18 - Perawatan

153 33 4
                                    

"Maundy muncul kembali karena Benaya diliputi perasaan bersalah yang terlalu besar hingga ia tidak bisa membiarkan dirinya merasakan kebahagian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Maundy muncul kembali karena Benaya diliputi perasaan bersalah yang terlalu besar hingga ia tidak bisa membiarkan dirinya merasakan kebahagian. Jika ia mengalami kebahagiaan, akan diikuti dengan peristiwa buruk yang melibatkannya. Semacam bentuk kompensasi atau penghukum diri karena ia sudah merasakan kebahagiaan disaat ia pikir Maundy bunuh diri karenanya."

"Memang jika memikirkan kembali perilakunya dalam sudut pandang diagnosa, kita sama semakali tidak mengamati adanya ketidak normalan fungsi dasar apapun. Namun dari kasus-kasus seperti itu Benaya bisa melakukan tindakan yang berbahaya. Salah satu nya bunuh diri, seperti yang Benaya lalukan sekarang."

"Akan tetapi saya ingatkan Skizofrenia bisa di kendalikan dengan dosis pengobatan yang tepat. Dan lebih dari 70% pasien bisa menjalani hidup normal dengan pengobatan tepat. Maka tindakan yang harus kita lakukan sekarang mau tak mau harus memasukan Benaya ke rumah sakit dan memberinya pengobatan untuk menurukan gejala aktifnya. itu yang terpenting."

Setelah berbicara empat mata sebagai pihak keluarga dengan Dokter yang akan menangani adiknya. Kini Bianca disuguhkan dengan penampakan kamar yang akan Benaya gunakan selama perawatan nanti. Kamar itu tidak diberi teralis, tapi menggunakan kaca tebal yang sulit untuk dipecahkan. Dan Benaya akan dirawat disana selama satu sampai dua bulan.

"Kak Bianca."

Bianca menoleh ketika mendengar seseorang yang memanggil namanya. "Theresa ya?" Sahutnya setelah melihat siapa wujud dibalik suara itu.

Theresa tersenyum dengan anggukan kecil sambil memberikan segelas kopi kepada Bianca.

"Makasih." Ucap Bianca yang kembali di jawab Theresa dengan anggukan.

Setelah meneguk sedikit kopi pemberian Theresa, Bianca menatap wajah perempuan disampingnya itu kemudian merangkulnya. "Terimakasih juga atas pertolongan kamu, kalo kamu gak ada mungkin aku gak tahu apa yang akan terjadi kepada Benaya saat ini." Ucapnya mengetahui bahwa Theresa lah yang menolong Benaya dari peristiwa jembatan tadi dan membawanya ke rumah sakit.

Theresa balas merangkul tubuh Bianca dan mengelus-elus punggungnya dengan lembut. "Sama-sama Kak." Jawabnya.

"Kamu anaknya Dokter Ayman kan?"

"Iya Kak." Angguk Theresa.

"Berarti kamu juga sudah tahu dengan kondisi yang Benaya alami?"

Dan lagi-lagi Theresa mengangguk.

Bianca pun menghembuskan napasnya panjang. Tanpa bertanya dan bersuara lagi ia hanya mengeratkan rangkulannya tersebut.

"Walau sedikit angkuh dan dingin, tapi Kak Bena orang yang baik dan pengertian." Ucap Theresa mengingat sosok Benaya dimatanya.

Bianca tersenyum kecil. "Berarti kamu orang yang udah dekat sama dia, makanya kamu berani bilang kalo dia baik."

"Yah...bisa dibilang cukup dekat Kak, walau butuh pengorbanan penuh." Ucapnya diakhiri kekehan pelan.

Bianca semakin menarik sudut bibirnya membentuk senyuman lebar. "Benaya memang cukup sulit untuk di deketin, bahkan sama Kakaknya sendiri aja dia terkadang lebih banyak diam. Tapi kamu mampu bikin dia terbuka dan ngobrol nyaman sama kamu, berarti kamu orang yang dia percaya."

Theresa menunduk dalam. "Aku harap seperti itu." Lirihnya pelan bahkan nyaris tak terdengar.

"Ther."

"Ya?" Theresa mendongak.

"Bantu Benaya sembuh ya."

Dengan cepat Theresa mengangguk menyetujui permintaan Bianca. "Kita harus yakin kalau Kak Benaya akan sembuh." Ucapnya meyakinkan. "Papah pasti akan sembuhin Kak Bena, dan Kak Bena juga akan mau sembuh kalo dapat dukungan dan do'a dari kita Kak."

***

Setelah lebih dari sepuluh jam Benaya tak sadarkan diri. Kini mata elang itu perlahan terbuka. Samar-samar ia melihat keberadaanya di tempat yang asing. Namun ada dua penampakan dari orang yang sangat ia kenali disana. Salah satunya seseorang yang kini membuat pria itu seketika bangkit dan bergerak untuk memeluknya.

"Dy."

Namun Benaya di tahan oleh seseorang yang tak lain adalah Kakaknya, Bianca.

"Kak lepas, gue mau peluk Maundy." Ucap Benaya berusaha melepaskan kedua lengan Bianca yang menahan pundaknya.

"Gak ada Maundy, Ben." Jawab Bianca. Terlihat bahwa perempuan itu sedang menangis. Dari suara parau dan mata sembabnya.

"Gak ada gimana Kak? Itu Maundy!" Ucap Benaya bersikeras sambil menunjuk sosok perempuan dibelakang Bianca yang ia yakini adalah Maundy.

"Dy? Kamu gak apa-apa kan? Maafin aku gak bisa tolongin kamu tadi." Ucapnya lagi yang tentu ia berikan untuk kekasihnya itu.

"Ben, gue mohon."

Benaya mengalihkan pandangannya kepada Bianca sekarang. "Mohon apa Kak?" Tanyanya heran. "Kenapa juga lo nangis?" Tangannya bergerak mengusap air mata yang membasahi pipi Kakaknya itu.

Reflek Bianca memeluk Benaya. Mengunci tubuh adiknya itu erat sambil terus menerus meminta maaf.

"Maaf atas apa? Lo gak ada salah apa-apa Kak." Jawab Benaya semakin heran.

Hingga tak lama setelah itu seorang Dokter dan dua perawat masuk keruangan mendekati keduanya.

"Ada apa ini?" Benaya bingung kenapa dua perawat itu seperti akan melakukan sesuatu kepadanya.

Bianca pun melepas pelukannya itu kemudian mengusap dengan lembut puncak kepala adiknya sambil berucap kembali. "Maaf."

Dan pada akhirnya dua perawat itu pun benar-benar melakukan sesuatu kepada Benaya. Mereka terlihat menyiapkan sebuah suntikan yang tentu saka membuat Benaya panik seketika.

"Kak? Gue mau di apain?" Tanya Benaya memberontak kala dua perawat memegangi kedua tangannya.

Namun Bianca tak memberikan jawaban, perempuan itu hanya menangis sembari menutupi mulutnya dengan telapak tangan tak kuasa melihat adiknya harus menjalani kondisi seperti ini.

"Kak, bantuin gue!" Benaya memohon agar dua perawat itu tidak menyuntiknya.

Dan lagi-lagi Bianca hanya membiarkan.

"Dy." Kini Benaya beralih menoleh ke arah Maundy yang hanya berdiri kaku menatapnya tanpa melakukan sesuatu. "Tolong aku Dy." Ucapnya lagi memohon.

Namun Maundy pun hanya diam. Hingga Benaya hanya bisa menangis meronta-ronta, meminta kepada siapapun untuk membantunya. "Tolong, gue gak mau."

Sampai akhirnya satu suntikan menancap di lengannya membuat Benaya seketika lemas dan beberapa detik kemudian tertidur tak sadarkan diri lagi.

***

HAI UPDATE LAGI NIH WKWK
KU KASIH BONUS BUAT KALIAN YANG RELA NUNGGUIN LAMA CERITA INI, SO SORRY🥺

Terimakasih ya udah mau baca dan dukung cerita aku, jangan lupa vote dan komen!

Love, not a jewel💘

BENAYA (What Falling In Love Feels Like?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang