19. Hujan dan Amarah

120 51 61
                                    

❝Kepergianmu meninggalkan kenangan yang indah, tetapi juga meninggalkan duka yang berat.❞

• ◩◪ •






















"Brian dibunuh." Aora berbicara dengan bergetar di depan kelas.

Seisi kelas tercengang melihatnya.

"Brian dibunuh, di-dibunuh sama..." Aora tak sanggup menyebut nama Han. Ia masih terisak, badannya gemetar.

"Ha?" Eva nyaris tak mempercayai telinganya. Mendadak seisi kelas senyap, hanya suara tangis Aora yang memenuhi ruangan.

"Kamu bilang apa, nak?" Kata Bu Dean yang sedang mengajar di kelas itu, matanya berkaca-kaca.

Lima menit kemudian Aora berada di ruang BK.

Para polisi beserta ambulan berdatangan ke Armadillo, mobil-mobil mereka memenuhi lapangan, dengan suara sirene yang bertalu-talu. Para dokter mengotopsi mayat Brian, sementara para polisi menginvestigasi tempat kejadian.

Aora diinterogasi oleh kepala kepolisian yang berupaya mencari tahu penyebab kematian wakil ketua OSIS Armadillo, Heo Brian Mahendra. Aora adalah satu-satunya saksi yang bisa memberi bukti.

Tapi Aora tak berani mengungkapkan segalanya.

"Apa benar kamu melihatnya sendiri?" Tanya kepala kepolisian yang bernama Erlangga itu.

Aora mengangguk.

"Siapa pelakunya?"

Aora hanya diam.

"Siapa, Ra? Kamu bilang kamu melihatnya sendiri, katakan siapa orangnya." Seorang guru BK membantu menginterogasi, Bu Maya.

Aora melayangkan matanya ke Han yang berdiri bersama anak-anak OSIS. Lelaki itu memberi tatapan tajam padanya, seolah mengancam.

"Jangan takut," ucap Bu Maya. "Kami semua akan melindungimu, Ra. Kenapa? Atau pelakunya ada di antara mereka?" Dia menunjuk gerombolan anak OSIS di dekatnya.

Han segera angkat bicara.

"Itu mustahil, Bu. Semua anak sedang ada di kelas saat Brian dibunuh," tukas Han yang wajahnya tetap tenang.

"Kalau begitu pelakunya adalah anak yang tidak ada di kelas saat jam pelajaran." Ujar Bu Maya. "Ku dengar, kamu telat masuk kelas, Han?"

"Saya diminta memeriksa berkas sama Bu Lina," tangkas Han.

"Itu benar." Bu Lina yang duduk di samping Aora menanggapi. Han tersenyum.

"Lagipula Han adalah ketua OSIS, siswa teladan seperti dia ga mungkin bunuh sesama murid," jelas Bu Lina.

Nice. Han bergumam dalam hati.

Siswa teladan katanya? Aora membatin, melempar pandang kesal pada Han.

Pak Erlangga menghela napas panjang, ia berkata, "Pembunuhnya akan terungkap setelah para polisi selesai menginvestigasi. Kita akan tau, pasti ada sidik jari yang tertinggal di sana."

Tak lama kemudian seorang polisi masuk dan menyerahkan berkas kepada Pak Erlangga.

"Setelah berkali-kali pengecekan, tidak ada tanda-tanda pembunuhan, Pak. Baik di tubuh korban maupun di tempat kejadian." Lapor polisi itu.

"Serius?" Pak Erlangga memeriksa data-data di berkas tersebut dengan raut wajah tak percaya. "Pintar sekali si pelaku menghapus jejak-jejaknya."

"Mungkin benar, Pak. Tapi bagaimana kalau kematian Brian ini memang kasus bunuh diri? Tubuhnya tergantung, Pak. Kematiannya diakibatkan karena gantung diri." Ujar si polisi.

I AM GROSS [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang