Dinding tinggi kasat mata yang dibangun susah payah oleh Satoru runtuh seketika. Ia terdiam sambil memandang tak percaya pada mata amber yang kini sedang menatapnya. Tanpa ia sadari, bulir-bulir keringat meluncur dengan bebas dari pelipisnya.
"Apa?" Dari keterdiaman akibat shock, hanya reaksi itu yang Satoru berikan.
Kau mengalihkan pandanganmu, kau tidak mau melihat manik indah Satoru dibalik kacamata hitamnya. Dirimu meremas cemas selimut yang menutupi separuh tubuhmu.
Pria albino itu mencoba berpikir jernih, ia mulai mengatur napasnya menjadi tenang seperti semula. Tangan kanannya ia bawa menyentuh tanganmu yang berada diatas pangkuan mu.
"Aku tahu aku bukan pria yang baik, tapi bukankah keputusanmu terlalu kejam untukku?"
Kau bergeming, kau hanya melihat kening Satoru mengerut sambil semakin menguatkan remasan tangannya padamu.
"Apa aku harus menjelaskan lebih panjang lagi? Kau bukan pria bodoh, jadi mari hentikan."
"Tidak!" Satoru membentakmu, ia berteriak keras lalu berdiri dengan kasar hingga kursi yang didudukinya terpental jauh ke sudut ruangan.
Kau melihat maniknya diselimuti dengan kemarahan yang menjadi-jadi, Satoru sudah membuang kacamata hitamnya entah kemana. Pria itu ingin melihat ekspresi wajahmu dengan lebih jelas.
"Kau mengeraskan suaramu padaku, Satoru." Kau berbicara lirih, kau menunduk, menyembunyikan kesedihan mu ketika menyadari jika ini adalah kali pertama Satoru membentakmu.
Pria itu seakan tersadar, ia meraih tanganmu dan membawa kepalanya tenggelam diatas perutmu. Napasnya kembali memburu dan kau merasakan punggung tanganmu sudah basah karena air mata Satoru.
"Katakan padaku, apakah aku berbuat salah? Apa kau sudah tidak menyukai ku lagi? Katakan padaku, [Name]." Satoru mengatakannya dengan suara yang terisak. Bahunya bergetar hebat, mentalnya sangat tertekan setelah mendengar deklarasi perpisahan yang kau katakan beberapa saat lalu.
"Lepaskan, Satoru." Kau berusaha melepaskan genggamannya, tapi semakin kau mencoba melepaskan, semakin kuat genggaman tangan milik pria itu.
"Katakan padaku [Name]." Suara Satoru terdengar seringan kapas.
Pria itu mendongak menatapmu, manik biru langitnya beradu dengan mata ambermu. Ada setitik air mata di sana, ia melihat mu seakan dia bisa melahapmu sekarang juga.
"Aku tidak pernah memohon, aku tidak pernah mengemis pada siapapun selama ini. Tapi dengan segenap jiwaku dan harga diriku, aku memintamu untuk tetap disisiku, [Name]."
Hujan deras disertai badai petir mengguyur tanpa ampun kota metropolitan Tokyo. Suara gemuruh petirnya terdengar begitu nyaring setelah Satoru menyelesaikan kalimatnya.
Suara detik jam terus-menerus berjalan, seakan bisa mendengar semua jenis suara, itu membuat pikiran mu penuh. Bibirmu bergetar, Satoru tidak beranjak dari tempatnya. Ia terus menatapmu, menuntut sebuah jawaban keluar dari mulut mu.
"Aku---"
****
Gemerlapnya lampu-lampu di Kremlin pada malam hari memang sangat memanjakan mata. Di sana berdiri banyak bangunan tua yang dibangun pada abad ke-15 dan menjadi pusat politik, ekonomi, budaya dan sains di Rusia.
Kami-sama mengabulkan permintaan mu untuk hidup sementara menikmati indahnya langit Rusia disela-sela kesibukan menjadi wanita pebisnis. Tidak ada kata istirahat selama beberapa bulan ini. Berita tentang pecahnya insiden pembantaian massal non-shaman di Jepang sudah mampir ditelingamu, culling game yang diselenggarakan di seluruh daratan Jepang kecuali tiga tempat sakral pun kau juga sudah tahu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Eyes [Gojo x Reader] ✓
ФанфікиFINISHED [Full Name] adalah penyihir wanita terkuat dari klan Zenin yang memutuskan untuk memilih jalan hidupnya sendiri. Suatu hari, ia mengikuti rapat petinggi penyihir Jujutsu dan bertemu dengan pemilik sepasang mata biru langit yang membuat ia m...