Pemantik Api

1.9K 264 14
                                    

3 tahun lalu.
Paris, Perancis. Hotel XXX.

"Kalau kau terlahir kembali, kau ingin menjadi apa?" tanya Gojo sembari memeluk [Name] dari belakang.

"Hmm... aku ingin menjadi benda mati. Seperti pemantik api," jawab [Name] sambil diselingi tawa kecil.

"Mengapa? Kau pasti punya alasan mengapa kau ingin menjadi pemantik api."

Jari-jari lentik [Name] merambat, meraih jari-jari besar dan kokoh milik Gojo yang sedang bertengger di perutnya. Wanita itu menggenggam dan meremas jari Gojo.

"Di saat orang-orang tidak bisa menyalakan api, aku akan hadir. Eksistensi ku memang sepele, tapi orang-orang akan sedih jika kehilangan aku. Aku ingin menjalani hidup seperti itu," jawab [Name] berbisik.

Gojo menyunggingkan senyumnya, ia lantas melepas pelukannya lalu menuntun [Name] agar menatapnya. Dengan perlahan, Gojo melepas kacamatanya.

"Aku butuh pemantik api, seperti dirimu," kata Gojo.

"Tentu tak gratis kalau kau ingin pemantik api sepertiku," ujar [Name] ringan.

"Apa? Aku harus membayarmu berapa Yen?" tanya Gojo bercanda.

[Name] ikut tertawa lalu mencubit bibir Gojo, "bayaran tidak hanya berupa uang. Melainkan bisa berupa waktu, kesempatan, dan lain-lain."

"Lalu?"

"Aku akan meminta waktu seumur hidupmu untuk jadi partner hidupku," jawab [Name] santai.

Gojo tertegun, lantas dia menjauhkan tubuhnya beberapa senti ke belakang. [Name] yang tahu itu lantas merasa sedikit kecewa. Tetapi wanita itu pandai mengendalikan diri dan ekspresi, jadi dia tetap berdiri di tempatnya dan masih menatap Gojo. Dia sudah mengira jawaban Gojo masih tetap sama, pria itu tak suka berkomitmen tapi mengatakan padanya jika perasaannya serius. Jika tak ada pengakuan lantas dasar apa Gojo mengatakan pada dirinya jika ia serius?

"Kembalilah ke kamarmu, aku lelah, ingin istirahat," kata [Name] lemas.

Ia menyingkirkan tubuh Gojo yang menjulang tinggi dari hadapannya lalu berjalan menuju ranjang hotel. Gojo masih berdiri di sana, memunggunginya tanpa berniat beranjak. Hati [Name] serasa tercubit jika harus menerima fakta berkali-kali kalau dirinya hanyalah wanita Gojo yang tidak mempunyai ikatan apa-apa dengannya.

"Satoru?"

"Hmm?"

"Terkadang pemantik tidak bisa menyalakan api lagi karena bahan bakarnya sudah habis. Aku pun akan begitu, suatu saat aku bisa saja hilang darimu atau kau yang membuangku. Aku harap opsi kedua tidak terjadi, aku bisa saja terlihat tak berharga di matamu suatu saat ini. Tapi sebelum itu terjadi, aku akan pergi terlebih dahulu meninggalkanmu," kata [Name].

"Jangan bilang seperti itu," sindir Gojo sambil membalikkan tubuhnya.

[Name] mengangkat kedua bahunya, "tak ada yang tahu isi hati seseorang. Hari ini kau bisa mencintaiku tetapi esoknya kau bisa saja mencampakkanku."

"Aku tak akan meninggalkanmu," sahut Gojo.

[Name] mengangguk, terserah Gojo berpikir seperti apa. Ia tak lagi menerima segala bentuk janji manis yang keluar dari bibir itu.

******

Kini [Name] sudah bertemu dengan Yuji dan kawan-kawannya. Tak lupa Yuki dan Choso juga berada di tempat yang sama. Mereka semua berkumpul di persembunyian Master Tengen.

"Yuta belum datang?" tanya [Name] khawatir.

"Belum, atau memang dia masih belum menampakkan diri. Mari kita berdiskusi tentang Kurusu Hana. Kita tidak bisa membuang waktu," jawab Yuki cepat.

"Kita saja tidak tahu Kurusu Hana sedang memihak siapa. Bisa saja dia sudah direkrut Kenjaku untuk jadi pengikutnya," kata [Name] tenang.

"Tapi itu hanya jalan satu-satunya, Megumi dan Yuji akan mencari Kurusu Hana," jelas Choso yang diikuti anggukan oleh kedua orang yang disebut tadi.

[Name] menggigit bibir, lantas dia menatap Master Tengen penuh yakin. "Aku akan mengeluarkan Si Bodoh itu dari sana."

"Apa? Kau gila ya? Mana bisa seperti itu!" sungut Yuki tak terima.

"Aku sudah kehilangan banyak waktu akibat aku tak mau tahu tentang urusan di sini. Sebagai bentuk penebusan kesalahanku, aku akan melakukannya dengan suka rela," jelas [Name].

"Aku tahu kekhawatiranmu, [Name]. Tetapi kita jangan bertindak gegabah dalam mengambil tindakan. Aku percaya kau bisa melakukannya sebab kaulah belahan jiwa sejati dari Satoru."

Kalimat Master Tengen membuat mereka semua yang berada di ruangan kecuali [Name] menatap wanita itu kagum. Kebenaran yang di tutupi selama ini akhirnya mencuat juga, yang mereka tahu hanyalah sebatas [Name] dan Gojo adalah partner mutualisme saja.

"Kita tak bisa menunggu lagi, jari yang sudah dimakan Itadori nyaris lengkap. Kalau mereka tahu, kau akan dieksekusi," cicit [Name].

Fushiguro mendecih, "terlambat. Sukuna sudah mengambil kendali penuh atas dirinya. Waktu lalu dia banyak membunuh dan beberapa dari kita ikut terseret pengaruh domain expansion nya."

[Name] menatap Yuji yang sedang duduk termenung di pojok ruangan. Perkataan Fushiguro bukan bermaksud untuk menyalahkannya, tetapi anak itu mencoba menjelaskan situasi kepada [Name] dengan nada seperti menghakimi.

Kepala [Name] beralih lagi menatap Yuki, "lantas apa yang kita tunggu? Kenjaku semakin gila dan..."

Pandangan [Name] beralih kepada Master Tengen, "kau bisa saja dibunuh kapan saja."

"Biarkan Yuji dan Megumi melanjutkan tugas mereka, kau akan pergi mendampingi dari jauh sembari mencari keberadaan Yuta," kata Master Tengen.

[Name] berdecak kesal sambil berkacak pinggang. Mengapa semua orang mengikuti perintah Master Tengen? Apa karena dia sudah hidup ribuan tahun? Jujur saja, [Name] tidak peduli dengan keselamatan Master Tengen karena dia tahu cepat atau lambat penyihir itu akan dibunuh. Yuki dan Choso tak bisa selalu melindunginya setiap saat dan Kenjaku bukanlah penyihir bodoh yang mau saja dibodohi oleh taktik mereka.

"Baiklah, kita lihat saja nanti. Dan jika Hana tak bisa diajak bekerjasama untuk melepaskan Gojo dalam waktu dekat. Aku sendiri yang akan melakukannya, cukup kita mengulur waktu seperti ini," kata [Name] tegas lalu pergi dari ruangan itu diikuti oleh Yuji dan Megumi.

"Aku saja tak yakin bagaimana bisa dia melindungi diri sedangkan fisiknya nampak lemah seperti itu," gerutu [Name] sebal.

"Tapi dia adalah tokoh legendaris dunia jujutsu, loh," sahut Megumi santai.

"Ya terus? Hidup ribuan tahun belum tentu bisa mengambil keputusan bijak, lihat saja Kenjaku itu," timpal [Name].

Megumi mendengus geli dan membuang muka, dia baru saja tahu jika [Name] suka menggerutu mengenai orang-orang yang berselisih pendapat dengannya.

[Name] menoleh ke belakang, menatap Yuji yang sedang berjalan mengikuti mereka sambil menunduk. Lantas wanita itu melambatkan langkahnya lalu merangkul Yuji tepat di bahunya.

"Jangan merasa bersalah, itu bukan kesalahanmu. Ibaratnya, manusia sendiri kadang bisa lepas kendali akibat emosinya. Sedangkan kau? Kau menahan Sukuna di dalam dirimu dan kau sudah melakukan yang terbaik," kata [Name] menyemangati.

Mulut dalam wajah Yuji terbuka, [Name] tahu jika Sukuna merespon perkataannya tetapi dia memilih untuk cuek.

"Boleh juga perkataanmu, anak terkutuk. Lain kali aku akan mengambil kembali anak ini dan mengucapkan terimakasih kepadamu hahahaha!"

"Gila," gumam [Name].

"Terimakasih Sensei," ujar Yuji sembari tersenyum kecil.

"Ayo bersemangat lah! Jangan menjadi lemah begitu!"

Senyum Yuji pun semakin melebar. Lantas mereka bertiga menyusuri gang sempit menuju tempat target berikutnya.

Blue Eyes [Gojo x Reader] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang