21. Pagi Paling Absurd

27K 3K 148
                                    

Atlana up, yeay!!! Makasih buat komentar di part sebelumnya. Tanpa kamu Atlana bakal sepi pembaca bestieeee. Buat yang masih bertahan di sini makasih banyak ya aku ucapiiin... sehat selalu... 

Kenapa aku selalu bilang pengen dapat 50 komentar dulu baru up? Karena percaya deh, bikin cerita itu nggak mudah. Kalau nggak ada yang komen itu kek bikin males up jadinya, hihi. Enggak semangat aja gitu. Karena dari komenan kita tahu kritikan, atau reaksi kamu bacanya gimana. Sesenang itu walau cuma di 'next-next' doang. 

Jangan lupa komen dan vote ya bestiee. 50 komen langsung up sebelum jumat!!! Kutunggu lhoooo :') 

 50 komen langsung up sebelum jumat!!! Kutunggu lhoooo :') 

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***** 

"Kamu nggak lagi ... jatuh cinta sama aku, 'kan, Keannu?"

Ilana nyengir kuda setelah meloloskan kalimat itu. Ia mengutuki mulutnya sendiri lantaran begitu berani bertanya hal sedalam itu pada seorang Keannu Atlanta Bagaskara—sahabat kampret—ralat, sahabat until jannah-nya yang kini malah melongo tidak paham.

Dapat dibayangkan bagaimana wajah Ilana? Sudah pasti tegang, lebih tegang ketimbang menunggu hasil revisian skripsi dari dosen killer. Dilihatnya Atlan yang wajahnya juga ikut-ikutan tegang. Bahkan di detik berikutnya, Ilana terlonjak saat Atlan menendang kaki meja.

"Segitu khawatirnya lo ya kalau gue jatuh cinta sama lo, Ilana?!" geram Atlan. Dengkusan napas lelaki itu beriringan dengan bahunya yang naik turun.

Lho? Apa Ilana salah ucap? Kenapa jadi marah begini?

"Kok?"

"Kalau nggak suka sama gue ya udah, nggak usah ditanya berkali-kali, bikin drama ini itu dan lain-lain sampai bilang: jangan ngarep segala pas gue tanya cemburu apa enggak. Lo sengaja apa gimana sih sakitin hati gue?!"

Otak Ilana yang semula kacau kini semakin kalap kala Atlan memandanginya dengan raut jengkel. Bahkan wajah lelaki itu terlihat putus asa saat Ilana hanya diam tanpa meluruskan pertanyaannya tadi.

Mengembuskan napas panjang demi menyabarkan diri, Atlan meletakkan kedua tangannya di bahu Ilana. "Dengar! Lo nggak perlu takut gue jatuh cinta sama lo. Lo bukan tipe wanita incaran gue. Jadi ... tolong kembali senyum dan jangan terbebani sama candaan gue tadi. Please ..." ungkap Atlan dengan suara pelan, terkesan pasrah.

Keheningan tercipta usai Atlan mengucapkan itu. Bibir Ilana melengkung seketika. Sorot mata penuh harap yang tadinya berkali-kali ia lemparkan pada Atlan berubah sendu. Gemuruh menyesakkan tiba-tiba menghantam dadanya. Ilana ingin kabur dari sini, mencari tempat menangis yang jauh dari jangkauan Atlan.

"Lo bahagia gue bilang kalau lo bukan tipe gue? Jawab!" kata Atlan tegas.

"Ya. Bahagia. Puas?" lirih Ilana seraya menunduk, lalu kembali mengangkat kepalanya dengan tatapan tegas dan senyum yang sebisa mungkin ia paksa dari bibirnya yang bergetar. "Lagian lo juga bukan tipe gue. Lo jorok, nggak punya roti sobek di perut, dekil, berkuman, dan yang pasti ... lo bego soal cewek. Jadi gue nggak suka sama lo."

BENUA ATLANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang