Mentari langsung pergi ketika Linda selesai menelepon. Linda dan Cakra pergi ke pasar untuk membeli sepatu baru untuk Cakra dan untuknya. Saat mencari angkot untuk pulang, Linda melupakan dompetnya di toko sepatu. Linda ingin mengajak Cakra bersamanya, tapi Cakra malah bersikeras untuk tetap menunggu angkot datang. Linda mengalah, dia juga harus cepat-cepat sebelum dompetnya menghilang. Sebelum pergi, Linda sudah memperingati Cakra untuk menunggunya dan tidak pergi ke mana-mana.Saat sampai di pasar Mentari langsung celingak-celinguk mencari Linda. Ia langsung menemukan ibunya di samping telepon umum, ia langsung berlari dan Linda langsung menyadari kehadiran anaknya.
Mereka memutuskan untuk mencari di sekitar pasar, Linda akan pergi meminta bantuan kepada satpam pasar. Mentari berlari lagi, jarak dari pasar ke rumahnya lumayan jauh, pasti Cakra tidak terlalu jauh dari area pasar.
Mentari terus mencari, ia bertanya ke penjual, ke tukang ojek bahkan kepada supir angkot tapi tidak ada yang melihat anak dengan ciri-ciri seperti Cakra. Mentari hampir menangis ketika azan magrib sudah berkumandang, ia kelelahan dan berhenti untuk mengatur nafas. Mentari sudah mencari di sekitar pasar, tapi tidak ada, bahkan sekarang ia berdiri lumayan jauh dari pasar.
Mentari berniat untuk kembali dan menelepon Linda untuk memanggil polisi dan juga menelepon ayahnya. Saat ia akan berbalik, Mentari mendengar suara teriakan tidak asing. Ia cepat-cepat menoleh, suara itu memanggil namanya.
"Kamen, disini!"
Ia menoleh ke arah kanan, ada lorong kecil yang sering dilalui kendaraan bermotor. Mentari berlari lagi dan ia hampir tertabrak motor saking paniknya, ia celingak-celinguk mencari suara itu. Karena tidak ada orang, Mentari memberanikan diri untuk berteriak, memanggil nama adiknya. Teriakan pertama tidak ada jawaban, lalu Mentari berteriak lagi.
"Kamen! "
Mentari menoleh cepat-cepat, lalu matanya berkaca-kaca melihat adiknya tersenyum lebar di seberang jalan, di depan toko mainan. Mentari cepat-cepat menyeberang, lalu ia langsung memeluk Cakra. Menangis sambil memarahi adiknya yang bodoh.
"Anak bego, kenapa nggak ikuti kata Mama sih! " Mentari mengusap air matanya dan melepaskan pelukan mereka.
Cakra menatap kakaknya bingung. "Aku pergi nggak sendirian kok. "
Mentari mengangkat alis sambil terus mengusap wajahnya.
"Maksudnya?"
"Kamen ingat nggak? Teman Kamen yang baik dan cantik, dia ajak aku ke toko mainan terus mau antar aku dan mama pulang," ucap Cakra dengan semangat, lalu ia menunjukkan kantong berisi mainan di depan Mentari. "Dia bilang aku bisa beli semuanya, yah aku beli deh. Tapi, kayaknya aku terlalu lama, soalnya barang-barang di sana bagus semua. "
Mentari terdiam, ia mengepalkan tinjunya, menelan ludah dan menatap kantong di tangan Cakra. Mentari langsung mengambil kantong itu, dan membuang semua isinya di jalan raya. Cakra panik, ketika ia akan berlari dan memungut mainannya, Mentari memegang tangannya kasar.
"Kamen, kenapa sih? Kok mainan ku di buang semua?! "
"Cakra, ayo kita pulang. Mama sudah nungguin di pasar. " Mentari berbalik dan berjalan tapi Cakra menahan tangannya.
"Nggak mau! Kamen sudah gila ya? Ayo cepat pungut mainan ku. "
Cakra membeku ketika melihat Mentari berbalik, menatapnya tajam tidak seperti biasanya.
Mentari memegang erat tangan adiknya lalu berucap sepelan dan sesabar mungkin. "Pulang! "
"Nggak mau! " Cakra keras kepala, matanya berair karena menahan sakit di tangannya yang dipegang Mentari. "Kamen kenapa sih? Cakra bukan anak kecil lagi, Cakra bisa pulang sendiri!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Selamat Pagi, Mentari
Novela JuvenilCerita tentang Mentari, Adilla, Tasya dan Dean yang melewati masa remaja di awal tahun 2000-an Cerita ini terinspirasi dari drama korea populer, Repply 1988