"Ini lo serius, nggak mau gue anter pulang ke rumah aja?"
Lavisha menoleh saat pertanyaan yang sama untuk ketiga kalinya terdengar dari lelaki yang masih mengemudi di sampingnya itu. Agak bosan juga karena Ezra seolah tidak puas dan tidak yakin dengan jawaban yang ia berikan. Gadis itu memilih menghela napas panjang.
"Nggak usah, kan, gue bilang?" Lavisha balik bertanya, sontak hal itu membuat Ezra terdiam. "Lagian, motor gue ada di kantor, kok."
"Tapi ini udah malem juga, lho, Sha." Agaknya, Ezra masih tidak rela jika harus membiarkan gadis itu pulang sendiri di malam yang semakin larut seperti ini. Karena biar bagaimanapun, Lavisha adalah tanggung jawabnya malam ini.
Terdengar helaan napas panjang dari Lavisha yang tiba-tiba saja membuang wajahnya ke arah jendela di sisi kiri. "Santai aja, kali," jawabnya. "Jam segini mah, jalanan masih lumayan rame."
Entah karena sok tahu atau bagaimana, yang jelas, Ezra dapat mendengar keraguan dari suara gadis yang mulai malam ini hingga tiga bulan ke depan akan selalu berurusan dengannya itu. "Ya tau, jalan emang masih rame, tapi kan---"
"Sumpah deh, Ezra. Santai ajaaa! Gue udah biasa, soalnya. Malah biasanya pulang lebih malam lagi dari ini."
Kali ini, giliran Ezra yang menghela napas panjang seraya menyandarkan tubuhnya pada jok mobil. Ternyata, Lavisha ini lumayan keras kepala juga, ya? "Masalahnya yang namanya nahas nggak kenal sama 'udah biasa atau belum', Sha."
Ucapan Ezra barusan, jelas saja membuat Lavisha ikut menegakkan tubuh, kemudian melirik lelaki di sampingnya dengan wajah sebal. "Kok lo jadi nakut-nakutin gue gini, sih, anjir!?"
"Bukan nakut-nakutin, tapi ngingetin supaya lo nggak terlalu menyepelekan sesuatu."
Padahal, mereka baru saja saling mengenal. Akan tetapi, entah kenapa ada perasaan ingin menjaga gadis di sampingnya itu. Ya, mungkin juga karena posisi keduanya yang sekarang tengah menjalankan hubungan di atas kontrak atau bagaimana, Ezra tidak mengerti. Atau bisa saja hanya karena dirinya seorang lelaki yang memiliki tanggung jawab untuk melindungi perempuan. Intinya, tidak rela saja membiarkan Lavisha pulang sendirian.
Mobil yang ia kendarai bahkan sudah berhenti di pelataran parkir kantor LOVORENT yang sudah sangat sepi itu. Hanya ada dua orang satpam yang berjaga dan kini terlihat tengah menikmati segelas kopi untuk masing-masing, sembari bermain catur di pos.
"Udah deh," ujar Lavisha tiba-tiba. "Gue beneran udah biasa pulang jam segini, malah biasanya lebih malam lagi. Jadi, jangan khawatir---um, maksud gue---"
"Iya, gue khawatir. Lo nggak salah ngomong, kok," balas Ezra saat menyadari jika Lavisha memilih menelan kembali ucapannya karena takut salah bicara. "Biar gue antar aja, ya?"
"Sumpah nggak usah, Ezraaa!" Lavisha cemberut. Tanpa ia sadari, apa yang dilakukannya barusan membuat Ezra tak kuasa menahan diri untuk tidak menyunggingkan senyum karena gemas melihat wajah Lavisha yang tiba-tiba saja tampak lucu di matanya itu. "Btw, thanks buat hari ini, oke? Gue balik dulu, dadah!"
Setelah mengatakan hal itu, Lavisha benar-benar langsung berlari keluar dari mobil---sambil dadah-dadah---dan langsung menyapa dua satpam yang bertugas. Mengucapkan terima kasih karena sudah menjaga motor miliknya dengan baik. Sementara itu, Ezra yang berada di dalam mobil lagi-lagi hanya menghela napas pasrah. Perasaannya masih tidak rela membiarkan Lavisha pulang sendiri.
Akan tetapi, akhirnya ia memilih tetap melajukan kendaraannya meninggalkan pelataran kantor LOVORENT. Ezra tidak tahu saja jika di tempatnya---seraya mengenakan helm dan bersiap tancap gas pulang---Lavisha menghela napas panjang. Lega saja rasanya karena akhirnya Ezra menurut dan tidak bersikeras untuk mengantarnya pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVORENT✓
Romance16+ "Kalau begitu, boleh nggak, saya ganti agennya sama Mbak operatornya aja?" Bukan sekali dua kali, tetapi sudah sangat sering Lavisha mendengar pertanyaan seperti itu ketika dirinya memposisikan diri sebagai operator di aplikasi penyedia jasa tem...