Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Suara dering alarm jam membangunkan Benaya dari tidurnya. Matanya yang mula tertutup rapat kini perlahan terbuka. Di hadapannya tepat di depan pintu kaca yang mengarah ke balkon ia bisa melihat bayangan punggung dari seseorang yang sangat ia kenali.
"Dy." Benaya bangkit sambil mengusap-usap matanya yang entah kenapa sedikit berair.
Lalu sosok yang ia panggil yang tak lain adalah kekasihnya itu membalikan tubuhnya menghadap Benaya. Raut wajahnya datar tanpa ekspresi.
"Kamu lagi ngapain? Duduk sini." Ucap Benaya menepuk ranjang sebelahnya, meminta agar Maundy duduk disampingnya.
"Aku mau pulang Ge."
Benaya mengangguk kecil. "Iya nanti aku antar kamu pulang, tapi duduk dulu sini jangan berdiri disana."
Namun tak ada lagi jawaban dari Maundy, gadis itu malah kembali membalikan badannya menghadap pintu kaca yang mengarah keluar balkon tersebut.
"Dy, dingin. Pintu nya tutup." Cegah Benaya ketika Maundy bergerak membuka pintu balkon. Membuat angin malam diluar sana bisa masuk dengan bebas ke dalam ruangan.
"Dy." Benaya kembali memanggil ketika Maundy melangkahkan kakinya keluar menuju balkon. "Kamu mau kemana sih? Ngapain diluar malam-malam begini." Akhirnya Benaya beranjak dari duduknya dan ikut berjalan keluar menyusul Maundy.
Ia melihat Maundy menyandarkan bokongnya pada pagar balkon sehingga mereka berhadapan sekarang.
"Dy, mau ngapain sih? Ayo masuk, dingin."
Tetapi Maundy masih tidak menjawab, gadis itu hanya terus menatap Benaya dengan tatapan yang Benaya sendiri sulit untuk mengartikan.
"Dy..."
Benaya kembali melangkahkan kakinya berniat untuk segera menarik Maundy dari balkon sana. Namun yang terjadi selanjutnya Maundy menjatuhkan tubuhnya dari sandaran pagar balkon yang sontak membuat Benaya berteriak histeris dan langsung berusaha menangkap Maundy dengan tangannya namun terlambat Maundy sudah lebih dulu jatuh dan tergeletak di bawah sana dengan darah yang mengalir dari tubuhnya.
Deg
Benaya bangkit dengan cepat saat kedua matanya terbuka, ia langsung menoleh ke arah pintu balkon yang tertutup rapat. Tidak ada pergerakan apapun apalagi sosok Maundy disana. Hingga akhirnya ia sadar bahwa ia hanya bermimpi.
Napasnya yang awalnya terengah-engah kini perlahan menenang, Benaya menunduk menatap kaos yang dipakainya sudah basah oleh keringat. Entah kenapa ia harus bermimpi dengan cerita mengerikan seperti ini. Seperti tidak ada kisah lain yang bisa hadir di mimpinya saja.