16. Psikopat Bayangan

155 52 55
                                    

❝Dia bukan ibu Han, Pa.❞

• ◩◪ •


























"Lo itu pembunuh." Caci Rea dengan tatapan liar ke Han yang asik bermain game di ponselnya, dengan tubuh bersandar ke ranjang kasur dan kaki ditekuk sebelah.

"Bacot." Balas Han sekenanya.

Rea mendengus kasar. "Coba kasih tau gue," pintanya. "Berapa banyak orang yang udah lo bunuh?"

"Kenapa, Re? Mau jadi bagian dari mereka juga? Hm?" Tanya Han dengan nada yang berubah dingin seketika. Ia melupakan gamenya dan menatap lurus mata Rea yang kini membelalak kaget.

"Lo ga akan bisa bunuh gue!" Seru Rea. "Papa bakal marah besar sama lo."

"Papa lebih sayang gua." Ucap Han memasukkan ponselnya ke saku celana dan bangkit berdiri. Sudah hampir seminggu Rea dan ibunya tinggal di rumah ini. Hal yang sangat ganjil karena tak biasanya mereka berdua tinggal selama itu.

"Lo biadab," cecar Rea dengan mata berkaca-kaca. "Gue ga yakin kita bener-bener saudara kandung!"

"Siapa juga yang mengakui lo sebagai saudara gua?" Kata Han tersenyum sinis. Dalam hatinya yang paling dalam, ia ingin sekali menggendong Rea lalu melemparnya ke jendela. Kerjaan anak itu setiap waktu hanya mengganggunya, membuat akhir-akhir ini ia merasa rumahnya seperti neraka.

Han perlahan mendekati Rea, sengaja melambungkan dadanya ke depan gadis itu yang tubuhnya lebih pendek darinya. Sejenak ia memfokuskan matanya ke dalam pupil Rea, membuat gadis itu merasa terpojok.

Rea mundur takut-takut ke belakang.

"Lo... lo bukan saudara kandung gue. Banyak kejanggalan tentang kehadiran lo. Terlebih Papa sama Mama pisah rumah tanpa alasan yang jelas." Gumam Rea, wajahnya seperti seekor kelinci yang tengah ketakutan hendak diterkam serigala.

"Kenapa ga lo tanya aja ke Mama?" Ujar Han.

"Mama ga pernah mau jawab! Semua orang nyembunyiin sesuatu dari kita, Han! Tak terkecuali orangtua kita sendiri. Jangan-jangan kita berdua cuma anak pungut yang dimanfaatkan oleh mereka!" Cecar Rea dengan nada penuh kecurigaan. Wajah gadis itu tampak lebih mengalah, tak seperti biasanya yang selalu keras kepala dan egois, merasa menang sendiri. Gadis itu ingin Han mendengar pendapatnya.

"Gua ga peduli," kata Han dalam-dalam. "Mau gua anak pungut atau bukan, bagi gua itu bukan masalah. Selagi gua bisa hidup dengan tenang dan damai, gua ga akan mempermasalahkan hal itu."

Rea terkesiap mendengar respon Han. Ia tak menyangka Han akan merespon dengan sedingin itu.

Menaruh tangan dalam saku, Han melengos pergi meninggalkan Rea.

"Lo bajingan!"

Langkah kaki Han terhenti. Kehilangan kesabaran, Han memutar balik badannya lalu kembali mendekati Rea, ia menarik kerah gadis itu lalu dengan kasar membanting tubuhnya ke lantai.

Dug!

Rea tersungkur ke bawah, meringis kesakitan, kedua sikunya sama-sama mengenai keramik, bukan main ngilunya.

I AM GROSS [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang