Eps. 10: Kekasih?

128 28 4
                                    

Sambil memasukkan beberapa lembar pakaian miliknya ke ransel dengan ukuran sedang, Lavisha melamun.

Jadi, sejak bermenit-menit lalu, gadis itu tidak begitu fokus dengan pekerjaannya hingga tanpa disadari sekarang tangannya hanya menggapai angin. Semua pakaian yang ia siapkan sudah masuk semua walaupun tidak tersusun dengan baik. Saat tersadar dengan apa yang ia lakukan, Lavisha bahkan tidak langsung merutuki dirinya seperti biasa, melainkan menghela napas panjang seraya menarik resleting ranselnya dengan sedikit kasar.

Rasanya seperti sedang bermimpi ketika semalam dirinya hampir saja meregang nyawa karena dicegat preman di jalanan. Tidak tahu kalau misalnya Ezra tak datang, bagaimana nasibnya sekarang. Namun, sayangnya malang tak dapat dihindari. Kalau saja Ezra tidak datang dan menolongnya, mungkin hingga detik ini lelaki itu masih dalam kondisi baik-baik saja.

"Saya minta kamu buat bertanggungjawab atas anak saya."

Seketika, percakapan antara dirinya dan ibunda Ezra terngiang di kepala. Mulanya, Lavisha sudah sangat ketakutan karena tatapan dari wanita yang merupakan ibu dari kliennya itu terkesan cukup mengintimidasi. Walaupun wajahnya terlihat datar dan tidak berekspresi berlebihan, tetap saja Lavisha khawatir.

Gadis itu bahkan sempat berpikir, bagaimana jika pihak keluarga Ezra meminta ganti rugi dalam bentuk uang dengan jumlah yang cukup besar? Harus berutang ke mana ia kalau itu benar-benar terjadi?

"U-um, tanggung jawab y-yang kayak gimana, ya, Tante?" Lavisha bertanya dengan terbata-bata. Jantungnya berdebar cepat seolah-olah akan segera  jatuh ke lambung saking cepatnya.

Bukannya menjawab pertanyaan yang Lavisha berikan, ibu dari Ezra itu malah balik bertanya. "Kamu benar-benar pacarnya Ezra, kan?"

Mampus, udah. Lavisa mengumpat dalam benak. Sebagai bentuk profesionalitas yang memang masih kurang, gadis itu mengangguk singkat. "I-iya, Tante."

"Sejak kapan?"

Untungnya ia dan Ezra sempat berdiskusi soal ini. Kalau tidak, bisa habis dirinya semisal memberikan jawaban berbeda dengan milik Ezra. "Baru dua bulan, Tante," jawabnya kemudian seraya meremas tali tas selempang yang ia kenakan.

Ibu dari Ezra itu mendengkus. "Pantes masih kaku," cetusnya. "Aslinya saya malas basa-basi, tapi ini penting."

Jujur, Lavisha sudah was-was saja. Membayangkan jika ibunya Ezra akan langsung menyebutkan nominal uang ganti rugi yang harus ia bayar, seketika membuatnya mual. Kalau tidak ditahan-tahan, mungkin dirinya akan muntah di tempat dan membuat dirinya terlihat semakin buruk di hadapan ibunda Ezra ini.

"Sebenarnya saya nggak rela kalau harus ninggalin anak saya dalam kondisi kayak sekarang. Tapi berhubung ada urusan yang harus saya dan ayahnya Ezra lakukan, terpaksa saya harus minta bantuan kamu."

Kondisi Ezra memang tidak terlalu buruk seperti yang sempat ada di dalam bayangan Lavisha kemarin. Namun, hal itu cukup berpengaruh kepada kehidupan lelaki itu ke depannya, sebab lengan dan kaki kanannya mengalami cidera fraktur. Ternyata, bunyi pukulan keras yang sempat Lavisha dengar menyebabkan hal serius menimpa Ezra---kliennya sendiri yang belum genap menggunakan jasanya 24 jam.

Sebelum ibu dari Ezra menyelesaikan kalimatnya, Lavisha memilih diam saja mendengarkan. Tidak mau menyela tiba-tiba yang membuat kemungkinan biaya ganti ruginya semakin besar. Namun, gadis itu sejatinya juga kebingungan. Kalau misalnya benar pihak keluarga Ezra menuntut ganti rugi, kenapa pula yang dibahas perkara kesibukan segala?

"Kamu bisa, kan, bantu temani Ezra? Soalnya saya nggak yakin kalau anak satu itu bisa lakukan semuanya sendiri dengan kondisinya yang sekarang." Begitu yang ibunda Ezra katakan selanjutnya.

LOVORENT✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang