Benaya tersenyum lega ketika akhirnya matanya melihat sosok perempuan yang sudah satu minggu ini ia cari-cari. Lantas setelah mematikan mesin mobil ia langsung turun dan bergegas menghampiri perempuan itu.
"DY."
Benaya berteriak memanggil nama kekasihnya itu yang saat ini keberadaannya tengah berdiri di pinggir jembatan.
Namun Maundy tak menoleh sama sekali, entah memang tak mendengar panggilan dari Benaya atau memang sengaja. Hingga akhirnya Benaya cepat-cepat menghampiri kekasihnya itu.
"Dy, kamu kemana aja? Aku nyariin kamu satu minggu ini. Kamu tiba-tiba menghilang gak ada kabar. Aku ada salah sama kamu ya?"
Benaya langsung meneror Maundy dengan semua pertanyaan yang ada di benaknya. Namun gadis itu masih diam tanpa suara. Sorot matanya kosong mengarah ke arah sungai di bawah jembatan.
"Dy." Benaya mencoba meraih tangan Maundy hingga kini ia bisa menyentuh kulit dingin dari perempuan itu. "Kamu baik-baik aja?" Ia menyatukan jari jemarinya ke jari jemari milik Maundy, menggenggamnya erat.
Namun tiba-tiba saja, setelah itu Maundy menangis begitu keras. Bahkan pundaknya sampai terguncang begitu hebat. Membuat Benaya seketika menarik tubuh gadis itu ke dalam pelukannya.
Benaya pastinya bingung, namun ia berusaha menenangkan Maundy dengan membiarkan perempuan itu terus menangis terlebih dulu. Tanpa ada pertanyaan lagi, tanpa ada suara lagi. Ia hanya benar-benar membuat Maundy tenang dengan sendiri.
Hingga beberapa menit berlalu, Maundy pun menarik tubuhnya dari pelukan Benaya. Dan kini Benaya bisa melihat jelas wajah Maundy sudah basah dengan air mata. Lantas ia pun menggunakan jari tangannya sebagai penghapus air mata itu.
Maundy menatap Benaya dengan tatapan yang Benaya sendiri tak tahu artinya itu, namun yang bisa ia yakini bahwa kekasihnya itu sedang tidak baik-baik saja.
"Kita pergi dari sini aja Ge, aku gak suka tinggal disini." Suara parau perempuan itu terdengar di telinga Benaya. Pertamakalinya ia melihat Maundy menunjukan sisi rapuhnya. Dan rasanya begitu menyakitkan untuknya.
"Bawa aku pergi Ge, kemana aja asal jauh dari rumah." Maundy kembali menangis tersedu-sedu setelah mengucapkan kalimat rumah, yang bagi sebagian orang tempat itu adalah tempat ternyaman untuk pulang.
Benaya menarik kembali Maundy dalam pelukannya, tangannya mengelus-elus punggung kekasihnya itu. "Iya Dy, aku bakal bawa kamu pergi kemanapun. Tapi aku harus tau alasannya dulu. Sebenarnya apa yang terjadi sama kamu?"
Namun setelah mendengar jawaban dari Benaya, Maundy malah melepas pelukannya itu kemudian berjalan mundur menjauh. "Kenapa? Kamu mau buang aku juga setelah kamu tahu apa yang terjadi sama aku?!"
Benaya terkejut melihat respon Maundy yang tiba-tiba berteriak marah kepadanya. "Dy, siapa yang mau buang kamu?"
"Mama gak percaya sama aku, sekarang kamu juga pasti gak akan percaya sama aku kan?" Maundy menggeleng-gelengkan kepalanya seolah tak percaya dengan Benaya. Padahal pria itu tak mengatakan kalimat dimana ia tidak percaya dengan Maundy.
"Dy, maksud kamu apa?" Benaya melangkah untuk lebih dekat namun Maundy malah semakin mundur untuk menjauh.
"Stop, jauh-jauh dari aku!" Teriak Maundy tak suka.
Benaya menyeringgai lebar. Sungguh ia bingung dengan sikap Maundy yang tiba-tiba seperti ini. "Dy, kamu kenapa?"
"AKU BILANG STOP!" Teriakannya semakin kencang. "Kamu lihat ini." Tangan kanannya menarik ke atas lengan baju panjang tangan kirinya hingga menunjukan goresan-goresan luka yang tampak di iris oleh benda tajam pada pergelangannya itu.
Benaya semakin terkejut melihat penampakan tersebut. Kenapa banyak luka di pergelangan tangan Maundy? Apa yang gadis itu lakukan?
"Dy, tangan kamu..." Benaya panik hingga bergerak untuk mendekat kembali, namun suara pekikan dari Maundy lagi-lagi membuatnya terhenti.
"Aku bilang jauh-jauh dari aku!" Maundy kini terlihat frustasi. Kedua telapak tangannya menutupi kedua telinganya. Dengan raut wajah yang ketakutan ia menangis tersedu-sedu.
"Dy, jelasin sama aku apa yang sebenarnya terjadi?" Benaya memohon. Rasa cemasnya tidak bisa ia sembunyikan. Sungguh ia sangat khawatir akan kekasihnya itu.
"AKU TAKUT GE!" Tangannya gemetar. "Aku takut..." Lirihnya yang kini nyaris tak terdengar. Kemudian kembali berjalan mundur semakin menjauh dari keberadaan Benaya.
"Mama gak percaya sama aku. Dia lebih milih dan membela cowok bajingan itu Ge."
"Siapa maksud kamu Dy?"
Maundy menatap Benaya tajam, beberapa saat hingga kemudian mengalihkan kembali pandangannya memandang sekeliling. Bereaksi seolah ada seseorang yang sedang memantaunya.
"Aku gak bisa kasih tahu kamu, nanti dia datang dan lakuin itu lagi. Aku takut Ge."
Maundy menjambak rambutnya sendiri, membuat Benaya ikut frustasi hingga pria itu berteriak kepadanya. "SIAPA YANG KAMU TAKUTIN DY? KASIH TAU AKU!"
Maundy menggeleng-gelengkan kepalanya. "Dia bakal marah dan ancam sebarin video itu, aku takut Ge."
"SIAPA YANG BERANI ANCAM KAMU MAUNDY?!"
Maundy masih tak mau memberi tahu. Perempuan itu hanya menatap Benaya dengan tatapan nanar yang jujur cukup sulit untuk Benaya terima karena terasa sangat menyakitkan bagi dirinya melihat Maundy dengan kondisi seperti ini.
"Kasih tau aku Dy." Pinta Benaya kembali dengan suara lembutnya. Air matanya sudah keluar dan meluncur melewati pipinya.
Maundy menggigit bibirnya kuat, sampai tak terasa darah muncul dari bibirnya itu. "Maafin aku Ge." Ucapnya. Lalu dalam sekejap tanpa memberi aba-aba, tanpa membiarkan Benaya berusaha membantunya, Maundy terjun dari jembatan dan menjatuhkan tubuhnya kedalam sungai dibawah sana. Meninggalkan Benaya dengan ketakutan dan rasa bersalahnya.
Benaya berteriak histeris memanggil Maundy yang wujudnya sudah tak tampak lagi dan menghilang tenggelam kedalam. Ia menangis tersedu-sedu dan menyalahkan kelalaiannya itu, sampai-sampai tanpa berpikir panjang ia mengangkat kakinya ke pembatas jembatan untuk ikut terjun dan berpikir menemui Maundy disana. Namun kuasa berkata lain dan tak membiarkan Benaya menebus kesalahannya.
Seseorang dari belakangnya menarik dengan sekuat tenaga tubuh Benaya. Menjauhkan pria itu dari jembatan. Di bantu beberapa orang lain yang berada disana hingga Benaya berontak sekalipun tenaganya tak mampu menahan tarikan itu.
"LEPASIN!" Benaya hanya bisa berteriak meminta untuk dilepaskan. Namun tak di indahkan permintaannya itu hingga pada akhirnya ia hanya bisa menyerah dan perlahan menutup matanya tak sadarkan diri.
***
HAI IM BACKKKKK
SETELAH BERAPA BULAN HIATUS AKHIRNYA AKU BISA LANJUTIN LAGI YA HEHE
baru aja kemarin bikin cerita baru dan bilang cerita Benaya ini gak akan aku lanjutin dulu, eh tau nya sekarang tiba-tiba lanjut chapter. Ya emang suka gitu, ide suka tiba-tiba datang tanpa aba-aba. All is flux pokoknya wkwkGimana? Ada yang bisa nebak alasan Maundy bunuh diri?hehe
Semoga bisa cepet update lagi deh ya, doain guys
Yaudah gitu aja dulu bacotanku hari ini
Jangan lupa vote dan komenTerimakasih
not a jewel💘
KAMU SEDANG MEMBACA
BENAYA (What Falling In Love Feels Like?)
Teen Fiction"Kalau bisa aku pengen deh jadi ikan dory, yang cuma punya ingatan gak lebih dari 3 detik, biar gak nanggung penderitaan karena mikirin kamu."