip Krillin dari pada Piccolo."

Andra tertawa keras mendengar ucapan Andi, sementara Rio sudah menulikan telinganya dan sudah fokus dengan komik yang sedang seru-serunya.

"Ngga ada mirip-miripnya goblok." Andra bersusah payah menghentikan tawanya. "Emang benar sih, sama-sama botak, tapi sih Krillin kan alisnya tebal. Ini Pak Budi, kepalanya udah botak, alisnya juga ikutan botak."

Andra dan Andi tertawa keras, Gita yang duduk tidak jauh dari mereka mendengkus jengkel, terganggu dengan tawa mereka.

"Eh, elo tau nggak?" Andi berhenti tertawa. "Gue baru dengar, katanya ada cewek yang namanya Budi loh... "

"Mana ada."

"Ada, namanya Budi Pertiwi."

"Anjing lo."

Andra dan Andi kembali tertawa, dan bukan cuma Gita, beberapa anak ikut menatap mereka dengan jengkel.

Gita yang sedang sibuk menggambar alisnya, sudah tidak kuat dengan keributan dari Andra dan Andi. Ia langsung memukul meja dengan keras, membuat Andra dan Andi kompak menoleh ke arahnya.

"Lo berdua bisa diam nggak sih?!" Gita emosi, Andra dan Andi langsung berhenti tertawa. "Lo pikir, cuma lo berdua doang yang ada di kelas ini? Kalo mau ketawa keluar sana, ketawa di depan Pak Budi."

Setelah mengatakan itu, Gita kembali merapikan alisnya. Andra dan Andi menatap sekeliling, melihat beberapa teman mereka yang menatap jengkel. Beruntung, Mentari sedang duduk manis sambil fokus membaca novel karya Eka Kurniawan yang berjudul Cantik Itu Luka. Dari kemarin, ia fokus membaca novel itu. Saking serunya, ia tetap tidak peduli dengan keributan yang di buat Andra dan Andi. Sama seperti Rio, yang juga fokus dengan komiknya.

"Ya maaf..." Andra mengaruk lehernya. "Kalian nggak dengar sih, leluconnya sih Andi, kalo kalian dengar pasti ikut ketawa kek gue."

Semua orang tidak peduli, Andra menoleh menatap Gita yang sedang mengeluarkan lipatan kertas di dalam tas. Ia mengangkat alis, bingung apa yang dikeluarkan cewek itu. Gita membuka lipatan kertas itu yang ternyata isinya hanya bedak, Andra memutar matanya malas.

"Yaelah, Git... mau ke kondangan lo? Pake make up segala."

Gita yang sedang memakai bedak di wajahnya, langsung melirik sinis Andra. "Elo kan cowok, cowok itu ngga akan ngerti pentingnya make up bagi perempuan," balas Gita tanpa menoleh ke arah Andra dan fokus meratakan bedak di wajahnya.

Selamat Pagi, MentariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang