Suasana mendadak terasa aneh bagi Lavisha. Terlebih saat kakinya perlahan melangkah mengikuti gerakan dengan tempo lambat yang Ezra lakukan.
Salah satu tangan lelaki itu berada tepat di pinggangnya dan milik Lavisha, berada di bahu lelaki itu, sementara satu yang lain saling berpegangan dengan lembut. Pose khusus dansa yang sudah terlalu mainstream, memang. Akan tetapi, jujur saja, ini pertama kalinya Lavisha merasakan bagaimana rasanya berdansa.
Tidak ada yang berbicara di antara keduanya sama sekali. Lavisha masih bingung dengan keadaan yang ada, sementara agaknya Ezra sibuk memperhatikan wajah Lavisha dalam diam sambil sesekali tersenyum dan membuat yang ditatap semakin kebingungan.
Ya bayangkan saja ketika Lavisha sudah mencoba melupakan lelaki itu, tiba-tiba saja sekarang Ezra ada di hadapannya. Berdansa dengannya, pula. Sumpah demi apa pun Lavisha tidak tahu harus melakukan apa kecuali diam. Akan tetapi, tiba-tiba pikirannya berkhianat begitu pula bibirnya yang secara mendadak bertanya, "K-kok lo bisa ada di sini juga?"
Suara Lavisha ketika bertanya terdengar ragu. Ezra yang mendengar itu tertawa kecil. Ternyata Lavisha ini lumayan polos juga, ya? "Jadi lo nggak tau, ya?" tanyanya sambil tersenyum, menatap tepat pada mata si gadis di hadapannya itu.
Refleks, Lavisha menggeleng karenanya dan hal itu membuat Ezra semakin melebarkan senyumnya. "Kan, gue yang undang lo ke sini, Sha."
Dahi Lavisha otomatis berkerut atas jawaban yang Ezra berikan. "Gimana ceritanya?" tanya gadis itu seraya tertawa kecil. Ya, jelas saja ia tidak langsung percaya karena ingat betul pekerjaan yang Ezra katakan pada formulir yang sempat diisinya waktu itu adalah freelancer. Ah, atau jangan-jangan freelancer yang Ezra maksud itu juga bagian dari perusahaan besar ini, ya?
"Ceritanya panjang, lah." Ezra tertawa. "Tapi bisa gue perpendek kalo gue jujur sama lo."
"Jujur apaan?"
Obrolan random antara keduanya teredam suara musik yang mengalun lembut, begitu juga dengan para tamu undangan yang sibuk dengan pasangan dansa masing-masing. Anggap saja dunia milik berdua, begitu.
"Jujur kalau pekerjaan gue sebenernya bukan freelancer."
Semakin bingunglah Lavisha sekarang. Ia juga mungkin sedang terlalu bodoh untuk sekadar menebak-nebak apa kiranya pekerjaan asli seorang Fabiantara Ezra. Lagi pula, Lavisha tidak sedang dalam mood baik untuk bermain tebak-tebakan. "Terserah lo, deh," putus gadis itu kemudian. "Btw, ini dansanya masih lama, kah? Kaki gue pegel."
Ezra terkekeh atas ucapan Lavisha barusan. Ia kemudian menarik gadis itu menjauh dari lantai dansa, tepatnya ke area yang lumayan sepi dari para tamu undangan. Ralat, benar-benar sepi karena hanya ada mereka berdua sekarang.
Setelah dirasa posisi mereka aman, Lavisha langsung mendudukkan bokongnya di atas kursi yang ada di sana, kemudian memijat betisnya yang terasa sakit. "L-lo balik ke sana lagi aja, gue mau di sini bentaran."
Lelaki itu berdeham, menatap Lavisha yang duduk sambil memijat betisnya dalam diam. "Ya, masa gue balik ke sana tanpa teman dansa, sih? Ada-ada aja, lo."
"Kan bisa cari yang lain." Lavisha menyeletuk. Kini, tangannya membuka perlahan high heels yang ia kenakan dan seketika itu pula gadis itu menyesal karena telah mengenakan benda penyiksa kaki itu. "Nyesel gue pake nih sepatu. Harusnya pake sendal aja tadi gue."
Gerutuan Lavisha membuat Ezra tertawa, lantas lelaki itu berjongkok, menarik salah satu kaki Lavisha dan mengurutnya dengan lembut. Apa yang Ezra lakukan, jelas saja membuat Lavisha kaget. Gadis dengan dress putih itu bahkan langsung berupaya menarik kakinya dari Ezra, tetapi ternyata pegangan lelaki itu jauh lebih kuat dari yang ia duga.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVORENT✓
Romance16+ "Kalau begitu, boleh nggak, saya ganti agennya sama Mbak operatornya aja?" Bukan sekali dua kali, tetapi sudah sangat sering Lavisha mendengar pertanyaan seperti itu ketika dirinya memposisikan diri sebagai operator di aplikasi penyedia jasa tem...